- ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari
VIVA – Pernyataan kontroversial Kepala Badan Siber dan Sandi Negara Djoko Setiadi terkait berita palsu atau hoax (hoaks) tidak selamanya negatif, namun ada sisi positifnya, mengundang kritik banyak pihak. Salah satunya adalah anggota DPR, Tubagus Hasanuddin.
Menurutnya, pernyataan Djoko tersebut keliru dan tidak sesuai dengan Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik. Ia bahkan menuding Djoko tidak memahami pengertian hoax yang sesungguhnya.
Wakil Ketua Komisi I DPR ini kemudian menjelaskan fungsi dan peran BSSN. "Yang harus dipahami adalah BSSN bukanlah lembaga hukum," kata dia, dalam keterangannya, Kamis, 4 Januari 2018.
Hasanuddin juga mengatakan, andaikata dalam melakukan tugasnya BSSN menemukan bukti dan fakta keterlibatan seseorang atau kelompok dalam melakukan penyebaran informasi hoax, menurutnya, hal itu langsung dikordinasikan ke pihak Polri untuk segera diambil tindakan.
Tak hanya itu, ia mengingatkan, sebagai pejabat negara, Djoko Setiadi sebaiknya hati-hati dalam menyampaikan sesuatu kepada publik. "Pahami dulu akar persoalan sebelum bicara ke publik," lanjut pensiunan perwira tinggi TNI itu.
Bahkan, menurut Hasanuddin, dalam Pasal 27 UU ITE sudah dijelaskan, bukan hanya menjerat pelaku pembuat hoax, tetapi juga menyasar mereka yang mendistribusikan, mentransmisikan, dan atau membuat konten tersebut dapat diakses secara elektronik.
"Jadi, mereka yang membagikan informasi atau konten yang melanggar UU ITE bisa ikut dijerat dan dikenakan hukuman," lanjut politisi PDIP itu.
Selanjutnya, dalam Pasal 28 (1) UU ITE, juga disebutkan bahwa setiap orang yang dengan sengaja dan atau tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan, ancamannya bisa terkena pidana maksimal enam tahun dan denda maksimal Rp1 miliar.
"Ada juga Pasal 28 (2) mengatur soal sanksi hukum bagi pelaku penebar ujaran kebencian dan isu SARA. Jadi, tidak hanya mengatur soal sanksi hukum bagi penebar berita atau informasi hoax saja," paparnya. (ren)