Peneliti Ciptakan Masker untuk Deteksi Virus Corona

Masker untuk antisipasi virus corona covid-19.
Sumber :
  • pixabay

VIVA – Swab test menjadi salah satu cara yang digunakan saat ini untuk menentukan apakah seseorang telah terinfeksi virus corona. Sering disebutkan bahwa tes ini memiliki proses yang menyakitkan atau sangat tidak membuat nyaman.

Pilkada 2024 Berbeda dan Lebih Kompleks dibanding Pilkada Serentak Sebelumnya, Menurut Bawaslu

Namun, kini ada harapan untuk melakukan uji COVID-19 dengan cara yang lebih nyaman.

Peneliti MIT Jim Collins dan sekelompok kecil peneliti dari MIT dan Harvard memulai membangun sensor di tahun 2014 yang bisa mendeteksi virus ebola saat virus itu dibekukan ke selembar kertas.

KPK Periksa Anggota DPR Fraksi PDIP Ihsan Yunus soal Dugaan Korupsi APD di Kemenkes

"Kami awalnya melakukan ini di atas kertas untuk menciptakan diagnostik berbahan kertas yang tidak mahal, tapi kini sudah terbukti efektif pada plastik, kuarsa, begitu juga kain," kata Collins kepada Business Insider seperti dikutip laman AsiaOne.

Mereka sudah menerbitkan riset mereka di tahun 2016, dan sejak itu mereka sudah menyesuaikan sensornya untuk menangkap berbagai jenis virus, termasuk virus Zika, SARS, campak, influenza dan hepatitis C. Melaju cepat ke hari ini, para peneliti itu sekali lagi menyesuaikan sensornya agar mampu menangkap virus corona.

Singapore PM Lee Hsien Loong to Resign After Two Decades on Duty

Collins dan timnya mengembangkan sensor yang bisa menyala saat seseorang dengan virus tersebut batuk, bersin atau bahkan bernapas. Sinyal yang berpendar kemudian akan menyala sebagai indikasi jika seseorang terinfeksi.

Sensor tersebut hanya membutuhkan dua hal untuk bisa aktif, kelembapan melalui partikel pernapasan seperti mukus atau air liur. Selain itu, sensor juga butuh mendeteksi materi genetik virus.

Collins juga mengatakan kalau proyek itu masih dalam tahap sangat awal dan timnya masih memperdebatkan apakah sensor tersebut bisa dimasukkan ke dalam masker atau alat terpisah yang bisa disematkan ke masker apapun yang tersedia di pasar saat ini.

Saat ini, tim peneliti masih menguji sensor untuk menangkap virus corona dalam sampel kecil air liur. Sinyal berpendar didesain untuk menyala dalam satu hingga tiga jam.

Namun, sinyal berpendar itu tidak terlihat dengan mata telanjang dan butuh alat untuk mendeteksi sinar berpendar itu. Collins menyarankan alat yang mudah dibawa yang digunakan oleh para petugas.

Jika sensor ini sukses, tes COVID-19 bisa dilakukan dengan lebih efisien dan tidak invasif. Masker dengan sinyal berpendar bisa juga digunakan di bandara dan rumah sakit untuk mendeteksi mereka yang terinfeksi secara lebih efektif.

Terkait kapan masker itu akan tersedia di pasar, target Collins adalah mulai memproduksinya untuk distribusi publik sebelum akhir musim panas.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya