Mahal, Alasan Orang Tak Mau Beli Produk Ramah Lingkungan

Ilustrasi produk daur ulang.
Sumber :
  • Pixabay/ariesa66

VIVA.co.id – Produk gaya hidup dan perabot rumah tangga yang ramah lingkungan ternyata masih kurang diminati oleh sebagian masyarakat Indonesia. Selain karena barang-barang ramah lingkungan tidak tersedia di retail (53 persen), hal yang menjadi hambatan juga soal harga.

Menciptakan Produk Berkelanjutan Bukan soal Ramah Lingkungan Saja

Dari Survei Nielsen terhadap responden berusia 15-45 tahun di Indonesia dengan kondisi sosial ekonomi menengah ke atas, ternyata masalah harga menjadi hambatan terbesar (65 persen) konsumen memilih produk ramah lingkungan.

Manager Consumer Insight Nielsen Indonesia Stella Alberta mengatakan, faktor harga (73 persen) masih memengaruhi konsumen dalam memilih produk. Menurutnya banyak konsumen yang lebih memilih produk dengan harga murah.

Membudayakan Gaya Hidup Ramah Lingkungan dengan Panel Surya

"Sedangkan yang mempertimbangkan dampak terhadap lingkungannya itu rendah sekali hanya 10 persen, dan 64 persen baru soal manfaat produk itu sendiri," ucap Stella saat ditemui di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Senin, 18 September 2017.

Sementara itu pengetahuan konsumen terkait logo yang ramah lingkungan juga masih sangat terbatas. Namun, kabar baiknya masih ada konsumen yang rela mengeluarkan uang lebihnya untuk mendapatkan produk ramah lingkungan.

Merawat kulit dari Bahan Vegan

"Setidaknya ada 63 persen responden yang bersedia menggunakan poduk ramah lingkungan walaupun harganya lebih mahal dari produk biasa," ujar Stella.

Di samping itu, sebanyak 61 persen juga merasa bertanggung jawab untuk lingkungan. Mereka yang turut merasakan dampak pemanasan global secara langsung juga mendorong penggunaan produk ramah lingkungan oleh para konsumen.

"Sebanyak 52 persen merasa bahagia karena sudah berkontribusi untuk menjaga lingkungan," kata Stella.

Survei ini sendiri dilakukan pada 916 responden yang tersebar di Medan (162), Jakarta (301), Bali (102), Surabaya (200) dan Makassar (151). Survei ini dilakukan dengan metode online dari 22 Juni hingga 21 Juli 2017.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya