Pengalaman Unik 3 Ilmuwan Perempuan, Eksperimen Meledak Depan Presiden

Eniya Listiani Dewi, Pakar Fuel Cell dari BPPT
Sumber :
  • dok pribadi

VIVA – Memperingati Hari Perempuan Internasional yang tepat jatuh pada hari ini, Selasa 8 Maret 2022, beberapa ilmuwan hebat wanita Indonesia, menceritakan pengalaman-pengalaman berkesan dan tak terlupakan selama menjalani profesi sebagai peneliti. 

Komisaris HAM PBB Kecam Perihal Hukum yang Mewajibkan Hijab di Iran

Bahkan, satu di antara mereka ada yang memiliki pengalaman menegangkan hingga mendapat skors dari Paspampres karena menimbulkan ledakan, saat ada Presiden RI. Berikut tiga pengalaman berkesan para perempuan hebat Indonesia. 

'Bikin' ledakan di hadapan Presiden

Maknai Semangat RA Kartini, Shandy Purnamasari: Perempuan Tak Cuma Jadi Istri dan Ibu

Peneliti Bidang Teknologi Proses Elektrokimia, Prof. Dr-Eng. Eniya Listiani Dewi, B.Eng., M.Eng., menceritakan pengalamannya yang sangat menegangkan kala harus menunjukkan pameran di hadapan Presiden. 

"Saya pernah pameran fuel cell saya di Senayan. Pada saat itu mendapatkan penghargaan Engineering. Di situ diminta untuk pameran di depan Presiden," ujarnya saat webinar Talk to Scientists (TTS) Woman in Science, yang digelar Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Selasa 8 Maret 2022. 

Klarifikasi Pastor di Ruteng NTT Usai Dituding Selingkuhi Istri Orang

Eniya Listiani Dewi, perempuan pertama penerima BJ Habibie Technology Award

Photo :
  • VIVA/Novina Putri Bestari

"Ternyata, ada suara ledakan tetapi bukan dari fuel cell saya tapi justru dari alat. Alat ukur gas yang kita ciptakan, kita beli sensor, lalu kita pasang untuk mengukur gas hidrogen. Kalau beli komersial mahal banget, waktu itu kita rakit sendiri," lanjut dia. 

Di luar dugaan, ketika laptop Prof. Eni diletakkan di atasnya, ternyata alatnya panas lalu meledak. Dari situ, wanita yang pernah menerima Habibie Award termuda sepanjang sejarah itu belajar bahwa faktor keamanan dari sebuah eksperimen, perlu diperhatikan.

"Pada saat itu saya membenahi semua ruangan laboratorium saya. Karena ada faktor hidrogen, hidrogen ini kan sangat reaktif sekali terhadap panas sehingga semua langsung saya benahi. Atap cell itu harus berlubang, terus safety saya gali. Jadi pengalaman itu tahun 2006 waktu itu. Setelah itu, saya lakukan berbagai perubahan," kata dia. 

Wanita yang sudah pernah meraih berbagai penghargaan internasional itu turut mengingatkan agar pekerjaan yang sejatinya dilakukan di laboratorium apalagi terkait dengan hidrogen, harus lebih berhati-hati.

"Itu pengalaman paling berkesan. Di situ kita merasakan kegagalan juga, tapi justru itu pengalaman yang paling menegangkan. Sempat ada Presiden, akhirnya kita di-skors sama Paspampres. Soalnya ledakannya kaya meriam," kenang Prof. Eniya Listiani.

Ikut seminar internasional pertama kali

Peneliti Bidang Teknologi Lingkungan, Dr. rer.nat. Ir. Neni Sintawardani, juga memiliki pengalaman yang tak kalah berkesan. Tepatnya, saat dia mengikuti seminar internasional di Yunani untuk pertama kali.

"Di awal-awal tahun 1994 saya nekat fly ke satu seminar internasional di Yunani, itu khusus mengenai anaerobic. Yang datang itu para suhu anaerobic dunia. Saya peneliti udah perempuan masih kecil lagi. Tapi di sana saya merasakan bahwa di dunia ilmu pengetahuan semua akan menerima kita," ungkapnya.

Neni merasa, meski dia pada saat itu belum memiliki banyak pengalaman, namun orang-orang hebat yang hadir dalam seminar tersebut, diakui Neni, sangat terbuka. 

"Jadi saya merasakan dua hari di sana jalan-jalan dengan mereka, saya mendapatkan ilmu banyak. Salah satunya profesor dari Israel dia berbagi banyak hal yang membetik ide bagi saya. Dan perlakuannya tidak sebagai orang yang hebat, tapi dia kebapakan," tutur Neni. 

Ilustrasi penelitian.

Photo :
  • www.pixabay.com/Prylaler

Pengalaman pertama jadi observer

Berbeda dengan dua ilmuwan hebat di atas, Peneliti Bidang Kimia, Dr. Yenny Meliana, M.Si, secara singkat menceritakan pengalamannya ketika pertama kali menjadi observer. 

"Pertama kali jadi observer kemudian terkagum-kagum dan (ingin) bisa speech seperti orang-orang. Itu pengalaman pertama di tingkat yang level internasional. Jadi, saya dari pagi sampai malam cuma perhatiin cara orang berbicara. Ngingetin 'oo itu kalimatnya begini'," kenang alumnus Universitas Sains dan Teknologi Nasional Taiwan itu. 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya