5 Efek Buruk Sosial Media bagi Kesehatan Mental dan Cara Mengatasinya

Ilustrasi Menggunakan Media Sosial (Foto: komunikasulut.com)
Sumber :
  • vstory

VIVA – Zaman sekarang kehidupan seseorang tampak tak lepas dari sosial media. Sosial media menjadi salah satu bagian yang tak terpisahkan apalagi untuk interaksi sehari-hari. Meski begitu, tidak sedikit juga yang belum menggunakan sosial media dengan bijaksana. Sehingga dampak negatif sosial media masih sulit dihindari.

Rawat Kesehatan Mental, Maybelline Beri Akses Konseling Gratis buat Gen-Z

Biasanya orang menggunakan media sosial untuk meredakan stres atau melampiaskan sesuatu, mulai dari mengkritik suatu pemberitaan, layanan konsumen, menyerukan kampanye, melihat video lucu, dan lain-lain. Penggunaan sosial media yang berlebihan dapat memberikan pengaruh terhadap kesehatan mental.

Seperti dilansir dari Conseling South Austin, ada lima alasan mengapa sosial media dapat menjadi dampak buruk bagi kesehatan mental. Berikut rinciannya:

Wakil Ketua MPR, Lestari Moerdijat Soroti Kesehatan Mental Generasi Muda Indonesia

1. Tidak Percaya Diri

Salah satu sosial media seperti Facebook biasanya digunakan untuk mengumumkan pertunangan, kelahiran bayi, mempromosikan lowongan pekerjaan dan pamer foto selfie.

Belasan Rumah dan Fasilitas Publik di Wajo Rusak Berat dampak Banjir Bandang, Menurut BNPB

Saat orang lain memilih untuk hanya membagikan aspek positif dan foto dari kehidupan mereka di media sosial, hal itu menciptakan dasar yang tidak realistis untuk membandingkan diri sendiri. Demikian pula, ketika orang lain memposting keberadaan mereka, pesta apa yang mereka hadiri, dan peristiwa kehidupan menarik lainnya, kita mulai takut bahwa kita ketinggalan kalau tidak ikut meng-update berita yang sama. Ketika kita terus-menerus membandingkan diri kita dengan dunia semu yang tidak realistis ini, hal itu dapat berdampak negatif pada harga diri kita. Ketika kita meluangkan waktu untuk menyadari bahwa apa yang orang lain posting hanya menceritakan bagian dari kisah hidup mereka (seringkali hanya bagian positif), kita dapat berhenti bersikap keras pada diri kita sendiri.

2. Gangguan

Cukup jelas bagaimana media sosial dapat menurunkan produktivitas seseorang. Anda bisa menghabiskan waktu berjam-jam untuk melihat kehidupan orang lain di sosial media misalnya di Instagram. Mari kita hadapi itu, orang-orang itu menarik, dan kita semua memiliki teman-teman Facebook atau Instagram dengan kehidupan yang menyerupai sinetron.

3. Ketergantungan

Kecanduan sosial media dalah hal yang nyata. Studi terbaru menunjukkan sifat adiktifnya berasal dari penguatan positif yang kita terima dari sosial media. Sosial media menjadi pelarian karena menghindarkan seseorang dari kebosanan. Demikian pula, ketika teman-teman kita “menyukai” postingan kita, itu dapat memberi kita rasa penting yang dapat semakin memperkuat penggunaan sosial kita. Apa yang bertindak sebagai penguatan positif bisa menjadi adiktif.

4. Kecemasan Sosial

Anda menggunakan sosial media untuk tetap terhubung dengan orang lain, tetapi itu tidak memiliki sifat yang sama dengan interaksi manusia nyata, kebutuhan manusia yang diperlukan. Bagi mereka yang sudah rentan terhadap kecemasan sosial, ketergantungan pada sosial media dapat membuat seseorang semakin cemas ketika dihadapkan dengan interaksi tatap muka. Ketika berkomunikasi di balik kenyamanan layar komputer menjadi lebih umum, interaksi manusia yang nyata dapat menjadi hal yang menakutkan bagi sebagian orang.

Sama seperti sosial media dapat meningkatkan kecemasan kita tentang berkomunikasi dengan orang lain, itu juga dapat memiliki pengaruh sebaliknya dalam meningkatkan ketakutan kita akan kesendirian. Melalui sosial media, perasaan terus-menerus terhubung dengan orang-orang yang kita kenal selalu dalam jangkauan smartphone kita.

5. Penindasan Dunia Maya

Dalam beberapa tahun terakhir, intimidasi dunia maya telah menjadi topik hangat di berita, dan untuk alasan yang bagus. Ya, cyber bullying banyak diterima oleh siapa saja tanpa pandang status sosial.

Sosial media memungkinkan pengganggu bersembunyi di balik komputer mereka, terlepas dari dampak kata-kata mereka terhadap korbannya. Demikian pula, sosial media memungkinkan adanya kekosongan antara tindakan dan konsekuensi seseorang.

Tak hanya itu, sosial media juga memiliki efek kecanduan yang sama seperti menggunakan obat terlarang. Universitas Nottingham Trent melakukan studi dengan meneliti karakteristik psikologis, kepribadian, dan kaitan keduanya dengan penggunaan medsos.

Hasilnya, seseorang rentan mengalami kecanduan medsos jika penggunaannya tak kenal waktu, membuat dirinya mengabaikan kehidupan pribadi dan memengaruhi suasana hati, (seperti cemas dan gelisah saat tidak memegang handphone atau mengecek akun medsosnya).

Penggunaan handphone yang terlalu lama bia mengganggu sistem kerja otak yang membantu Anda berkonsentrasi. Terlalu fokus pada apa yang terjadi di medsos akan membuat perhatian real time Anda teralihkan. Hal ini dikarenakan seseorang bisa menggunakan sosial media selama berjam-jam, sehingga kesehatan mata dan otak pun dapat terganggu.

Menurut studi yang dilakukan Universitas Palo Alto, AS, Oktober 2014, hal ini menandakan Anda merasa kurang bahagia pada diri sendiri. dan ujung-ujungnya bisa menyebabkan kecemasan dan depresi pada diri Anda.

International Journal of Mental Health and Addiction menganalisis pengaruh medsos pada kesehatan mental orang dewasa di Indonesia. Hasilnya, penggunaan medsos menyebabkan depresi hingga 9 persen.

Pada Maret 2018, sebuah survei yang mengikutsertakan 1.000 orang generasi Z, melaporkan, lebih dari sepertiga Generasi Z dinyatakan berhenti dari medsos untuk selamanya karena 41 persen dari mereka merasa cemas, sedih, dan tertekan selama menggunakan platform medsos.

Ben Jacobs, seorang DJ yang memiliki lebih dari 5.000 pengikut di Twitter, memutuskan berhenti dari platform tersebut pada Januari 2016 dan merasakan hidupnya lebih bermanfaat setelahnya.

Waktu Yang Dianjurkan untuk Sosial Media

Anda dianjurkan menggunakan sosial media cukup maksimal dua jam setiap hari. Dan jika Anda merasa mengalami tekanan psikis (cemburu atau cemas) usai melihat unggahan orang lain, lebih baik segera berhenti bermedsos dan mengalihkan pikiran melakukan kegiatan lain yang membuat Anda lebih bahagia.

Cara Mengatasi

Setelah kamu mengidentifikasi media sosial mana yang membangkitkan perasaan iri dan minder, Anda dapat menerapkan mindfulness dalam pikiranmu. "Mindfulness adalah teknik hebat untuk menempatkan segala sesuatu ke dalam perspektif dan membantu kita mengatasi efek negatif dari media sosial," kata Vogel.

Dengan latihan ini, kamu dapat belajar untuk mengamati emosi-emosi dengan sadar tanpa tersesat atau terjebak di dalamnya. Setelah mengenali respons refleks, pikiran dan perasaan negatif yang muncul secara spontan di kepala saat kamu menggulir media sosial, kamu dapat memutus siklus yang tidak disadari. Alih-alih secara pasif mengalami perasaan iri pada suatu hal di media sosial, kamu dapat membuat pilihan sadar untuk melepaskan diri dari itu.

Cobalah bernapas dalam-dalam dan berkata, "Aku mengakui rasa iri ini (tarik napas); Aku melepaskan rasa iri ini (menghembuskan napas)."

Tak hanya itu, masih ada cara lain yang dapat mengatasi Anda agar tidak terlalu lama menggunakan sosial media. Sebuah studi yang ditulis bersama Lyubomirsky tahun 2017 menunjukkan bahwa bersyukur mengurangi stres dan perasaan depresi sambil meningkatkan kepuasan, kesejahteraan, dan motivasi untuk meningkatkan diri secara keseluruhan.

Membentuk hubungan yang lebih bermakna sangat penting untuk mengimbangi efek negatif dari media sosial. "Ketika kamu menghabiskan waktu berbicara dengan orang secara langsung, kamu belajar tentang tantangan dan masalah mereka, serta kabar baik mereka," kata Lyubomirsky.

Menjalin koneksi yang tulus tidak hanya mengingatkan betapa rumitnya kehidupan bagi semua orang, tetapi juga menegaskan kembali betapa pentingnya dukungan, empati, dan kasih sayang bagi semua interaksi, baik online maupun offline.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya