Logo DW

COVID-19: Social Distancing Saja Sulit di Indonesia, Apalagi Lockdown

Evakuasi WNI di Wuhan Terkait Penyebaran Virus Corona.
Evakuasi WNI di Wuhan Terkait Penyebaran Virus Corona.
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Kementerian Luar Negeri RI/mrh/aww

"Jangankan lockdown, social distancing saja sulit,” ujarnya kepada DW Indonesia, Rabu, 25 Maret 2020.

Ia menyebut tiga faktor menjadi penyebabnya, yaitu sosial, kultural dan spiritual. Secara sosial, masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang sangat komunal, artinya memiliki ketergantungan yang sangat kuat atas kebersamaan dengan orang lain.

Secara kultural, ia menyebut bahwa masyarakat Indonesia masuk dalam kategori ‘masyarakat jangka pendek' atau short term society, yang ditandai dengan jargon "kita hidup untuk hari ini.” Hal ini berbeda dengan masyarakat barat yang menurutnya masuk dalam kategori long term society, di mana warganya terbiasa menyusun langkah-langkah hidup secara sistematis.

"Ini yang membuat konteks pengaturan masyarakat barat akan lebih mudah untuk diajak duduk bicara secara objektif, untuk memikirkan langkah-langkah ke depan dalam berbagai aspek kehidupan,” jelasnya.

Selain itu, aspek spiritual yang sangat kuat membuat masyarakat selalu percaya bahwa akan ada kekuatan lain yang membantu mereka melampaui persoalan-persoalan yang ada, dalam hal ini bencana COVID-19. "Makanya tidak mudah untuk kampanye untuk tinggal di rumah,” ujar Devie.

Alih-alih menerapkan lockdown apalagi dengan sanksi, Devie mengatakan bahwa masyarakat lebih baik diberikan insentif supaya mereka tergerak untuk mau melakukan penjagaan jarak aman dari kerumunan sosial.

"Bayangkan, tilang saja kita lihat banyak videonya bagaimana masyarakat bisa ngamuk-ngamuk sama polisi. Ini saya tidak terbayang, kalau misalnya dia bilang saya mau beli telur terus tiba-tiba polisi di depan pakai senjata, yang ada itu emak-emak bakal ngamuk-ngamuk, masyarakat akan ngamuk-ngamuk. Chaos yang ada, sulit,” katanya, mengakhiri pembicaraan. (ae/hp)