Kejutan Sang Pembunuh Barcelona Bernama Atletico Madrid

Pemain Barcelona, Luis Suarez
Sumber :
  • REUTERS/Sergio Perez

VIVA.co.id – Vicente Calderon bergemuruh saat laga leg kedua perempat final Liga Champions yang mempertemukan Atletico Madrid dengan Barcelona hari Rabu, 13 April 2016 atau Kamis dini hari WIB. Secara mengejutkan, tuan rumah sukses mengandaskan sang juara bertahan.

Mikel Arteta Menolak Panik, Yakin Arsenal Bakal Bangkit

Memasuki laga leg kedua, Atletico mendapatkan beban berat di pundak mereka usai kekalahan 1-2 di Camp Nou pekan lalu. Dua gol Luis Suarez memaksa Los Rojiblancos bekerja ekstra keras.

Namun, bak terinspirasi kemenangan tetangga sekotanya, Real Madrid, saat menang 3-0 untuk mengejar defisit dua gol dari Wolfsburg satu hari sebelumnya, Atletico pun bermain luar biasa di depan puluhan ribu suporter setianya.

Liverpool Tersingkir dari Liga Europa Saat Bayer Leverkusen Melaju ke Semifinal

Barcelona seperti biasa menguasai jalannya pertandingan, terutama di lini tengah. Tetapi penampilan mereka kurang mengigit meski diperkuat oleh trio andalan mereka, Lionel Messi, Luis Suarez, dan Neymar.

Atletico malah berhasil mencuri gol lebih dulu saat babak pertama memasuki 10 menit akhir. Tandukan Antoine Griezmann menerima umpan Saul Niguez bersarang ke gawang Barca tanpa bisa dihentikan kiper, Marc-Andre ter Stegen.

5 Klub Sepakbola yang Sering Tampil di Final Liga Champions, Real Madrid Teratas?

Pada paruh kedua, Barcelona terus mengurung lawan mereka. Namun Atletico mampu menunjukan solidnya lini belakang mereka dengan penampilan gemilang Diego Godin sebagai palang pintu terakhir.

Malah Atletico berhasil memanfaatkan sebuah serangan balik cepat sampai memaksa Andres Iniesta tampak sengaja menghentikan bola dengan tangannya di kotak terlarang, sehingga berbuah penalti.

Griezmann maju sebagai eksekutor dan dengan tenang mencetak gol keduanya, sekaligus memastikan langkah Atletico untuk melaju ke babak semifinal. Calderon bergemuruh, keunggulan dua gol sudah cukup untuk bawa mereka ke babak selanjutnya.

Atletico memang sempat mengalahkan Barcelona di Liga Champions musim 2013-14, tetapi kali ini keberhasilan tim asuhan Diego Simeone cukup spesial. Bagaimana tidak, Atleti tercatat tak pernah menang dalam tujuh pertandingan melawan Barca racikan Luis Enrique.

"Kami tak pernah berhenti percaya, kami tak pernah menyerah atas apa yang kami lakukan," ujar pelatih Atletico, Diego Simeone.

"Sangat menyenangkan menontonnya dari sisi lapangan. Momen seperti ini tak akan pernah datang lagi karena ini sesuatu yang unik di sepakbola," tambahnya.

Setelah Griezmann mencetak gol kedua Atletico, Barcelona masih punya waktu tambahan dua menit untuk mencetak gol demi memaksa laga masuki perpanjangan waktu. Messi nyaris menyamakan agregat namun tendangan bebasnya melayang tipis di atas gawang.

"Kami bermain melawan salah satu tim terbaik di dunia dan kami bangga pada diri kami sendiri, sekarang kami ada di semifinal, di antara empat klub terbaik di Eropa," tutur Griezmann.

"Dukungan fans kami di setiap pertandingan kandang mendorong kami untuk menunjukan performa seperti malam ini. Pertandingan ini milik mereka," lanjut pahlawan Atletico yang namanya tak henti-henti berdengung usai pertandingan.

Barcelona Alami Krisis?

 

Saat kubu Atletico berpesta, satu per satu pemain Barcelona hanya bisa tertunduk dan cepat-cepat keluar dari lapangan Calderon. Gerard Pique, Suarez, Messi, dan Neymar hanya bisa menatap rumput usai kekalahan pahit tersebut.

Masalahnya bukan hanya kekalahan dari Atletico yang menyakitkan, tetapi hasil negatif ini seperti membuka tabir sedang ada masalah dalam tubuh sang raksasa Catalan.

Setelah mencatatkan rekor di Liga Spanyol dengan 39 pertandingan tanpa kalah di semua kompetisi musim ini, penampilan Barca "terjun bebas" dalam lima pertandingan terakhir.

Setelah kekalahan 1-2 dari Real Madrid di El Clasico awal bulan lalu, Barca menelan tiga kekalahan dari empat pertandingan terakhir mereka di semua kompetisi.

"Ini bukan hari yang bagus bagi kami. Sementara Atletico layak mendapatkan pujian. Babak pertama berjalan tenang. Mereka menunggu kami dan berusaha mencuri  gol" kata pelatih Barcelona, Luis Enrique.

Barcelona saat ini masih berada di puncak klasemen La Liga, dengan hanya keunggulan tiga poin dari saingan terdekatnya Atletico. Selain itu, mereka masih akan menghadapi Sevilla di ajang Copa del Rey.

Setelah kegagalan di Eropa, Blaugrana kini mengubah konsentrasi mereka ke dua gelar domestik. Memenangi La Liga dan Copa Del Rey setidaknya dapat membuat mereka tetap menjadi tim terbaik di dunia saat ini.

"Kami harus melakukan improvisasi untuk mendapatkan gelar itu. Jika kami berhasil jadi juara di kompetisi apa pun, maka kami tetap mendapatkan musim yang sempurna," ucap Enrique.

Salah satu yang menjadi sorotan dalam pertandingan kontra Atletico adalah tidak terlihat impresifnya permainan Messi, sebagai andalan Barcelona selama ini. Jangankan gol, peluang emas pun tidak ada yang berbuah dari dirinya.

Kegagalan Messi mencetak gol dalam laga kontra Atletico, memperpanjang catatan buruknya puasa gol dalam 452 menit. Sebenarnya, Messi tengah mengincar gol ke 450 bagi Barcelona di ajang kompetitif.

Gelontoran gol Messi tertahan di angka 449 gol, setelah terakhir kali dibuatnya kala menghadapi Arsenal di babak 16 besar Liga Champions, 16 Maret 2016 lalu. Enrique pun menanggapi gelombang kritik yang diarahkan kepada Messi.

"Sangat tidak adil untuk menunjuk (menyalahkan) individu (Lionel Messi) setelah kami mengalami kekalahan. Kami berada di saat-saat yang buruk, baik dalam serangan maupun pertahanan," ujar Enrique.

"Kami belum memiliki hari terbaik, tapi di babak kedua kami memiliki (banyak) peluang. Sayangnya itu (gol) tidak terjadi," imbuhnya.

Kutukan Juara Bertahan Berlanjut, Kenapa Sangat Sulit?

 

Jelang bergulirnya Liga Champions musim ini, Barcelona sempat sesumbar bisa mengakhiri "kutukan" Liga Champions dengan mempertahankan gelar juara di akhir musik nanti.

Tapi jangankan menjadi juara, Barca pun gagal melaju ke babak semifinal usai hasil buruk kontra Atletico. Artinya, kutukan tak ada juara bertahan di Liga Champions pun bertahan. 

Penantian itu pun terus berlanjut, dua empat tim sudah mencoba, dua empat tim merasakan kegagalan. Mempertahankan gelar juara Liga Champions bak mendaki gunung Everest. 

Tak ada lagi klub sejak AC Milan asuhan Arrigo Sacchi yang berhasil mempertahankan status gelar juara Eropa. Bahkan, sebuah klub dengan skuat luar biasa hebat macam Barcelona.

Lalu apa yang membuat Liga Champions begitu sulit dipertahankan? Padahal antara 1956 sampai 1990, delapan klub berhasil juara dua kali atau lebih secara beruntun. 

Madrid sebanyak lima kali, lalu Ajax Amsterdam dan Bayern Munich tiga kali, diikuti oleh Benfica, Inter Milan, Milan, Liverpool, dan Nottingham Forest yang menjadi juara dua tahun beruntun.

Menurut pria yang pernah menjadi juara Eropa sebagai pemain dan pelatih, Carlo Ancelotti, menilai kini tingkat kesulitan semakin meningkat karena kualitas dan format turnamen yang telah banyak berubah.

"Saya pikir sulit untuk menjuarai Liga Champions karena sekarang Liga Champions jauh, jauh lebuh kompetitif di banding masa lalu. Saat kami menang 1989 dan 1990 (bersama Milan) tak banyak pertandingan untuk sampai final dan menang, dan tak banyak tim," kata Ancelotti pada Goal.

"Pada masa lalu, hanya ada satu tim dari tiap negara yang bisa main di Liga Champions, dan sekarang ada tiga atau empat tim dari tiap negara. Karena itu, saat ini lebih kompetitif dan lebih sulit memenangkannya," tutur pelatih kawakan asal Italia tersebut.

Dengan tersingkirnya Barcelona di markas Atletico, pertanyaan tim Eropa mana yang bisa mematahkan "kutukan" akan tetap bertahan tanpa jawaban.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya