5 Gejala Penyakit Jantung Bawaan yang Sering Dijumpai, Salah Satunya Kulit Membiru

Ilustrasi serangan jantung/stroke.
Sumber :
  • Freepik/rawpixel.com

VIVA Lifestyle – Penyakit jantung bawaan (PJB) adalah penyakit jantung yang telah ada sejak lahir akibat kelainan pada organ atau struktur jantung termasuk ruang jantung, dinding jantung, dan katup jantung. Hal ini dapat disebabkan karena malnutrisi, konsumsi obat-obatan tertentu, atau infeksi yang dialami selama masa kehamilan. 

Jasad Bayi Ditemukan Dalam Tas Jinjing di Bak Mobil, Ada Surat dan Uang Rp1 Juta

Mirisnya, sebanyak 80 ribu bayi per tahun lahir dengan menderita penyakit jantung bawaan. Bahkan, sekitar 25 persen di antaranya membutuhkan penanganan serius pada usia pertama. Scroll untuk informasi selengkapnya.

Ketua Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia (PERKI), dr. Radityo Prakoso, Sp.JP(K), menjelaskan, gejala yang sering dijumpai adalah warna kulit (kaki, tangan, bibir) yang kebiruan, sesak napas, berat badan yang sulit naik, infeksi batuk demam yang berulang serta kesulitan menyusui atau menyusui terputus-putus.

Dipicu Emosi, Ayah Tiri Aniaya Bayi 10 Bulan Hingga Tewas

“50 persen dari penderita penyakit jantung bawaan di Indonesia datang dengan keadaan yang sudah terlambat. Misalnya karena mengabaikan tanda, pertimbangan biaya dan tidak meratanya sebaran fasilitas dan informasi tentang PJB, sehingga banyak kasus PJB yang tidak tertangani dengan baik,” ujarnya saat Media Gathering Kemajuan Teknologi, Tingkatkan Angka Survival Penyakit Jantung Bawaan, yang digelar Heartology Cardiovascular Center secara online, Senin 27 Februari 2023. 

Menguak Manfaat Buah Pepaya untuk Kesehatan Tubuh

Lebih lanjut dokter Adit menjelaskan, bersama dengan kemajuan teknologi di bidang kesehatan, khususnya dalam bidang intervensi kardiologi anak, untuk beberapa kasus, pasien PJB kini tidak lagi harus menjalani operasi atau pembedahan terbuka. 

"Namun dengan tatalaksana prosedur intervensi menggunakan kateter - non bedah. Fakta sekaligus kabar baiknya, karena teknologi pada tatalaksana penanganan pasien PJB sudah semakin maju dan berkembang. Sehingga jika dibandingkan dengan tahun 90an atau 1 dekade terakhir menunjukan, angka survival (hidup) pasien PJB meningkat 30 persen," ungkap Spesialis Jantung dan Pembuluh Darah, Konsultan Kardiologi Pediatrik itu. 

Beberapa kasus yang dapat dilakukan intervensi non-bedah, menurut dokter Adit adalah PDA (Patent Ductus Arteriosus) yaitu kondisi di mana pembuluh darah yang menghubungkan aorta dan arteri paru tetap terbuka. 

"Kemudian lubang ditutup menggunakan device ADO (Amplatzer Ductal Occluder) dan ASD (Atrial Septal Defect). Merupakan kondisi di mana terdapat lubang serambi jantung yang mengakibatkan aliran darah menjadi tidak normal yang kemudian ditutup dengan device ASO (Amplatzer Septal Occluder)," paparnya. 

Lebih jauh dr. Adit menjelaskan, tindakan intervensi kateter ini dapat dilakukan dengan metode zero flouroscopy (tanpa radiasi) dan prosedur ini menggunakan bantuan imaging murni dari ekokardiografi.

"Karena seperti yang kita ketahui, bahwa radiasi dapat menimbulkan efek jangka panjang untuk pasien, dokter dan tim laboratorium kateterisasi," imbuhnya. 

Menurut Adit, intervensi non bedah pada PJB menggunakan kateter, memiliki beberapa keuntungan di antaranya risiko atau komplikasi relatif lebih rendah, masa rawat di rumah sakit dan waktu pemulihan yang lebih singkat, serta biaya yang lebih murah. Selain itu, waktu pengerjaan tindakan juga lebih singkat.

"Penanganan PJB yang tepat, dapat meningkatkan 3 kali usia harapan hidup pasien," tutup dr. Radityo Prakoso.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya