Perizinan Berbelit Hambat Industri Properti Jakarta

Ilustrasi pekerja proyek properti di Indonesia.
Sumber :
  • REUTERS/Beawiharta

VIVA –Dewan Pimpinan Daerah Real Estat Indonesia DKI Jakarta mengungkapkan, berdasarkan survei yang telah mereka lakukan dalam kurun waktu Februari sampai April 2018, para pengembang REI memprediksi industri properti akan stagnan tahun ini.

Jokowi Tawarkan 34 Ribu Hektare Lahan IKN ke Pengusaha Real Estate: Gak Ada Gratisan!

Ketua DPD REI DKI Jakarta Amran Nukman menjelaskan, 55 persen pengembang anggota REI DKI Jakarta menyatakan bahwa kondisi properti 2018 akan tetap sama dibandingkan tahun sebelumnya. Sedangkan 34 persen Iainnya optimis kondisi properti 2018 lebih baik.

"Mayoritas tetap merencanakan mengembangkan perumahan sederhana, menengah atas dan apartemen, dengan prioritas kebutuhan infrastruktur berupa air bersih dan jalan," ujarnya di Kantor DPD Jakarta, Rabu 23 Mei 2018.

Joko Suranto, Crazy Rich Grobogan Jadi Calon Tunggal Ketua Umum REI

Lebih jauh Amran memaparkan, stagnasi tersebut utamanya terdampak oleh kebijakan pemerintah, yakni perpajakan, perizinan, suku bunga kredit. Khusus di DKI Jakarta perizinan masih menjadi tantangan tersendiri.

"Birokrasi adalah faktor yang paling dominan dalam memengaruhi proses perizinan. Sebanyak 69 persen responden menyatakan lebih mudah memperoleh perizinan di luar DKI Jakarta dibandingkan dengan di DKI Jakarta," ucapnya.

REI Sebut UU Cipta Kerja Jadi Tantangan Utama Sektor Properti di Tahun 2023

Hal itu lanjut dia, diperburuk dengan kondisi makro Indonesia, terutama seperti melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS dan kenaikan suku bunga acuan Bank Indonesia. Kondisi tersebut jelas memberi tekanan kepada pelaku usaha pengembang realestat. "Namun demikian pengembang dan pasar properti harus tetap optimis kondisi 2018 akan semakin membaik," ungkapnya.

Meski begitu Amran mengatakan, pengembang masih optimisme di 2018 akan menjadi tahun yang cemerlang bagi industri real estat. Sebab menurutnya, mayoritas pengembang, yakni sebesar 32 persen melihat meski 2018 banyak tekanan namun yang menjadi perhatian mereka untuk berkembang adalah persaingan pasar.

"Tadinya kami kira daya beli masyarakat. Nyatanya kecil. Pembiayaan lokasi juga gak jadi masalah. Jadi yang terbesar persaingan pasar saja," ucapnya.

Adapun dari sisi capital expenditure (Capex), Amran mengatakan, pada tahun 2018 ini sebanyak 33 persen pengembang anggota REI DKI Jakarta membutuhkan Capex masing-masing antara Rp100 sampai Rp500 miliar. (mus)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya