Pandemi Ditambah Kenaikan Cukai Rokok, 4.000 Buruh IHT Kena PHK

Warga menjemur tembakau di Desa Tuksongo, Borobudur, Magelang, Jawa Tengah
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Anis Efizudin

VIVA – Industri Hasil tembakau (IHT) merupakan salah satu industri yang sangat memahami kondisi keuangan negara saat ini. Karena itu, meski dirasa berat dan berdampak negatif kepada pertumbuhan industri dan penjualan rokok, kebijakan kenaikan cukai rokok tahun 2021 lalu yang telah diambil pemerintah tetap diterima para pelaku industri.  Namun, pihak 

Ketua DPD RI Minta Pemerintah Libatkan Masyarakat di 10 Provinsi Primadona PMA

Pelaku Industri Hasil Tembakau (IHT) meminta Pemerintah bersikap lebih bijak dengan tidak menaikan cukai rokok di tahun depan. Selain itu, untuk memberikan kepastian dalam bisnis termasuk masalah percukaian di masa depan.

Ketua Gabungan Pabrik Rokok Surabaya, Sulami Bahar menegaskan, kepastian tersebut salah satunya dalam bentuk peta jalan atau roadmap bisnis IHT di masa depan.

Prabowo Subianto Bicara Ada Partai Oposisi: Perlu, Untuk Check and Balance

“Meski dengan berat hati, kami masih patuh menerima kebijakan kenaikan cukai rokok. Tapi kami berharap ke depan dalam menentukan kebijakan tarif menyesuaikan dengan inflasi dan pertumbuhan ekonomi. Artinya, (Pemerintah)  jangan seenaknya sendiri menaikkan tarif cukai (rokok) tinggi,” tegas sulami dikutip dari keterangannya, Senin, 25 April 2022.

Apabila Pemerintah terus menaikan cukai rokok bahkan tidak mendengarkan masukan dan pendapat dari para pelaku IHT di tanah air. Menurutnya, akan berdampak pada semakin tingginya rokok ilegal masuk di pasaran nasional. 

Jokowi Minta BPKP Andalkan Teknologi untuk Pengawasan Pembangunan

Hal ini karena, daya beli konsumen rokok makin menurun akibat adanya wabah COVID-19 yang diikuti oleh krisis ekonomi. Sementara kebutuhan akan rokok tidak bisa dihentikan. 

“Artinya, di situ yang lebih murah itu rokok ilegal. Padahal, rokok ilegal itu kita tahu sendiri sangat merugikan semua pihak. Terhadap Pemerintah, pendapatan negara hilang, dengan pengusaha ( rokok) terjadi persaingan tidak sehat," ungkapnya.

Ganjar saat berbincang dengan petani tembakau asal Wonosobo.

Photo :
  • VIVA/Teguh Joko Sutrisno

Lebih lanjut, Sulami Bahar menjelaskan, kebijakan Pemerintah selama tiga tahun berturut turut menaikan cukai rokok di atas besaran inflasi telah menambah beban harga kepada setiap batang rokok yang diproduksi perusahaan rokok resmi sebesar 64,5 persen. Bahkan untuk perusahaan atau pabrik rokok yang kecil kecil, beban itu bertambah menjadi 74 persen.

Hal ini karena pabrik rokok tersebut tidak dapat menjual rokoknya mengikuti harga  sesuai harga jual eceran (HJE), tapi di bawah bandrol. Dengan demikian beban yang dipikul produsen rokok atas setiap batang yang diproduksi dan dijualnya menjadi semakin tinggi. 

“Dampaknya, industri hasil tembakau di gologan satu saat ini banyak yang mengajukan untuk turun golongan. Sehingga di negara kita ini hanya tinggal 3 dari sebelumnya 7 perusahaan golongan 1. Jadi ini tidak bisa didiamkan, nanti justru Pemerintah akan terpuruk sendiri, karena yang terbesar  memberikan kontribusi ke negara ini golongan 1, golongan 2. Kalau golongan 3 banyak yang diproteksi,” ungkapnya.

Menurut Sulami Bahar, akibat kenaikan cukai rokok yang dilakukan Pemerintah di tahun 2021 dan berlaku mulai awal Januari 2022, telah berdampak negatif bagi perekonomian, khususnya IHT. Sedikitnya 4.000 buruh rokok telah dirumahkan atau diberhentikan.

“Ada sekitar 4.000 buruh (pabrik rokok)  dari anggota kami yang lay off. Jadi, sebenarnya PHK ini tidak hanya dampak dari kenaikan cukai tetapi ada juga dampak dari pandemi. Jadi, dampak gabungan kenaikan tarif cukai dan adanya pandemic,” jelasnya.

Ditambahkan  Sulami Bahar, dirinya bersama para produsen rokok lainnya yang tergabung dalam Gapero Surabaya, setiap tahunnya selalu merasa deg-degan, dengan kebijakan kebijakan yang akan diambil Pemerintah. Deg degan akan kenaikan cukai rokok yang akan dilakukan Pemerintah dengan besaran yang tidak pasti. 

Hal ini karena Pemerintah tidak memiliki rumusan tertentu atau rumusan kenaikan cukai rokok versi Pemerintah yang tidak  disosialisasikan kepada para pelaku IHT dalam menentukan besaran kenaikan cukai. Harusnya Pemerintah memiliki rumusan yang pasti yang disosialisasikan kepada para pelaku IHT. Sehingga pelaku IHT tidak dibuat pusing.
 
“Dalam menentukan kebijakan tarif cukai rokok seyogyanya Pemerintah itu memperhatikan rumusnya. Rumusnya apa? Inflasi dan pertumbuhan ekonomi. Jangan sampai terjadi sebagaimana di tahun 2020, pertumbuhan ekonominya minus 2,07  tapi kenaikan tarif cukai hasil tembakau justru menjadi 23 persen,” tegas Sulami.

Menurut pandangan Sulami Bahar, ketidakjelasan rumusan  dalam menailkan besaran cukai rokok itu disebabkan hingga saat ini pemerintah tidak memiliki road map IHT. Karena itu, Sulami Bahar mengusulkan kepada pemerintah untuk segera memuat road map IHT.

“ Tidak adanya roadmap  dalam menentukan kebijakan tarif sehingga menjadi tidak pasti. Yang kiranya bisa diantisipasi dengan adanya road map industri hasil tembakau yang berkeadilan dan tentunya harapan kami adanya road map. Intinya seperti itu.

Namun demikian, Sulami Bahar meminta road map dibuat bukan hanya oleh pemerintah dalam hal ini kementrian keuangan saja, melainkan juga melibatkan pihak lain seperti pelaku IHT, Kementerian Pertanian, Kementerian Perindustrian, termasuk perwakilan petani tembakau.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya