Miris, 162 Juta Anak di Dunia Alami Stunting

Bayi baru lahir.
Sumber :
  • Pixabay

VIVA – Masalah malanutrisi, termasuk stunting, hingga kini masih menjadi tantangan bagi anak-anak di dunia. Sekitar 162 juta anak berusia di bawah 5 tahun di seluruh dunia mengalami stunting, dan 8,9 jutanya merupakan anak Indonesia.

Kemenag Bekali Pelatihan Guru dan Pengawasan RA untuk Cegah Stunting Melalui PAUD HI

Anak yang seharusnya bisa menjadi generasi penerus bangsa justru mengalami faltering growth (gagal tumbuh) yang berujung pada malanutrisi akibat buruknya asupan nutrisi selama 2 tahun pertama kehidupan. 

Professor of International Nutrition, Andrew Prentice menyebut bahwa masalah malanutrisi ini dipengaruhi banyak hal.

Jokowi: Indonesia Succeeded in Reducing Stunting Rate

“Juga dipengaruhi oleh masalah kebersihan, sanitasi dan akses air bersih," ungkapnya saat ditemui dalam seminar bertajuk 'Krisis Global Malanutrisi Pada Anak: Dahulu dan Masalah Sekarang yang Harus Diatasi', di Hotel Westin, Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis 13 September, 2018. 

Kapala MRC International Nutrition Group & Nutrition sekaligus Theme Lead of London School of Hygiene & Tropical Medicine, UK ini juga menyebut, bahwa permasalahan seputar lingkungan juga berpengaruh pada kesehatan ibu hamil dan tumbuh kembang anak. Pasalnya anak usia di bawah dua tahun rentan terhadap berbagai infeksi dan penyakit. 

Jokowi Bersyukur Angka Stunting Turun dari 37 Persen Menjadi 21 Persen

Tidak hanya, itu Andrew juga mengingatkan, bahwa masalah stunting ini harus segera ditangani secara serius, karena memengaruhi kualitas hidup anak dan kondisi bangsa. 

"Banyaknya kasus malanutrisi seperti stunting pada anak-anak balita merupakan refleksi masa depan suatu bangsa. Karena prosesnya yang kompleks, pendekatan multifaktorial mulai dari ketersediaan nutrisi yang memadai, sanitasi, hingga edukasi tenaga kesehatan penting untuk dilakukan.”

Karena sifatnya yang multidimensional, oleh karena itu  perlu adanya kerja sama yang lebih baik antara lembaga pemerintah, tenaga kesehatan, organisasi masyarakat, akademisi, hingga sektor swasta untuk mengatasinya. 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya