Efek Jangka Panjang COVID-19, Sakit Kepala hingga Penyakit Saraf

Ilustrasi stres/sakit kepala/pusing.
Sumber :
  • Freepik/freepik

VIVA – Infeksi virus COVID-19 tidak hanya berdampak pada sistem pernapasan manusia saja. Beberapa studi menunjukkan virus corona juga bisa berdampak pada otak dan sistem saraf.

Kuota Haji Kabupaten Tangerang Bertambah, 20 Persen Lansia

Beberapa orang yang telah dinyatakan negatif COVID-19 menyebut mereka mengalami sakit kepala yang tidak kunjung sembuh.

Hal ini dibenarkan oleh dokter spesialis neurologis, dr. Nurul Rakhmawati, Sp.N dalam program Hidup Sehat tvOne.

Geger Vaksin COVID-19 AstraZeneca, Ketua KIPI Sebut Tidak ada Kejadian TTS di Indonesia

Dijelaskan Nurul, sakit kepala yang tidak kunjung sembuh yang dialami oleh penyintas COVID-19 lantaran adanya badai sitokin.

"Sumbernya badai sitokin. Badai sitokin ada di mana-mana, termasuk di pembuluh darah otak, saraf tepi, saraf pusat itu sebabkan gejala neurologis," kata dia, Rabu 21 Juli 2021.

Sempat Hilang Kesadaran Akibat Sepsis, Chicco Jerikho Ngerasa Dikasih Kesempatan Kedua

Dijelaskan lebih lanjut, long COVID berupa sakit kepala hebat bisa terjadi hingga beberapa bulan ke depan. Nurul menjelaskan, memang perlu waktu untuk gejala sakit kepala tersebut bisa hilang. Dari beberapa literatur menyebut bahwa sakit kepala hebat itu bisa bertahan 3-6 bulan.

"Selama waktu itu bisa latihan untuk penyembuhan pasca COVID-19 seperti stretching atau bisa jalan kecil, treadmill," kata Nurul

Tidak hanya itu, pasien yang telah dinyatakan negatif COVID-19 juga dilaporkan mengalami penurunan daya ingat. Hal ini lantaran adanya badai sitokin di pembuluh darah pusat di otak.

"Penurunan daya ingat itu terkait sitokin di pembuluh darah saraf pusat di otak. Penyembuhan selain vitamin saraf, bisa didapatkan di makanan omega 3 tinggi salmon, kacang-kacangan bisa, makanan yang  mengandung asam folat," kata Nurul.

Selain mengonsumsi makanan yang tinggi omega 3 dan asam folat, penting juga melakukan stimulasi kognitif, yakni melatih mengingat sesuatu dengan menghitung misalnya.

"Bisa menghafal kitab suci itu bisa. Rajin diskusi dan baca," ujar Nurul.

Selain itu, badai sitokin juga dapat mempengaruhi kondisi fisik, seperti menyebabkan badan pegal-pegal hingga mudah lelah dan cemas.

"Tidak hanya itu, jalan sedikit berdebar itu karena badai sitokin di pembuluh darah di jantung. Pandemi ini bikin stres, salah satunya berhenti dari pekerjaan, lelah di rumah terus bikin cemas. Ada rasa cemas karena COVID-19 ini bisa bahaya buat saya dan keluarga," kata Nurul.

Nurul juga menjelaskan bahwa sejumlah pasien COVID-19 dilaporkan mengalami beberapa penyakit saraf lainnya. 35-40 persen pasien dilaporkan mengalami vertigo. Selain itu 1,7 persen pasien juga dilaporkan mengalami stroke

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya