Imbas COVID-19, BPOM Temukan Lebih Dari 200 Ribu Pangan Kedaluwarsa

Temuan BPOM Kopi Kedaluwarsa
Sumber :
  • Viva.co.id/Adinda

VIVA – Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menemukan ada lebih dari 290.681 produk pangan yang tidak memenuhi ketentuan dalam kurun 2 pekan bulan Ramadan. Pangan olahan tersebut tak laik konsumsi akibat kedaluwarsa, tak ada izin edar, dan kemasan rusak.

Pilkada 2024 Berbeda dan Lebih Kompleks dibanding Pilkada Serentak Sebelumnya, Menurut Bawaslu

Dalam paparannya, Deputi Bidang Pengawasan Pangan Olahan, Dra. Reri Indriani, Apt., M.Si, mengatakan sekitar 84,8 persen (246.498 pcs) pangan yang tidak memenuhi ketentuan merupakan produk kedaluwarsa. Sisanya, 10,23 persen merupakan pangan tanpa izin edar dan 4,97 persen pangan rusak.

Hampir seluruh pangan kedaluwarsa ditemukan di gudang distributor atau importir. Menurut Reri, tingginya angka produk kedaluwarsa ini berhubungan dengan pandemi COVID-19 yang sedang turut menyerang Indonesia.

KPK Periksa Anggota DPR Fraksi PDIP Ihsan Yunus soal Dugaan Korupsi APD di Kemenkes

"Biasanya distributor atau importir membeli stok untuk 2-3 bulan ke depan, di bulan Januari dan Februari. Memasuki bulan Maret dan April ketika pandemi melanda, demand turun dan banyak ritel tutup, produk dengan masa simpan pendek berisiko kedaluwarsa," tuturnya dalam live Youtube BPOM, Jumat 15 Mei 2020.

Minuman serbuk, minuman berkarbonasi, mentega, wafer, dan makanan ringan menjadi produk paling banyak mengalami kedaluwarsa. Bahan tambahan pangan seperti teh, roti, makanan ringan, dan sirop menjadi komoditi paling banyak tidak memiliki izin edar. Sementara temuan pangan rusak antara lain minuman berperisa, susu, krimer, biskuit, dan makanan ringan.

Singapore PM Lee Hsien Loong to Resign After Two Decades on Duty

Adapun BPOM melakukan intensifikasi pengawasan pangan secara berkala selama bulan Ramadan untuk menjaga keamanan pangan dan kesehatan masyarakat. Hasil pengawasan pangan jajanan berbuka puasa (takjil) menunjukkan bahwa dari 6.677 sampel yang diperiksa, sebanyak 73 sampel tidak memenuhi syarat karena mengandung bahan yang disalahgunakan dalam pangan (formalin, boraks, rhodamin B, methanyl yellow).

Temuan bahan berbahaya yang paling banyak disalahgunakan adalah formalin (45 persen), diikuti rhodamin B (37 persen), boraks (17 persen), dan methanyl yellow (1 persen). Jenis pangan yang banyak ditemui mengandung bahan berbahaya tersebut adalah kudapan, minuman berwarna, makanan ringan, mie, lauk pauk, bubur dan es.

"Kegiatan intensifikasi pengawasan pangan tahun ini berfokus pada 3 (tiga) kategori yaitu pengawasan sarana distribusi, termasuk sarana ritel; pengawasan pangan olahan seperti pangan Tanpa Izin Edar (TIE) atau ilegal, kedaluwarsa, dan rusak; serta pengawasan pangan jajanan buka puasa/takjil terhadap kemungkinan kandungan bahan berbahaya di dalamnya,” jelas Kepala BPOM RI, Penny K. Lukito di kesempatan yang sama.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya