Kewajiban Sertifikasi Halal Produk UMK Ditunda ke 2026 untuk Lindungi Pelaku Usaha

Kepala BPJPH Muhammad Aqil Irham [dok. Humas BPJPH/ Kementerian Agama]
Sumber :
  • VIVA.co.id/Mohammad Yudha Prasetya

Jakarta – Pemerintah memutuskan untuk menunda pemberlakuan kewajiban sertifikasi halal bagi produk makanan dan minuman usaha mikro dan kecil (UMK) dari 18 Oktober 2024 menjadi Oktober 2026. Hal ini diputuskan oleh Presiden Joko Widodo, dalam Rapat Terbatas pada 15 Mei 2024 di Istana Presiden, Jakarta.

Mandiri Digipreneur Hub Perkuat Digitalisasi dan Pengelolaan Keuangan UMKM

Kepala Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kementerian Agama, Muhammad Aqil Irham mengatakan, guna merespons hal tersebut, pihaknya akan segera membahas hal teknis dengan para kementerian terkait seperti Kemenko Perekonomian, Sekretariat Kabinet, Kementerian Koperasi dan UKM, dan pihak terkait lainnya.

"Kita akan bahas dan siapkan bersama payung hukumnya," kata Aqil dalam keterangannya, Kamis, 16 Mei 2024.

Begini Cara Eks Sekuriti Dapat Foto dan Video Buat Ancam Ria Ricis

Dia mengaku, penundaan kewajiban sertifikasi halal ini juga memberikan waktu bagi pemerintah, untuk mengintensifkan sinergi dan kolaborasi antar Kementerian, Lembaga, Pemerintah Daerah (Pemda), serta para stakeholder terkait. "Utamanya untuk fasilitasi pembiayaan sertifikasi halal, pendataan, layanan yang terintegrasi, dan pembinaan serta edukasi sertifikasi halal," ujarnya.

Aqil menambahkan, pemerintah juga perlu mempersiapkan penganggaran yang cukup untuk fasilitasi sertifikasi halal UMK, melalui program self declare. Sebab, selama ini BPJPH mengalami keterbatasan anggaran untuk pembiayaan fasilitasi sertifikasi halal self declare bagi pelaku UMK, yang per tahun hanya dapat membiayai 1 juta sertifikat halal.

Terungkap Alasan Pelaku Ancam Ria Ricis, Sakit Hati Diberhentikan Kerja

"Keterbatasan ini sangat kami rasakan, terutama pada 2023 dan 2024, di mana kuota selalu terlampaui karena antusiasme pelaku usaha khususnya UMK untuk mendapatkan sertifikat halal gratis," kata Aqil.

BPJPH akan memanfaatkan penundaan kewajiban ini untuk secara terus melakukan sosialisasi, edukasi, serta penguatan literasi dan publikasi kewajiban sertifikasi halal bagi pelaku UMK.

"Diharapkan hal itu dapat meningkatkan kesadaran atau awareness pelaku UMK, terhadap pentingnya sertifikasi halal," ujarnya.

UMK Ada Waktu untuk Mengurus

Ilustrasi kegiatan UMKM.

Photo :
  • Teguh Joko Sutrisno

Sementara itu Menteri Agama, Yaqut Cholil Qoumas telah menjelaskan, kebijakan penundaan kewajiban sertifikasi halal produk makanan dan minuman UMK ini, merupakan bentuk keberpihakan pemerintah terhadap pelaku UMK.

"Dengan penundaan ini, pelaku UMK diberi kesempatan untuk mengurus Nomor Induk Berusaha (NIB) dan mengajukan sertifikasi halal sampai Oktober 2026," kata Menag, Kamis, 16 Mei 2024.

Keputusan ini menurutnya juga untuk melindungi pelaku usaha, khususnya UMK, agar tidak bermasalah secara hukum atau terkena sanksi administratif.

"Bagi selain produk UMK yang terkategori self declare, misalnya produk usaha menengah dan besar, kewajiban sertifikasi halalnya tetap diberlakukan mulai 18 Oktober 2024," ujarnya.

Sebagai informasi, kewajiban sertifikasi halal diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) No 39 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Jaminan Produk Halal. Pasal 140 regulasi ini mengatur bahwa penahapan kewajiban bersertifikat halal bagi produk makanan, minuman, hasil sembelihan, dan jasa penyembelihan dimulai dari tanggal 17 Oktober 2019 sampai dengan 17 Oktober 2024.

Pemerintah selama ini telah memberikan banyak kemudahan kepada pelaku usaha dalam mengurus sertifikasi halal. Misalnya, tarif sertifikasi halal yang murah, fasilitasi pembiayaan sertifikasi halal gratis bagi UMK, penataan kewenangan yang lebih baik, proses layanan yang lebih cepat melalui digitalisasi layanan sertifikasi halal, serta pemangkasan SLA dari 90 hari menjadi 21 hari.

Pemerintah juga telah membangun ekosistem halal, antara lain dengan memperbanyak Lembaga Pemeriksa Halal (LPH) dari 1 menjadi 72 LPH serta terbentuknya 17 Lembaga Pelatihan Jaminan Produk Halal yang tersebar di seluruh Indonesia. Selain itu, saat ini sudah ada 248 Lembaga Pendamping Proses Produk Halal (LP3H). Penguatan SDM layanan juga terus dilakukan dengan melatih 94.711 Pendamping Proses Produk Halal (P3H), 1.220 Auditor Halal yang berada pada 72 LPH, 7.878 Penyelia Halal.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya