Sumber :
- Antara/ Muhammad Arif Pribadi
VIVAnews
- Toto Izul Fatah, peneliti senior Lingkaran Survei Indonesia (LSI), menilai upaya pengembalian kepala daerah dipilih Dewan Perwakilan Rakyat Daerah adalah pembajakan terhadap demokrasi. Hak yang sudah dinikmati rakyat untuk memilih sendiri pemimpinnya kini direnggut kembali.
"Dengan mengembalikan Pemilukada kepada DPRD berarti juga hak politik warga telah dibajak kembali oleh segelintir elite politik di DPRD yang saat ini sedang dipersepsi buruk karena berbagai kasus korupsi dan moral yang menimpa mereka," kata Toto dalam pernyataan yang diterima
VIVAnews
, Senin 25 November 2013. "Ini tentu menjadi absurd, pada saat hak yang sudah diberikan langsung kepada rakyat melalui UU dan sekarang rakyat sedang asyik menikmati hak itu kemudian ditarik kembali menjadi hak para elite politik saja."
Baca Juga :
Perjuangan Bernard van Aert Akhiri Penantian 20 Tahun Balap Sepeda Indonesia di Olimpiade
Toto menyatakan, kalau isunya soal politik uang, yang terjadi sebenarnya hanya memindahkan tempat saja dari yang sebelumnya terjadi di masyarakat pindah ke gedung DPRD. Yang semula penikmatnya sebagian rakyat, sekarang para elit politik anggota DPRD.
"Saya khawatir, Pemilukada melalui DPRD itu nantinya bukan saja justru terjadi pemborosan lebih besar karena setiap calon harus menyiapkan uang sogok baik kepada anggota DPRD yang mau memilihnya ataupun kepada elite parpol, tapi lebih dari itu juga akan makin membatasi munculnya calon-calon pemimpin berkualitas yang terseleksi secara alami melalui pilihan rakyat langsung," kata Toto.
Karena itu, Toto berkesimpulan, pemilukada langsung masih lebih baik dan lebih banyak manfaatnya. Selain lebih terpenuhinya prinsip dan semangat demokrasi yang menjamin hak-hak politik warga, juga lebih terpenuhinya harapan publik terhadap munculnya figur pemimpin yang terleseksi secara alami.
Baca Juga :
Halaman Selanjutnya
Toto menyatakan, kalau isunya soal politik uang, yang terjadi sebenarnya hanya memindahkan tempat saja dari yang sebelumnya terjadi di masyarakat pindah ke gedung DPRD. Yang semula penikmatnya sebagian rakyat, sekarang para elit politik anggota DPRD.