Studi: COVID-19 Berisiko Sebabkan Kerusakan Otak Parah

Ilustrasi Virus Corona COVID-19
Sumber :
  • pixabay

VIVA – Selain menimbulkan bahaya pada sistem pernapasan, sebuah penelitian baru-baru ini menunjukkan bahwa virus corona atau COVID-19, dapat menyebabkan kerusakan saraf yang parah pada otak manusia.

Pilkada 2024 Berbeda dan Lebih Kompleks dibanding Pilkada Serentak Sebelumnya, Menurut Bawaslu

Virus corona dikatakan dapat menyebabkan peradangan ringan hingga parah, stroke, dan kejang pada otak pasien yang terinfeksi. Pasien yang telah sembuh dari COVID-19 juga mengeluhkan mengalami kebingungan mental, sakit kepala, pusing, dan penglihatan kabur selama dan setelah proses pemulihan.

Studi ini juga mengklaim bahwa prevalensi gejala neurologis seperti sakit kepala dan kebingungan mental pada pasien COVID-19 dapat menunjukkan hubungan antara Sars-CoV-2 dan penyakit seperti Alzheimer dan Parkinson.

KPK Periksa Anggota DPR Fraksi PDIP Ihsan Yunus soal Dugaan Korupsi APD di Kemenkes

Menurut studi terbaru yang dilakukan oleh para peneliti dari Uppsala University di Swedia, SARS-CoV-2 dapat menginfeksi sistem saraf dan dapat memicu berbagai gejala neurologis, termasuk pusing, kebingungan, stroke, dan koma.

Studi ini mengamati 19 orang yang terinfeksi COVID-19 dan telah ditindaklanjuti dengan laporan kemajuan mereka. Para peserta yang dilibatkan tertular virus tahun lalu dan telah mengembangkan gejala neurologis, mulai dari mengigau hingga koma.

Singapore PM Lee Hsien Loong to Resign After Two Decades on Duty

Delapan orang, yang secara sukarela ikut dalam penelitian ini mengalami 'perubahan status mental' dan delapan lainnya mengalami sakit kepala akibat infeksi.

Para peneliti mengumpulkan sampel cairan serebrospinal mereka, yang dikenal dapat melindungi otak dan tulang belakang. Kemudian ditemukan bahwa sampel tersebut mengandung protein dalam jumlah berlebih yang terkait dengan gangguan fungsi otak.

Selain itu, menurut penelitian ini, tingkat cahaya neurofilamen (NfL) yang lebih tinggi dari normal, biomarker utama untuk penyakit, terlihat pada dua pertiga pasien (63 persen).

Penulis utama studi ini, Dr Johan Virhammar, mengatakan, mereka sedang menyelidiki efek jangka panjang pada pasien, terutama melalui sampel darah dan cairan serebrospinal yang disimpan di Uppsala Biobank. 

"Pengumpulan sampel unik ini adalah dasar untuk beberapa studi yang sedang berlangsung dan terencana yang dapat membantu kita memahami mekanisme di balik komplikasi neurologis COVID-19," ujarnya dilansir Times of India, Rabu 20 Januari 2021.

Meskipun COVID-19 dapat menyebabkan kerusakan serius pada otak, itu juga dapat mengakibatkan efek jangka panjang yang berkepanjangan pada orang yang telah pulih dari penyakit yang sama.

Selain mengungkapkan efek COVID-19 pada berbagai bagian tubuh, penelitian ini juga mengklaim bahwa penyakit Alzheimer's dan Parkinson mungkin menjadi efek jangka panjang dari COVID-19. 

Sebuah ulasan yang diterbitkan dalam Alzheimer's & Dementia: Journal of Alzheimer's Association juga mengungkapkan kemungkinan hubungan antara COVID-19 dan Alzheimer. Menurut para peneliti, timbulnya gejala pada orang dengan penyakit tersebut muncul pada atau sekitar usia 60 tahun.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya