Bank Dunia Sebut Subsidi di RI Perlu Direformasi, Ini Dua Alasannya

Ekonom Utama Bank Dunia untuk Indonesia dan Timor-Leste, Habib Rab.
Sumber :
  • Antara

VIVA – Bank Dunia menyarankan agar Indonesia bisa segera mereformasi kebijakan subsidi. Meskipun subsidi energi yang saat ini diberikan mungkin diperlukan untuk bantuan jangka pendek dari tekanan harga komoditas.

Kemah di Kampus, Mahasiswa Jepang Desak Rektor Putus Kerjasama dengan Israel

Ekonom Utama Bank Dunia untuk Indonesia dan Timor-Leste Habib Rab menjelaskan, ada dua alasan penting mengapa reformasi subsidi harus dilakukan. 

Subsidi Untungkan Kelas Menengah dan Atas

Hadiri Qatar Economic Forum, Prabowo Ungkap Hal yang Jadi Prioritas di Pemerintahannya

Alasan pertama adalah subsidi sebagian besar menguntungkan rumah tangga kelas menengah dan atas. Hal itu lantaran rumah tangga tersebut mengonsumsi solar bersubsidi dan LPG bersubsidi dalam porsi yang besar.

Menurutnya, jika kedua subsidi ini diganti dengan transfer sosial yang ditargetkan untuk masyarakat miskin, rentan, dan kelas menengah, pemerintah dapat memiliki tambahan 0,6 persen dari produk domestik bruto (PDB) untuk belanja prioritas pembangunan.

Jelang World Water Forum, Pertamina Patra Niaga Pastikan Pasokan Energi di Bali Aman

"Keputusan terbaru untuk menaikkan harga bahan bakar tertentu dipersilakan. Namun hal tersebut hanya akan berdampak kecil pada subsidi," kata Habib dalam acara Peluncuran Laporan "Indonesia Economic Prospects June 2022" secara daring di Jakarta, Rabu, 22 Juni 2022.

Pertamina menjaga pasokan energi memenuhi kebutuhan BBM dan LPG bersubsidi

Photo :
  • Pertamina

Perlu Exit Plan Secara Bertahap dan Terukur

Alasan kedua, Habib melanjutkan, untuk mengadvokasi reformasi subsidi, yaitu pemberian subsidi energi hanya bersifat sementara dalam menahan inflasi, diperlukan pemikiran rencana keluar atau exit plan yang bertahap dan terukur.

Bank Dunia memperkirakan subsidi energi eksplisit hanya meningkat sedikit dari 0,8 persen dari PDB di tahun 2021 menjadi sekitar 0,9 persen PDB pada 2022.

Namun, subsidi implisit yang dibayarkan kepada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) untuk mengompensasi penjualan listrik dan bahan bakar di bawah harga pasar diproyeksikan meningkat dari 0,7 persen dari PDB pada tahun 2021 menjadi 1,5 persen PDB pada tahun 2022.

"Dengan demikian subsidi energi memang akan membantu menjaga inflasi harga konsumen dalam jangka pendek dan membantu mempertahankan pemulihan permintaan domestik," ujarnya. (Ant/Antara)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya