Kalau Grab dan Gojek 'Kawin': Mereka Untung, Konsumen Buntung

Persaingan Grab dan Gojek.
Sumber :
  • Financial Times

VIVA – Pengamat ekonomi dari Universitas Indonesia Fithra Faisal menyebut jika benar Grab dan Gojek merger, maka ekosistem di transportasi online tidak baik karena aktvitas monopoli semakin kuat.

Bank Indonesia: Keyakinan Konsumen Terhadap Ekonomi Bali Meningkat

"Kalau terjadi monopoli maka bisa berbuat seenaknya. Ujung-ujungnya konsumen dirugikan. Dengan adanya kompetisi maka semakin banyaknya player (pemain di industri ini) itu bagus untuk konsumen dan efisiensi pasar. Meski mergernya masih spekulasi, ya," kata Fithra kepada VIVA, Selasa malam, 25 Februari 2020.

Seperti diketahui, pemain ride-hailing di Indonesia bukan hanya Grab dan Gojek, meski keduanya masih yang terbesar. Mereka adalah Anterin, Bonceng, Cyberjek dan Maxim.

Pendiri GoTo Andre Soelistyo Lepas Jabatan Komisaris

Jika merger benar terjadi, maka menjadi langkah bisnis besar berikutnya bagi Grab setelah mereka membeli bisnis Uber di Asia Tenggara pada akhir Maret 2018. Sayang, Grab kena sanksi oleh Singapura karena aksi korporasinya tidak dikonsultasikan terlebih dahulu dan juga melanggar prinsip persaingan usaha.

Kuncinya di tarif

Cetak Rekor Laba Tertinggi Sejak Berdiri, ASDP Buktikan Kesetaraan Gender Dongkrak Kinerja Bisnis

Meski begitu, lewat merger ini mereka akan menjadi layanan ride-hailing terbesar ketiga di dunia, setelah Uber dan Didi Chuxing. Fithra lalu membuat simulasi apabila merger benar-benar terjadi.

"Saya melihat merger akan menyiutkan pasar. Karena konsumen tidak punya pilihan lain. Kita bicara transportasi online. Kalau cuma satu akan jadi monopoli. Memang mereka akan untung besar, tapi praktik monopoli ini akan menimbulkan ketidakefisienan ekonomi," tutur dia.

Selain itu, Fithra menyebut merger pengaruhnya bagi konsumen adalah akan ada pelayanan terburuk serta tarif yang tidak bisa dibandingkan lagi sebab hanya ada satu pemain. Meski berpotensi akan merugikan konsumen, ia melihat potensi transportasi online akan ditinggal konsumen, kecil.

"Begini. Ditinggal sepenuhnya enggak tapi ada potensi besar kalau konsumen beralih ke jenis transportasi lain. Menurut saya sekitar 70 persen. Karena, pengguna Gojek dan Grab kebanyakan berasal dari masyarakat menegah ke bawah. Jadi sangat sensitif dengan tarif," jelas Fithra.

Masih mengganjal

Pada kesempatan terpisah, Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo), Johnny G Plate, mengaku jika rencana merger merupakan murni masalah bisnis. Ia berharap penyatuan ini bisa meramaikan ruang bisnis di industri digital Indonesia.

"Kalau rencana itu kan aktivitas bisnis semata. Pastinya, kita ingin konsolidasi ini dalam rangka menyemarakkan bisnis di ruang digital Indonesia," kata dia, secara singkat.

Mengutip situs Tech in Asia, perkawinan Grab dan Gojek akan sangat menguntungkan bagi keduanya. Dari perhitungan yang dilakukan, hasil merger itu bisa menghasilkan omzet hingga US$16,7 miliar (Rp240 triliun) per tahun dengan valuasi hingga US$72 miliar (Rp1.000 triliun) di 2025.

Laporan Grab dan Gojek merger berawal dari laporan The Information mengatakan jika Grab dan Gojek saat ini sedang dalam tahap pembicaraan intens untuk menyatukan dua layanan transportasi online terbesar di Asia Tenggara.

Selain itu, menurut sumber dari The Information, Grab sudah melapor ke para investornya jika Gojek minta 50 persen kepemilikan saham di perusahaan baru hasil perkawinan tersebut. Sementara Grab ingin menjadi pengendali utama dari hasil merger ini.

Ilustrasi Ojek Online

[dok. Direktur & Chief Financial Officer (CFO) BNBR, Roy Hendrajanto M. Sakti dan jajarannya, saat mengecek hasil 3D Construction Printing PT Modula Tiga Dimensi]

Bangun Rumah Via Aplikasi, BNBR Incar Pasar Ritel Rumah 3D Construction Printing

Direktur & Chief Financial Officer (CFO) BNBR, Roy Hendrajanto M Sakti mengatakan, pihaknya juga akan menyasar pasar pembangunan rumah 3D secara ritel.

img_title
VIVA.co.id
21 Mei 2024