Logo WARTAEKONOMI

Facebook Larang Ajakan 'Jangan Memilih'

Logo Facebook.-(FOTO: Adam Berry/Getty Images)
Logo Facebook.-(FOTO: Adam Berry/Getty Images)
Sumber :
  • wartaekonomi

Facebook akan berperan dalam menyukseskan Pemilihan Presiden Amerika Serikat yang akan digelar tahun mendatang. Caranya dengan melarang iklan yang memengaruhi orang agar tidak mengikuti pemilihan.

Melansir Reuters, menurut Audit Hak Sipil tahunan yang diterbitkan pada Minggu (30/06/2019), Chief Operating Officer Facebook, Sheryl Sandberg mengatakan, dalam sebuah posting-an blog yang mengumumkan laporan tersebut, perusahaan berjanji memberlakukan larangan kebijakan pencekalan ajakan "don’t vote", mulai musim gugur, sebelum Pemilu AS 2019 pada 5 November mendatang.

Masih untuk menyukseskan Pemilihan Presiden AS, tahun lalu Facebook memperluas kebijakan terhadap penindasan pemilih dengan melarang posting-an yang menyebarkan informasi yang salah tentang metode pemilihan, berkaitan dengan tanggal, waktu pemilihan, dan lokasi pemungutan suara. Aturan-aturan itu termasuk pelarangan taktik intimidasi seperti misrepresentasi tentang apakah suara akan dihitung atau tidak.

Kebijakan "jangan memilih" sendiri saat ini sedang dalam tahap pengembangan, dan perusahaan mencari saran dari organisasi yang melaksanakan pemilihan di Amerika. Kebijakan tersebut kemungkinan hanya berlaku di AS dalam rilis awal, dan tidak termasuk memolisikan pengguna dari tindakannya.

Tidak hanya itu, Facebook juga akan proaktif menghapus konten berbahaya terkait dengan pemilu. Guna menangkal upaya terkoordinasi untuk memengaruhi pemilih, bahkan perusahaan tidak akan menerima iklan yang mengandung ajakan "jangan memilih".

"Kami fokus pada iklan karena ada komponen yang ditargetkan di dalamnya. Kami mengenalinya sebagai taktik politik, yang jauh lebih sejalan dengan penindasan pemilih," kata Direktur Kebijakan Publik Facebook Neil Potts.

Iklan yang memberi tahu orang-orang untuk "memboikot pemilihan" menargetkan pengguna Facebook Afrika-Amerika secara tidak proporsional, menurut Ian Vandewalker, dewan senior di Brennan Center for Justice.