Menggodok Regulasi AI

Wamenkominfo Nezar Patria (kemeja putih).
Sumber :
  • VIVA/Lazuardhi Utama

VIVA Tekno – Kementerian Komunikasi dan Informatika menyiapkan ekosistem mulai dari regulasi hingga pengembangan sumber daya manusia atau SDM untuk mendorong adopsi penggunaan kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI) di Indonesia.

Wakil Menteri Komunikasi dan Informatika Nezar Patria mengatakan pembentukan regulasi hingga pengembangan SDM tersebut perlu didorong agar masyarakat bisa memanfaatkan AI dengan positif dan tidak disalahgunakan.

"Saya kira itu yang menjadi tupoksi di Kominfo nantinya supaya AI bisa bermanfaat dan lebih tepat guna sesuai kebutuhan lintas pemangku kepentingan, bukan hanya pihak tertentu," kata dia, kala berbincang dengan VIVA Tekno dan sejumlah media massa di Jakarta.

5 Kiat Manfaatkan AI Generatif Microsoft Copilot, Nomor Terakhir Jangan Disepelekan

Wamenkominfo mengatakan saat ini ada enam isu berkaitan dengan pemanfaatan AI dalam keseharian di antaranya terkait dengan kesalahan misinformasi, privasi atau kerahasiaan, toxicity atau ancaman berbasis siber, perlindungan hak cipta, bias implementasi AI, serta pemahaman nilai kemanusiaan.

Dengan adanya enam tantangan tersebut, ia mengatakan perlu ada andil dari regulasi sehingga penggunaan AI bisa demokratis, dapat digunakan sebagai teknologi yang mendorong keberagaman, dan menciptakan kesetaraan digital.

Predator Triton Neo 16, Bodi Tipis Performa Kelas Atas

Artificial intelligence (AI) atau kecerdasan buatan.

Photo :
  • Science HowStuffWorks

Regulasi tersebut diharapkan mampu membuat AI bisa diakses oleh banyak pihak dan dimanfaatkan untuk membuka peluang pertumbuhan inovasi di Indonesia. "Kita akan bisa memanfaatkan AI secara mudah dan pendekatan ini berarti AI akan lebih mudah, lebih murah, lebih ramah bagi pengguna," ungkap Nezar Patria.

Lebih lanjut, ia mengatakan saat ini Kominfo telah menggunakan pendekatan "democartization of governance" untuk penerapan tata kelola ekosistem digital dengan melibatkan beragam pemangku kepentingan terkait AI.

Salah satunya mendukung rencana dan studi yang bertajuk "Strategi Nasional Kecerdasan Artifisial (Stranas KA) 2020-2045" yang dirilis oleh Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) – sekarang bernama BRIN – pada 2020.

Beberapa dukungan yang telah dilakukan Kominfo untuk Stranas KA tersebut ialah menciptakan pemerataan akses internet, penyelenggaraan sistem penghubung layanan Pemerintah (Data-Hub) dan jaringan intra-pemerintah, serta beberapa regulasi yang berkaitan dengan Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik (PSTE), dan Pelindungan Data Pribadi (PDP).

Di sisi lain, kata Nezar, Kominfo juga menyiapkan penyusunan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia Bidang AI, Penyusunan Peta okupasi Bidang AI, serta pelatihan untuk pengembangan SDM. "Dengan langkah ini maka penerapan dan adopsi AI di Indonesia bisa bergerak ke arah positif yang mendukung transformasi digital," jelasnya.

AI adalah teknologi

Pada kesempatan terpisah, DPR sebagai lembaga legislatif di Indonesia masih mencari beragam kajian sebagai landasan untuk membuat regulasi yang tepat tentang kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI) di Indonesia.

Menurut Anggota Komisi I DPR Bobby Adhityo Rizaldi, regulasi untuk AI dibutuhkan di Indonesia agar di masa depan tidak ada kasus masyarakat dieksploitasi oleh teknologi ini.

"Kalau di Indonesia, AI itu masih pada taraf penggunaan otomasi dan itu belum ada regulasinya. Kita masih cari caranya agar bisa melindungi data masyarakat agar tidak jadi suplai (sumber data) saja untuk AI," kata dia.

Bobby mengatakan meski saat ini sudah ada Undang-Undang Pelindungan Data Pribadi (UU PDP) namun hal tersebut tidak signifikan mengatur penggunaan AI bagi masyarakat.

Baginya, hal itu tidak cukup mengingat AI terus berkembang begitu pesat, terbaru adalah perkembangan AI generatif yang bisa mengerjakan banyak hal seperti ChatGPT, Bard, dan layanan sejenisnya.

Anggota Komisi I DPR RI, Bobby Adityo Rizaldi

Photo :
  • bobbyrizaldi.com

Apabila tidak diregulasi dengan tepat dan disalahgunakan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab ada potensi masyarakat Indonesia bisa dirugikan. Meski begitu, ia berpendapat masih diperlukan kajian lebih jauh untuk meregulasi AI karena saat ini pemanfaatannya di Indonesia masih dihitung sebagai alat otomasi.

"Kami masih memerlukan masukan dari berbagai pihak dari lembaga, komunitas dan masyarakat agar regulation gap untuk AI ini bisa ditemukan, sehingga nantinya kita bersama-sama bisa menyempurnakan UU untuk mendukung Indonesia menjadi digital nation," ujar Bobby.

Senada, Direktur Eksekutif Southeast Asia Freedom of Expression Network (SAFENet) Damar Juniarto menyebut regulasi untuk AI di Indonesia memang perlu dihadirkan sebagai panduan agar teknologi tersebut tidak merugikan warga negara.

"AI adalah teknologi. Dan teknologi itu sifat sebenarnya adalah netral karena sejak awal fungsinya untuk memajukan manusia jadi butuh panduan sehingga nantinya AI tidak berpotensi disalahgunakan," jelas Damar.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya