Bukan Kebakaran Hutan, Bencana Ini Paling Ditakuti di Jambi

Kebakaran hutan gambut di Riau.
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Aswaddy Hamid

VIVA – Kebakaran hutan dan lahan atau karhutla kerap terjadi di Jambi. Badan Nasional Penanggulangan Bencana mencatat selama 1997-2017 telah terjadi karhutla sebanyak 54 kali, di mana puncaknya terjadi pada 2015, dengan titik api yang mencapai 1.740.

Sahroni Minta Polri All Out usut Kasus Karhutla: Tak Mungkin Murni Faktor Cuaca

Pada 2016, survei penduduk menunjukkan bahwa bencana kabut asap merupakan ancaman yang paling ditakuti dibandingkan kebakaran hutan dan kekeringan.

Kabut asap yang dihasilkan karhutla berdampak signifikan terhadap kesehatan dan lingkungan, serta kegiatan mereka sehari-hari.

Malaysia Kirim Surat Soal Kabut Asap, Jokowi: Saya Sudah Perintahkan Panglima, Kapolri, dan Pemda

Kemudian, pada Agustus-Oktober 2015, jumlah penduduk yang terkena ISPA (infeksi saluran pernafasan atas) mencapai 124 ribu orang. Tidak hanya ISPA, penduduk juga menderita sakit mata dan kulit.

Salah satu anggota kelompok Penelitian Ekologi Manusia-Pusat Penelitian Kependudukan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Denny Hidayati, mengatakan kabut asap sangat berpengaruh terhadap sumber mata pencaharian warga Jambi.

Kabut Asap Semakin Mengkhawatirkan, Pemerintah Malaysia Kirim Surat ke Indonesia

"Jelas berpengaruh terhadap keberlangsungan ekonomi, terutama petani kelapa sawit dan karet. Secara signifikan mengalami penurunan sekitar 40 persen di lokasi tempat kami melakukan penelitian," kata Denny di Jakarta, Kamis, 27 Desember 2018.

Penduduk asli melayu-Jambi, transmigrasi dan orang rimba, dinilai belum siap dalam menghadapi bencana asap dan masih minim pengetahuan untuk mitigasi. Mereka hanya membentengi diri dengan masker dari bahan seadanya seperti sapu tangan, selendang, dan jilbab.

Sedangkan, orang rimba memilih untuk menghindar dari pekatnya kabut asap dengan pindah sementara ke kawasan hutan yang asapnya tidak terlalu parah.

Peran pemerintah daerah dalam melakukan upaya mitigasi dinilai LIPI masih memiliki keterbatasan. Dari 300 desa yang rawan bencana, hanya sebagian kecil dari mereka yang mendapat sosialisasi.

"Terbatasnya upaya dalam mengurangi risiko asap karhutla, mengindikasikan pentingnya peran pemerintah untuk melakukan sosialisasi dengan jangka waktu yang lebih lama," ungkap Denny.

Kegiatan mitigasi tidak bisa jika hanya dilakukan sekali saja tapi perlu dilakukan berulang-ulang agar masyarakat selalu mengingat apa yang harus dilakukan.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya