KSP Klaim Perppu Cipta Kerja Akomodir Kepentingan Pekerja hingga Pelaku UMKM
- VIVA/Muhamad Solihin
VIVA Bisnis – Kantor Staf Presiden (KSP) membantah bahwa diterbitkannya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja hanya mewakili kepentingan satu pihak saja, yakni pihak pengusaha.
Tenaga Ahli Utama KSP, Fadjar Dwi Wisnuwardhani menegaskan, Perppu Cipta Kerja justru berdiri di atas kepentingan semua pihak, termasuk pekerja dan pelaku Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM).
"Penerbitan Perppu Cipta Kerja adalah upaya untuk mensinkronkan aturan regulasi yang sudah ada. Perppu ini juga menyederhanakan proses birokrasi, agar dapat mendorong penciptaan perluasan kesempatan kerja dan juga perekonomian secara keseluruhan," kata Fadjar dalam keterangannya, Kamis, 5 Januari 2023.
Dia mengatakan, Perppu Ciptaker berupaya mengakomodir penyerapan aspirasi masyarakat, dan memberikan penjelasan atau informasi ke publik untuk menghindari mispersepsi. Fadjar mencontohkan bagaimana pihak pengusaha mengeluhkan upah minimum dalam PP No 78 tahun 2015, yang dianggap terlalu tinggi. Di satu sisi, pekerja mengeluhkan upah minimum yang dianggap rendah, dalam aturan PP No 36 tahun 2021.
"Formula upah minimum dalam Perppu Cipta Kerja menjadi bukti bahwa Pemerintah memiliki keinginan untuk memoderasi, mendengarkan aspirasi dari masyarakat serta untuk berdiri di atas semua pihak dan kepentingan," ujar Fadjar.
Lagi pula, lanjut Fadjar, Presiden Joko Widodo selalu melihat pada kepentingan negara, kesejahteraan masyarakat, dan kelangsungan usaha, guna mengedepankan investasi dan bertujuan untuk menjaga keberlangsungan negara.
KSP berpendapat bahwa persepsi tentang keberpihakan memang akan selalu muncul, baik dari sisi pengusaha maupun pekerja. Hal ini pun tidak hanya terjadi pada Perppu Cipta Kerja, tapi juga terjadi pada kebijakan-kebijakan pemerintah yang lainnya.
Bahkan, Fadjar juga meluruskan mengenai adanya mispersepsi Perppu Cipta Kerja, yang mengatur libur kerja satu hari dalam sepekan dalam wacana-wacana yang telah berkembang di publik.
“Perlu saya luruskan, pengaturan mengenai durasi hari kerja tidak mengalami perubahan. Hal ini tertuang dalam Perpu Cipta Kerja Pasal 77 Ayat 2 bagian Ketenagakerjaan, dimana telah ditentukan bahwa waktu kerja adalah 7 jam sehari berlaku untuk 6 hari kerja dalam seminggu, atau 8 jam sehari untuk 5 hari kerja dalam seminggu. Di luar waktu yang disepakati itu tentu dihitung sebagai overtime, tidak bisa bersifat sukarela pekerja," ujarnya.