Pandemi COVID-19 Picu Kasus Penyakit Jantung Meningkat Akibat WFH

Ilustrasi penderita penyakit jantung
Sumber :
  • U-Report

VIVA – Pandemi COVID-19 memicu dampak pada berbagai sektor kesehatan, tak terkecuali pada kasus penyakit jantung. Terbukti dari data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada sebelum dan saat pandemi COVID-19 melanda, kasus kematian akibat penyakit jantung dan pembuluh darah masih berada di peringkat pertama.

5 Tips Ampuh untuk Hilangkan Lemak Perut yang Bikin Susah Gerak

Bahkan, diakui Dokter Spesialis Jantung & Pembuluh Darah Konsultan Kardiologi Intervensi RS Pondok Indah, Pondok Indah, dr. Wishnu Aditya Widodo, Sp.JP (K), FIHA, pandemi memicu peningkatan prevalensi penyakit jantung.

Meski belum ada data statistik secara pasti, namun dokter Wishnu menilai tren sakit jantung meningkat akibat gaya hidup sedentari.

Baru 79 Persen Pemudik yang Kembali Menyebrang dari Sumatera ke Jawa

"Secara umum, tren (sakit jantung) meningkat. Logikanya, karena WFH jadi sedikit gerak sehingga prevalensi jantung meningkat," ujarnya dalam acara virtual, beberapa waktu lalu.

Penyakit jantung.

Photo :
  • U-Report
Hari Pertama Masuk Usai Cuti Lebaran, Wali Kota Depok Sebut Kehadiran ASN Capai 90 Persen

Meski tak secara menyeluruh masyarakat yang menjalani gaya hidup sedentari, namun dokter Wishnu tak menepis bahwa pandemi memicu kecenderungan minim gerak.

Tak sedikit pula yang mengacu pada kondisi di mana work from home selama pandemi menambah beban masalah mental seperti stres dan depresi.

"Ada yang karena WFH jadi sibuk olahraga. Tapi kelihatan lebih banyak karena WFH jadi mager. Makan tambah banyak, tambah stres, makin gemuk, gerakan makin kurang, prevalensi penyakit jantung meningkat," imbuhnya.

Terkait kesehatan mental, dokter Wishnu memberikan contoh pada satu kasus di mana seorang pasien mengalami gejala nyaris serupa dengan serangan jantung.

Deret gejalanya mulai dari perubahan EKG, enzim jantung meningkat, hingga keluhan yang mirip dengan penyakit jantung.

"Tapi waktu dicek pembuluh darahnya normal. Itu contoh bahwa stres dam depresi berat bisa membuat kelainan jantung secara fisik. Maka, jaga agar kondisi mental tetap stabil, karena ada kasus sakit jantung yang dipicu stres berat tadi. Secara umum, kalau bisa hindari stres, karema walau bukan faktor utama, tapi ada faktor lain yang memicu serangan jantung, dan stres itu salah satunya," jelasnya lagi.

Ilustrasi work from home (WFH).

Photo :
  • U-Report

Lebih dalam, berdasarkan data yang ada menunjukkan bahwa serangan jantung lebih banyak mengintai pria dibanding wanita. Lagi-lagi, hal ini berhubungan dengan gaya hidup seperti merokok atau obesitas.

Namun, bahaya penyakit jantung tetap dapat mengintai siapa saja terutama yang memiliki faktor risiko antara lain riwayat keluarga, merokok, obesitas, hipertensi, kolesterol tinggi, kurang olahraga, stres, serta pola makan buruk.

"Satu data statistik lagi, meski wanita lebih jarang kena penyakit jantung, tapi kalau saat wanita kena maka angka kematian lebih tinggi dibanding pria. Jadi, penting untuk wanita agar tidak kena masalah jantung karena kalau sampai kena angka meninggalnya lebih tinggi dari pria. Ini rata-rata usianya post menopause,” tandasnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya