Heboh Pemanasan Global Enggak Bisa Disetop

Ilustrasi pemanasan global.
Sumber :
  • Independent

VIVA – Baru-baru ini sebuah jurnal ilmiah menjadi kontroversial, karena mengatakan pemanasan global tidak akan bisa dihentikan walau emisi gas rumah kaca ditiadakan. Nah, lantaran berpotensi menyebabkan keputusasaan, para peneliti pun memberikan klarifikasi.

eSIM Bagian dari Mengurangi Jejak Karbon

Dilansir dari situs The Australian, Minggu, 15 November 2020, studi dilakukan oleh para ilmuwan Norwegia, menulis siaran pers berjudul, 'Menghentikan emisi gas rumah kaca mungkin tidak menghentikan pemanasan global'.

Baca: Nonton Video Streaming Enggak Bikin Bumi Menangis

Kasus Dengue di Indonesia Meningkat Dua Kali Lipat efek El Nino, Menurut Kemenkes

Studi ilmiah itu mendapat banyak kritikan dari para ilmuwan terkemuka. Jurnal tersebut diakui oleh mereka berbasiskan model komputer dan hasilnya masih harus diuji dengan model alternatif lainnya.

Penelitian menemukan, meskipun tahun ini gas rumah kaca buatan manusia berkurang menjadi nol, suhu global masih sekitar 3 derajat Celcius lebih hangat dan permukaan laut 2,5 meter, atau lebih panas dibandingkan pada 1850.

Fasilitas Kesehatan Bagian dari Praktik Bisnis Ramah Lingkungan

Salah satu yang melayangkan protes adalah Richard Betts dari Universitas Exeter. Ia mempertanyakan kesimpulan dari penelitian tersebut. Studi telah memberi ketakutan pada publik dan menyesatkan.

"Meskipun siaran pers menunjukan bahwa pemanasan global mungkin tidak dapat dihentikan selama berabad-abad, hasil model dalam makalah ini tidak meyakinkan," ujarnya.

Betts melanjutkan, makalah memang tidak benar-benar mengklaim bahwa hasil studinya akan terjadi di dunia nyata. Namun siaran pers yang mereka keluarkan telah melangkah lebih jauh dan mengatakannya sebagai prediksi. Padahal imuwan Norwegia hanya menggunakan satu permodelan.

Makalah tersebut dituding membawa pesan yang menyesatkan, seolah-olah mengatakan sudah terlambat untuk menghindari bencana perubahan iklim dan bisa menyebabkan keputusasaan publik. Padahal penelitian tidak cukup kuat untuk membuat pesan yang menakutkan.

Pihak yang merilis studi, Springer Nature mengatakan, "Setelah kami mengetahui kekhawatiran yang diajukan oleh beberapa ilmuwan, kami memeriksanya dan memutuskan perlunya klarifikasi dalam siaran pers tentang model yang digunakan," jelasnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya