Twitter Hanya Harus Menyerahkan Sosok Ini ke Elon Musk

Ilustrasi Twitter.
Sumber :
  • Alex Castro

VIVA Tekno – Twitter tidak harus menyerahkan sebagian besar nama karyawan kepada Elon Musk, yang dia katakan sebagai saksi kunci dalam pertempuran hukum atas usulan pembelian perusahaan media sosial senilai US$44 miliar (Rp650 triliun) tersebut.

Produk Baja Lapis RI Siap Ekspansi ke Pasar Konstruksi Australia

Elon Musk baru-baru ini menuduh Twitter menyembunyikan nama-nama pekerja yang secara khusus bertanggung jawab untuk mengevaluasi berapa banyak basis pelanggan platform yang terdiri dari akun spam dan bot.

Pria keturunan Afrika Selatan itu bahkan meminta hakim untuk memaksa Twitter mengidentifikasi mereka. Sejauh ini Twitter telah menyerahkan nama-nama 'penjaga arsip' yang tidak begitu akrab dengan data yang dipermasalahkan.

Genjot Pengembangan Ekonomi Syariah, Bank Jago Kasih Buktinya

Awal pekan ini, Hakim Pengadilan Kanselir Delaware Kathaleen St. J. McCormick menolak permintaan Musk, memerintahkan bahwa Twitter tidak perlu 'mengumpulkan, meninjau, atau menghasilkan dokumen' dari 22 penjaga arsip yang diminta Elon Musk.

Mereka hanya harus menyerahkan Kayvon Beykpour, merupakan mantan Kepala Produk Konsumen, menurut laman The Star, Selasa, 16 Agustus 2022.

Target Rampung 2025, Pupuk Kaltim Mulai Revamping Pupuk Tertuanya

Beykpour adalah eksekutif produk teratas di Twitter selama bertahun-tahun sebelum dia secara tak terduga diberhentikan oleh CEO Twitter Parag Agrawal.

Tim produk merupakan yang paling bertanggung jawab langsung untuk memperluas basis pengguna Twitter dan kualitas basis itulah yang dipertanyakan Elon Musk.

Beykpour bergabung dengan Twitter pada tahun 2015 ketika perusahaan tersebut mengakuisisi aplikasi video streaming Periscope dan dengan cepat naik peringkat di bawah mantan CEO Twitter Jack Dorsey.

Dia mendorong Twitter ke area produk baru, seperti ruang audio langsung dan buletin, sebelum akhirnya digulingkan.

Sementara itu pembekuan perekrutan dan upaya pemotongan biaya lainnya telah membuat beberapa karyawan tidak yakin apakah proyek atau tim yang mereka kerjakan akan diprioritaskan di bawah kepemimpinan baru.

Pengacara Twitter dan Musk telah mengeluarkan banyak panggilan pengadilan kepada bank, investor, dan pengacara yang terlibat dalam kesepakatan itu, saat kedua belah pihak bersiap untuk persidangan 17 Oktober mendatang di Wilmington.

Twitter mengklaim bahwa Musk menggunakan kekhawatiran akun spam dan bot sebagai alasan untuk keluar dari transaksi.

Sedangkan, Elon Musk berpendapat perusahaan telah gagal menunjukkan bahwa bot dan spam menyumbang kurang dari 5 persen dari pengguna aktifnya.

Ilustrasi: orang bekerja di kantor

Riset: Isu Keberagaman, Kesetaraan dan Inklusivitas Masih Jadi Tantangan Perusahaan di Indonesia

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh berbagai isu keberagaman, kesetaraan dan inklusivitas yang masih menjadi tantangan bagi perusahaan-perusahaan di Indonesia.

img_title
VIVA.co.id
5 Mei 2024