Berkat Facebook, RUU Perlindungan Data Pribadi akan Masuk Prolegnas

Ilutsrasi data pribadi dan password
Sumber :
  • www.pixabay.com/TBIT

VIVA – Rancangan Undang-undang Perlindungan Data Pribadi atau PDP akhirnya akan menjadi prioritas untuk masuk program legislasi nasional. Hal ini berkat skandal Facebook.

Pemerintah Sudah Kantongi Rp 112 Miliar Pajak Transaksi Kripto pada 2024

Direktur Jenderal Aplikasi Telematika (Dirjen Aptika) Kementerian Komunikasi dan Informatika, Sammy Pangerapan, dalam editors meeting dengan Elsam dan Privacy International, di Jakarta, Kamis, 25 Oktober 2018 mengatakan, kasus kebocoran data Facebook oleh Cambridge Analytica memberikan kesadaran kepada para anggota dewan untuk mempercepat pembahasan RUU PDP ini.

"Saat Facebook bermasalah kemarin, semua langsung tersadar harus ada perlindungan data pribadi. Kemarin dibahas dan akan masuk prolegnas prioritas. Akan diplenokan pada 29 Oktober nanti," kata pria yang akrab disapa Semmy tersebut.

Permudah Transaksi Jemaah Haji, Kartu Debit Bank Muamalat Sudah Bisa Nirsentuh

Semmy menuturkan, semangat Undang-Undang PDP sejatinya sudah ada di beberapa UU yang sudah ada saat ini, walau tidak spesifik. Misalnya ada di Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik Pasal 26, Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik, Peraturan Menkominfo Nomor 20 Tahun 2016 tentang Perlindungan Data Pribadi Dalam Sistem Elektronik.

Semmy mengakui, perlindungan data pribadi pada beberapa peraturan itu belum menyertakan sanksi pidana bagi yang melanggarnya.

BRI Targetkan Pengguna BRImo Tembus 36 Juta di Akhir 2024

Nah, nantinya, salah satu isi pasal di Undang-Undang PDP adalah hukuman bagi korporasi dan individual yang menyalahgunakan data pribadi. Usulan yang masuk, ancaman hukumannya cukup berat, bisa 10 tahun penjara.

"Pembahasan RUU ini memang lama karena itu tadi, banyak UU yang bersinggungan walaupun pemahamannya beda. Jadi harus diselaraskan. Misalnya UU Administrasi Kependudukan, UU ITE, dan lainnya. Butuh bertahun-tahun untuk menyamakan perspektif ini. Belum lagi institusi dan kementerian yang menginginkan adanya aturan turunan di masing-masing mereka. Ini yang membuat lama," kata Semmy.

Salah satu yang cukup berpolemik adalah sinkronisasi dengan institusi Dukcapil. Semmy mengatakan, hal ini lah yang membuat harmonisasi memakan waktu paling lambat. 

"Yang alot, tiap instansi maunya ada pengaturan turunan. Pemerintah maunya PP. Tapi itu sudah kami tegaskan, tidak boleh," kata Semmy.

Namun banyak pihak yang pesimis RUU ini bisa disahkan dalam waktu dekat. Sebabnya, saat ini sudah memasuki tahun politik. 

"Kami pesimis. Tahun 2018 saja belum ada UU yang disahkan. Pesimis bisa diselesaikan di periode DPR sekarang," kata Bayu Wardhana, dari Aliansi Jurnalis Independen.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya