Solusi DPR Antisipasi Calon Tunggal Pilkada

Ilustrasi suasana saat Pilkada Serentak.
Sumber :
  • VIVA.co.id/Anhar Rizki Affandi

VIVA.co.id – Wakil Ketua Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat Ahmad Riza Patria mengungkapkan sejumlah alternatif untuk mengatasi munculnya calon tunggal pada Pilkada 2017. Menurutnya, solusi untuk calon tunggal ada beberapa cara.

Keluarga Korban KM Sinar Bangun Bisa Coblos di TPS Tigaras

"Pertama, yang diusulkan itu ada batas ambang bawah dan ambang atas (dukungan partai untuk calon kepala daerah)," kata Riza saat dihubungi VIVA.co.id, Kamis, 3 Maret 2016.

Dengan adanya ambang ambang batas dukungan partai, Riza menilai tidak akan ada calon kepala daerah yang didukung 100 persen oleh semua partai yang ada. Sebab, kalau ada calon kepala daerah didukung 100 persen partai yang ada maka akan memunculkan calon kepala daerah tunggal.

Mendagri Tjahjo Tegaskan Isu Sara Racun Demokrasi

"Sehingga kita ingin batas ambang atas (dukungan partai) misalnya 70 persen atau 60 persen. Kemudian batas ambang bawah itu kalau bisa diperkecil supaya calonnya (kepala daerah) bisa lebih banyak. Nanti bisa diperkecil 10 atau 15 persen. Supaya kemungkinan calon lain besar," ujar Riza.

Riza melanjutkan, selain mengatur ambang batas, alternatif lain untuk mencegah potensi munculnya calon tunggal misalnya anggota TNI, Polri, PNS, dan anggota Dewan tidak perlu mundur. Dia berpendapat, mereka hanya perlu cuti untuk mencalonkan diri sebagai kepala daerah.

Pilkada Kotak Kosong, Salah Siapa?

"Itu juga supaya tidak kekurangan calon. Ketiga, saya setuju kalau (partai) tidak memberikan calon harus diberi sanksi. Cuma masalah yang harus kita diskusikan adalah jangan sampai nanti justru pasangan calonnya yang tidak mau (didukung partai)," kata Riza lagi.

Riza menambahkan kadang ada pasangan calon yang hanya ingin partai politik yang mendukung jumlahnya hanya sedikit misalnya hanya mau didukung satu atau dua partai politik. Artinya pasangan calon bersangkutan yang justru membatasi dukungan.

"Jadi bukan partainya saja. Jadi hati-hati. Dukungan itu kan harus kedua belah pihak. Saya mau dukung kamu, kamu nggak mau didukung gimana dong. Jadi kalau mau ada sanksi harus adil. Yang diberi sanksi jangan hanya partai yang tidak mau mendukung, tapi pasangan calon juga harus kalau tidak mau menerima dukungan harus diberi sanksi," tutur Riza.

Sebelumnya, Kementerian Dalam Negeri sedang menyusun draf revisi UU Pilkada. Revisi ini dilakukan untuk menyambut Pilkada 2017. Adapun poin substansi revisi di antaranya terkait dengan putusan-putusan MK soal Pilkada yang dimasukkan ke dalam UU.

Lalu poin revisi lainnya yaitu soal pendanaan Pilkada, persyaratan dukungan partai politik untuk mengantisipasi munculnya calon tunggal, diperjelasnya konsep petahana, penetapan waktu Pilkada, ketentuan dasar waktu pelantikan, penyederhanaan sengketa pencalonan, sosialisasi partisipasi pemilih, dan prosedur pengisian kekosongan jabatan.

Sebelumnya, masalah calon tunggal Pilkada sempat muncul pada Pilkada serentak 2015. Setidaknya ada tujuh daerah yang tak memiliki calon lebih dari satu.

Mereka antara lain Kabupaten Tasikmalaya (Jawa Barat), Kabupaten Blitar (Jawa Timur), Kabupaten Timor Tengah Utara (Nusa Tenggara Timur), Kabupaten Pacitan (Jawa Timur), Kota Surabaya (Jawa Timur), Kota Mataram (Nusa Tenggara Barat), dan Kota Samarinda (Kalimantan Timur).

KPU akhirnya memutuskan untuk memperpanjang pendaftaran calon di daerah-daerah itu. Setelah itu, hanya tiga daerah yaitu Blitar, Timor Tengah Utara, dan Tasikmalaya, yang masih dengan calon tunggal. Mahkamah Konstitusi kemudian memperbolehkan mereka tetap mengikuti Pilkada serentak periode pertama tersebut.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya