Fakta Nyamuk Ber-Wolbachia Menurut Ahli, Berisiko Rendah dan Tidak Merusak Lingkungan

Ilustrasi nyamuk
Sumber :
  • Pixabay

JAKARTA – Demam berdarah dengue (DBD) masih menjadi isu kesehatan yang perlu perhatian lebih dari pemerintah dan kerja sama dengan seluruh masyarakat Indonesia.

Tragedi DBD, Kisah Meninggalnya Seorang Anak di Lampung

Secara garis besar, intervensi yang bisa dilakukan untuk menekan dengue ada tiga. Yaitu intervensi pada lingkungan, intervensi pada vektor (nyamuk), dan intervensi pada manusia. Intervensi pada lingkungan misalnya dengan pemberantasan sarang nyamuk, dan intervensi pada manusia misalnya dengan vaksinasi dan memakai baju lengan panjang di daerah endemis dengue. Adapun intervensi pada vektor misalnya menggunakan zat kimia seperti abate untuk larvasida, dan fogging atau obat semprot sebagai insektisida. Scroll lebih lanjut ya.

"Intervensi vektor yang ketiga yaitu dengan teknologi nyamuk ber-Wolbachia," kata dr. Imran Pambudi MPHM, Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kementerian Kesehatan RI, dalam media briefing di Jakarta, Selasa 19 Desember 2023.

6 Tanda Kamu Terkena DBD, Kenali Gejalanya Sejak Dini agar Tidak Makin Fatal

Ia menjelaskan, telah terbukti bahwa penyebaran nyamuk aedes aegypti ber-Wolbachia memberikan dampak positif bagi penurunan kasus dengue. Sayangnya, banyak masyarakat yang takut akan dampak dari penyebaran nyamuk ber-Wolbachia.

Penyakit Menular Arbovirosis Jadi Ancaman Baru, Menkes Budi: Lakukan 5 Hal Ini untuk Menanganinya

Untuk itu, ketahuilah beberapa fakta tentang nyamuk ber-Wolbachia yang dijelaskan oleh dr. Riris Andono Ahmad, MD., MPH, Ph.D, Direktur Pusat Kedokteran Tropis Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat & Keperawatan UGM, berikut ini.

1. Berisiko rendah

Sebelum melakukan penelitian secara nasional, nyamuk ber-Wolbachia terlebih dahulu dikaji oleh 20 ahli di berbagai bidang selama 6 bulan di Yogyakarta. Termasuk di antaranya bidang virologi, mikrobiologi, ahli serangga, ahli biodiversitas, dokter anak, psikologi, hingga ilmu sosial.

Berdasarkan literature review dan kajian lain, disimpulkan bahwa kemungkinan risiko yang bisa terjadi adalah yang paling rendah, yang biasa kita temukan sehari-hari dan bisa diabaikan.

2. Nyamuk ber-Wolbachia bukan rekayasa genetika

Nyamuk bionik Wolbachia

Photo :
  • VIVA

Bakteri Wolbachia merupakan bakteri aami yang sudah ada di dalam tubuh banyak serangga. Kemudian secara kebetulan bakteri ini dimasukkan ke dalam tubuh nyamuk agar tidak dapat menyebarkan penyakit.

"Wolbachia tidak mengubah karakter nyamuk. Tidak ada perbedaan bermakna antara nyamuk ber-Wolbachia di wilayah intervensi dengan nyamuk alami di wilayah kontrol,” terang dr. Doni.

Untuk menyangkal hal ini, dr. Doni merujuk pada beberapa situs kesehatan resmi dunia seperti CDC yang secara tegas menyatakan bahwa nyamuk ini bukanlah nyamuk rekayasa genetika. EPA juga menjelaskan dengan tegas bahwa pada nyamuk, ada dua macam teknologi yakni nyamuk yang diinfeksi dan genetic-modified mosquito.

3. Nyamuk ber-Wolbachia tidak merusak lingkungan

Melihat lagi pada sifat Wolbachia yang tidak megubah karakter nyamuk, maka nyamuk ber-Wolbachia tidak meningkatkan populasi nyamuk cullex.

"Tidak terbukti bahwa pelepasan nyamuk ber-Wolbachia meningkatkan populasi nyamuk cullex," ujarnya.

Sebaliknya, pelepasan nyamuk ber-Wolbachia di Yogyakarta terbukti menurunkan insiden dengue 77,1% menurunkan kejadian rawat inap di RS hingga 86%. Rerata angka dengue nasional pun menurun drastic dibandingkan 30 tahun lalu.

"Ini belum pernah terjadi sebelumnya. Setelah pelepasan nyamuk ber-Wolbachia, fogging turun hingga 85%. Ini snagat menggemberikan karena anggaran fogging bisa dialokasikan ke pengendalian penyakit lain," ujar dr. Doni.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya