IndoBarometer: KMP Kuasai Parlemen, Pemerintahan RI Terbelah

Sidang Paripurna Pemilihan Pimpinan DPR
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Rosa Panggabean
VIVAnews
- Kegaduhan politik di parlemen kini tak lagi bisa dihindarkan. Realita itu terjadi setelah kursi pimpinan DPR RI periode 2014-2019 mutlak dikuasai Koalisi Merah Putih (KMP). Meski diwarnai partai-partai yang tergabung koalisi Jokowi-JK, pelantikan lima pimpinan DPR tetap berjalan.


Kelima pimpinan DPR RI yang dalam rapat Paripurna DPR RI itu adalah, Ketua DPR Setya Novanto dari Golkar, Wakil Ketua DPR masing-masing diisi Fadli Zon dari Gerindra, Fahri Hamzah dari PKS, Agus Hermanto dari Demokrat, Taufik Kurniawan dari PAN.


Direktur Eksekutif Indo Barometer M Qodari mengatakan, realita politik di parlemen saat ini memang sudah dapat diprediksi. Ini terjadi karena PDI Perjuangan gagal menggandeng Partai Demokrat dan satu partai lagi sebagai kekuatan tambahan.
Lansia Salah Satu yang Rentan Terhadap Gelombang Panas, Ini Tips Jaga Lansia Tetap Aman

 
Kementerian Agama Mitigasi Pemberangkatan Calon Jemaah Haji Sulawesi Utara Pasca Erupsi

Alih-alih menggandeng, Partai Demokrat justru menjadi bagian nyata dari KMP, dengan memperoleh jatah kursi pimpinan DPR RI menggantikan PPP.
Gerah Selalu Dapat Kabar Miring dengan Betrand Peto, Sarwendah Siap Lapor


"Konsen kita hari ini, politik Indonesia masuk era
divided government
atau pemerintahan terbelah. Eksekutif dikuasai Koalisi Jokowi-JK, sedangkan legislatif dikuasai KMP," kata Qodari kepada
VIVAnews
, Kamis, 2 Oktober 2014.


Menurut dia, kondisi ini akan membuat pemerintah Jokowi-JK semakin kompleks untuk mengeksekusi program kerja pemerintahannya selama lima tahun mendatang. Terutama yang berkaitan anggaran dan personalia yang perlu mendapat persetujuan DPR.


"Mudah-mudahan
deadlock
ini tidak berimplikasi kepada kesejahteraan masyarakat," ujarnya.


Dia menyarankan, sebaiknya partai yang tergabung dalam Koalisi Jokowi-JK menghindari pertarungan terbuka di DPR. Karena dalam beberapa kali pertarungan politik secara terbuka di parlemen, seperti voting, partai pendukung Jokowi-JK itu selalu keok.


"Mereka harus lebih proaktif menjalin komunikasi politik lewat jalur-jalur politik informal, jangan sampai dipaksakan bertarung terbuka di DPR, kejadiannya akan berulang," ungkap Qodari. (ita)


Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya