Kata Pengusaha Hotel Soal Pasal Kumpul Kebo di KUHP Baru yang Ancam Industri Perhotelan

Petugas hotel saat merapikan kamar di Kota Malang. (ilustrasi)
Sumber :
  • VIVA/Lucky Aditya

VIVA Bisnis – Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) memprotes pasal-pasal kontroversial terkait pidana kumpul kebo, yang mengatur hubungan seks di luar nikah. Hal itu sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) terbaru, yang disahkan dalam Rapat Paripurna DPR RI pada Selasa 6 Desember 2022 kemarin.

Kado Mewah SYL untuk Undangan Nikahan yang Pakai Dana Kementan, Ada Bros dan Cincin Emas

Sekretaris Jenderal PHRI, Maulana Yusran mengaku, pihaknya sudah tidak bisa berkata apa-apa lagi saat ini. Karena, sebelumnya PHRI sudah kerap kali memberikan masukan kepada pemerintah, terkait potensi masalah yang akan timbul akibat aturan tersebut.

"Kalau sudah jadi KUHP begini, kita mau ngomong apa lagi? Kita kan berupaya untuk memberikan masukan kepada pemerintah soal adanya potensi yang kontra produktif nantinya, pada saat hal itu diimplementasikan," kata Yusran saat dihubungi VIVA Bisnis, Rabu 7 Desember 2022.

Ada Unsur 21+, Netizen Salfok Kue Bridal Shower Mahalini Raharja

Baca juga: Gaji Fantastis dan Jaringan Bisnis Luas, Intip Pundi-pundi Kekayaan Cristiano Ronaldo

Dia menjelaskan, sebelumnya pemerintah selalu menyampaikan bahwa hal itu tidak masalah, karena pasal mengenai hal itu merupakan delik aduan. "Menurut kami, justru delik aduan itulah yang menjadi permasalahan utamanya," ujarnya.

Kasus Pemuda di Cianjur Nikahi Wanita yang Ternyata Pria, Endingnya Begini

Yusran menyebut adanya paradoks, di mana pemerintah mengakui dua jenis pernikahan. Yakni pernikahan yang menghasilkan akta nikah, dan pernikahan berdasarkan agama tanpa akta nikah. Di sisi lain, industri perhotelan melihat bahwa dengan adanya dua jenis model pernikahan seperti itu, selama ini terdapat potensi konflik yang kerap terjadi di lapangan.

Di mana, kerap terjadi kasus adanya seorang wanita atau istri yang dinikahi secara negara (dengan akta nikah), melaporkan suaminya yang menginap dengan seorang wanita yang dinikahi suaminya secara agama (tanpa akta nikah).

"Nah, kita di PHRI ini kan melihat potensi konflik tersebut, di mana hotel itu adalah tempat yang harusnya memberikan rasa nyaman kepada tamu karena itu merupakan rumah kedua," kata Yusran.

Ilustrasi pelayanan hotel

Photo :
  • VIVA.co.id/ Bobby Andalan/ Bali

Karenanya, implementasi sebelum ada delik aduan seperti di KUHP terbaru ini saja, diakui Yusran kerap menciptakan permasalahan di masyarakat. Apalagi nanti jika ditegaskan dengan KUHP terbaru, karena seharusnya pemerintah menyelesaikan dulu pengakuan mereka atas dua metode pernikahan tersebut.

"Tentunya supaya tidak menyisakan konflik-konflik semacam itu di hotel atau tempat-tempat penginapan," ujar Yusran.

Mengenai apa yang akan dilakukan oleh PHRI terkait KUHP terbaru yang kontroversial ini, Yusran mengaku pihaknya belum memutuskan langkah selanjutnya. Sebab, PHRI hanya sebagian kecil dari industri pariwisata nasional, yang tentunya juga akan terdampak akibat KUHP terbaru tersebut.

"Maka kalau pemerintah sudah men-sahkan KUHP yang berpotensi mengancam industri perhotelan ini, tentu kita tidak bisa berbuat apa-apa lagi. Karena meskipun undang-undang ini ditetapkan sekarang, tapi berlakunya itu bukan di pemerintahan yang sekarang, tapi sekitar tiga tahun lagi," kata Yusran.

"Kita cuma bisa melihat perkembangannya ke depan seperti apa, supaya kita bisa sama-sama menjawab kekhawatiran kita dengan keyakinan pemerintah," ujarnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya