Griya Schizofren: Mengubah Paradigma dan Membangun Kesadaran

Orang dalam gangguan jiwa alias ODGJ.
Sumber :
  • iStock.

VIVA – Masalah kesehatan mental adalah salah satu isu kesehatan yang paling sering diabaikan dan dihindari dalam masyarakat kita. Stigma buruk yang melekat pada orang dengan masalah kesehatan mental adalah salah satu hambatan utama dalam upaya mengatasi masalah ini. 

Daftar Juri SATU Indonesia Awards 2024, Ada Raline Shah

Stigma buruk tersebut dapat memperburuk penderitaan individu yang sudah berjuang dengan masalah kejiwaan mereka sendiri, sehingga menghambat proses pemulihan dan akses mereka terhadap perawatan yang tepat. Stigma adalah penilaian negatif dan stereotip yang dilekatkan pada kelompok tertentu dalam masyarakat.

Dalam konteks masalah kesehatan mental, stigma buruk dapat mengacu pada pandangan negatif dan stereotip yang melekat pada orang-orang yang mengalami masalah kejiwaan seperti depresi, kecemasan, skizofrenia, atau gangguan bipolar. Stigma ini dapat berupa perlakuan diskriminatif, ejekan, atau bahkan isolasi sosial.

Astra Gelar SATU Indonesia Awards 2024, Ini Syarat Jadi Peserta

Stigma buruk terhadap masalah kesehatan mental memiliki dampak yang serius, baik bagi individu maupun masyarakat secara keseluruhan. Beberapa dampaknya meliputi:

Hambatan Akses Perawatan: Orang dengan masalah kesehatan mental mungkin enggan mencari perawatan medis atau dukungan karena takut menjadi sasaran stigma. Hal ini dapat mengakibatkan penundaan dalam diagnosis dan pengobatan yang tepat.

Kesehatan Makin Memburuk, Istana Buckingham Perbarui Rencana Pemakaman Raja Charles III

Isolasi Sosial: Stigma dapat mengakibatkan isolasi sosial, di mana individu dengan masalah kesehatan mental merasa terisolasi dan ditinggalkan oleh keluarga, teman-teman, dan masyarakat luas.

Ilustrasi stres.

Photo :
  • Marine Corps Times

Stigma buruk dapat menghambat pemulihan individu dengan masalah kesehatan mental. Mereka mungkin merasa malu atau rendah diri, yang bisa memperburuk kondisi mereka.

Orang dengan masalah kesehatan mental yang mengalami stigma cenderung memiliki kualitas hidup yang lebih buruk secara keseluruhan. Mereka mungkin mengalami pekerjaan yang tidak stabil, hubungan sosial yang terganggu, dan penurunan kesejahteraan umum.

Griya Schizofren

Awalnya bermula dari kepekaan dan empati terhadap orang yang mengalami masalah kejiwaan (ODMK), tiga mahasiswi jurusan Sosiologi dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret (UNS), yaitu Triana Rahmawati, Febrianti Dwi Lestari, dan Wulandari, memulai suatu perjalanan yang menginspirasi.

Mereka telah merintis proyek yang dikenal dengan nama Griya Schizofren sebagai wujud nyata kepedulian mereka. Langkah pertama mereka adalah bergabung dalam Program Kreativitas Mahasiswa-Pengabdian Masyarakat di UNS.

Dari sana, ketiganya memutuskan untuk mendekati persoalan ODMK dari sudut pandang ilmu sosiologi. Inisiatif ini membawa mereka untuk memberikan kontribusi nyata melalui pendampingan terhadap ODMK. Awalnya, hanya ada sepuluh mahasiswi yang terlibat dalam kegiatan pendampingan di Griya PMI.

Mereka secara rutin mengunjungi dan berinteraksi dengan ODMK di Griya PMI. Seiring berjalannya waktu, jumlah peserta yang terlibat semakin meningkat, hingga akhirnya mencapai sekitar lima puluh orang.

Pada bulan Oktober 2014, Triana dan rekan-rekannya memutuskan untuk mendirikan Griya Schizofren, yang menjadi langkah besar dalam upaya mereka untuk memberikan dukungan kepada ODMK. Hingga saat ini, Griya Schizofren telah berhasil membantu lebih dari 200 ODMK, baik yang berada di dalam maupun di luar kota Solo.

Pendampingan yang mereka lakukan juga melibatkan keluarga dari para penderita ODMK. Kegiatan pendampingan ini sangat beragam, mencakup kegiatan seperti mendampingi berbincang-bincang, berpartisipasi dalam aktivitas sehari-hari, bernyanyi bersama, menggambar, melibatkan ODMK dalam kegiatan melipat kertas, beribadah salat berjamaah, bahkan melakukan buka puasa bersama saat bulan Ramadhan tiba.

Langkah-langkah yang diambil oleh Triana, Febrianti, dan Wulandari adalah bukti nyata dari kepedulian mereka terhadap ODMK dan komitmen mereka dalam mengurangi stigma yang masih melekat pada masalah kesehatan mental. Melalui Griya Schizofren, mereka telah membuka pintu harapan dan memberikan dukungan nyata kepada individu-individu yang membutuhkannya dalam perjalanan menuju pemulihan dan kesejahteraan.

Atas program inspiratifnya yang bertajuk Pendamping Masalah Kejiwaan, Triana Rahmawati meraih penghargaan SATU Indonesia Awards bersama sejumlah tokoh inspiratif lain pada 2017 silam.

Baca artikel Edukasi menarik lainnya di tautan ini.

Ilustrasi penganiayaan dan pelecehan seksual.

Photo :
  • Pexels/RODNAE Productions
Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya