Isu Halal-Haram Vaksin, Indonesia Diminta Contoh Senegal

Ilustrasi pemberian vaksin.
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Maulana Surya

VIVA – Isu halal-haram vaksinasi yang sempat ramai beberapa waktu lalu membuat capaian vaksinasi wajib nasional terhambat. Hingga tahun 2018 lalu, Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit, Kementerian Kesehatan RI, dr. Anung Sugihantono, M.Kes, menyebut bahwa cakupan imunisasi dasar lengkap Indonesia hanya mencapai 87,8 persen. 

Penting! Orang Usia 44 Tahun Harus Segera Dapatkan Vaksin Ini, Kata PAPDI

Artinya, masih ada 12 persen Indonesia belum mendapatkan imunisasi dasar lengkap. Padahal, untuk mendapatkan ketahanan kelompok, cakupan imunisasi pada suatu masyarakat harus mencapai 95 persen. Hal itu berpotensi menyebabkan Kasus Luar Biasa (KLB) campak dan difteri terulang di masa datang.

"Pemerintah Indonesia harus dapat memacu research atau riset agar dapat menghasilkan berbagai obat dan vaksin halal yang sampai saat ini masih didominasi oleh obat dan vaksin yang masih berbahan baku nonhalal," ungkap Direktur Eksekutif Indonesia Halal Watch Ikhsan Abdullah, saat ditemui di kawasan Pramuka, Jakarta Pusat, Senin, 23 Desember 2019. 

PAPDI Rilis Jadwal Imunisasi Terbaru 2024

Ikhsan mengatakan bahwa pemerintah harus bisa mendorong akademisi dan peneltiti agar melakukan penelitian untuk dapat menghasilkan bahan pengganti obat dan vaksin yang tidak halal dengan bahan substitut yang halal. Menurutnya, hal tersebut wajib dilakukan dalam 5 tahun ini. 

"Kita harus dapat mengambil hikmah dari negara Senegal yang beberapa waktu lalu telah berhasil menemukan bahan vaksin Yellow Fever dari bahan substitusi yang halal, dan kini negara tersebut mendulang devisa dari perdagangan vaksin di kawasan Afrika Barat," ujar Ikhsan.

Arab Saudi Gandeng Bill Gates Berikan Vaksin Polio pada Jemaah Haji

Ia juga menyampaikan, bila Indonesia dapat mencontoh Senegal, maka tidak perlu membelanjakan triliunan Rupiah untuk pengadaan vaksin BCG, difteri, campak, cacar, meningitis, dan serviks. Hal ini sekaligus menjadi tantangan Biofarma sebagai industri vaksin terbesar untuk mampu berkolaborasi dengan universitas untuk memperkuat riset.

Sebelumnya, Ikhsan juga menyampaikan bahwa saat ini Indonesia masih menempati posisi utama sebagai negara konsumen terbesar yang membelanjakan hampir USD170 miliar per tahun untuk produk halal, berdasarkan data Global Islamic Economy Indicator 2018/2019. 

"Artinya bila kita dapat memasok kebutuhan sendiri, maka kita akan menghemat devisa sebesar Rp2.465 triliun per tahun," kata dia.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya