Kebijakan DHE Belum Maksimal, Menko Airlangga: Kita Akan Evaluasi

Ilustrasi ekspor impor.
Sumber :
  • VIVA.co.id/M Ali Wafa

Jakarta – Pemerintah bakal melakukan evaluasi mengenai kebijakan Devisa Hasil Ekspor (DHE) Sumber Daya Alam (SDA). Sebab, kebijakan itu dinilai belum maksimal selamna tiga bulan sejak aturan ini berlaku. 

Ekonomi RI Kuartal I-2024 Tumbuh 5,11 Persen, Airlangga: Tertinggi Sejak 2015

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto mengatakan, melalui kebijakan DHE ini masih terdapat potensi US$8 miliar atau Rp 124,48 triliun (asumsi kurs Rp 15.559 per dolar AS) dolar hasil ekspor yang masih parkir di luar negeri.

"Kita akan lakukan evaluasi devisa hasil ekspor, karena DHE belum maksimal dalam 3 bulan ini. Kita masih melihat potensi US$8 miliar dari devisa ini masih parkir di tempat lain," ujar Airlangga dalam konferensi pers dikutip Selasa, 7 November 2023.

Minister Brings Significant Issue as Indonesian Representative in OECD

Menko Perekonomian Airlangga Hartarto.

Photo :
  • Anisa Aulia/VIVA.

Adapun kebijakan DHE bagi para eksportir itu resmi berlaku sejak 1 Agustus 2023. Hal itu tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) 36 Tahun 2023, yang mewajibkan para eksportir untuk memarkirkan DHE SDA di dalam negeri, dengan jangka waktu minimal 3 bulan.

Wakili Indonesia di OECD, Menko Airlangga Bahas Tiga Isu Penting Ini

Melalui aturan itu, Pemerintah memperkirakan akan mendongkrak cadangan devisa mencapai US$100 miliar per tahun.

"Dengan ketentuan DHE SDA, antara US$60-US$100 milar itu range yang bisa kita dapatkan (dalam setahun)," kata Airlangga dalam konferensi pers di Kemenko Perekonomian, Jakarta, Jumat, 28 Juli 2023.

Pemerintah sendiri sudah menetapkan empat sektor yang wajib DHE diparkirkan di dalam negeri. Itu di antaranya, pertambangan, perkebunan, kehutanan, dan perikanan. Pada 2022 berdasarkan data, total DHE SDA mencapai US$203 miliar, atau 69,5 persen dari total nilai ekspor.

Airlangga menjelaskan, dari empat sektor itu tertinggi berasal dari pertambangan sebesar US$129 miliar atau 44 persen. Itu utamanya berasal dari batu bara yang mencapai 36 persen.

Kemudian perkebunan sebesar US$55,2 miliar atau 18 persen. Di mana komoditas terbesar adalah kelapa sawit yang besarnya adalah US$27,8 miliar atau 50,3 persen.

Berikutnya hutan sebesar US$11,9 miliar atau 4,1 persen. Menurutnya, kontribusi terbesar ada pada pulp and paper industri. Sedangkan sektor perikanan sebesar US$6,9 miliar, yang berasal dari udang dan lainnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya