Vape Memang Tak Mengandung Tar, Tapi Bahaya Lain Tetap Segudang

Vape atau rokok elektrik.
Sumber :
  • Shamieh Law

JAKARTA – Pengguna rokok elektrik atau vape di Indonesia mengalami peningkatan. Bahkan berdasarkan penelitian yang dilakukan Statisa Consumer Insight pada Januari – Maret 2023, Indonesia menempati peringkat pertama sebagai konsumen rokok elektrik tertinggi dibanding Swiss, Amerika dan Inggris.

Chandrika Chika Bakal Jalani Rehabilitasi di BNN Lido

"25 persen masyarakat Indonesia pernah setidaknya menggunakan rokok elektronik satu kali. Ini angkanya lebih tinggi dari Swiss 16 persen, Amerika Serikat 15 persen, Inggris 13 persen," ujar Ketua Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI), Prof. DR. Dr. Agus Dwi Santoso, Sp.P (K), FISR, FAPSR dalam acara media briefing, Selasa 9 Januari 2024. Scroll untuk info selengkapnya.

Sementara itu, ada beberapa alasan yang membuat banyak orang lebih memilih rokok elektrik. Salah satunya, menganggap kadar nikotin lebih rendah dari rokok konvensional. Padahal kata Agus, persepsi tersebut salah. 

Dipenjara karena Narkoba, Chandrika Chika Ngaku Salah Pilih Teman

"Faktanya sama-sama ada nikotinnya, ini tidak bisa dibantah. Rokok elektronik 90 persen ada nikotinnya. Meski 10 persen itu memang tidak ada nikotinnya. Fakta 90 persen ada nikotinnya itu harus dipahami itu betul-betul ada," jelas Prof Agus. 

Gak Percaya Anaknya Biasa Pakai Narkoba, Ibunda Chandrika Chika: Saya Tau Anak Saya Seperti Apa

Lebih lanjut diungkap Prof. Agus, sama seperti rokok konvensional, rokok elektrik juga mengandung bahan karsinogenik. Meski tidak memiliki kandungan tar, ternyata bahan karsinogenik ini didapatkan dari cairan rokok elektrik.

"Fakta kedua adalah ada bahan karsinogenik. Pasti bertanya ini kan tidak ada Tar-nya darimana karsinogeniknya? Hampir sebagian besar riset baru yang ada, bahwa rokok elektronik itu cairannya mengandung karsinogenik yang tidak ada di dalam tar," jelasnya.

Ketiga, fakta bahwa rokok konvensional dan rokok elektronik sama-sama mengandung bahan toksik yang sifatnya iritatif dan merangsang terjadinya inflamasi.  

"Ini bentuknya partikel-partikel halus. Baik dia dalam bentuk partikel asap konvensional maupun dalam komponen uap vape itu merangsang iritasi dan inflamasi. Atas tiga komponen inilah secara garis besar dua-duanya berbahaya, meski uap rokok elektronik tidak mengandung Tar," kata dia. 

"Kesimpulannya, sama-sama bikin ketagihan dan bahaya untuk kesehatan. Ini yang tidak pernah muncul dalam diskusi terhadap kelompok yang pro rokok elektronik karena mereka sampaikan lebih aman karena tidak ada Rar-nya," sambung dia. 

Rokok elektrik atau vape.

Photo :
  • pixabay/LindsayFox

Lebih lanjut diungkap Prof. Agus, banyak komponen dalam rokok elektronik tidak ada di dalam rokok konvensional. Begitu pula sejumlah komponen dalam rokok konvensional tidak ada dalam rokok elektronik seperti Tar. 

Oleh karena itu, komponen yang tidak ada di rokok konvensional tapi ada di dalam rokok elektronik ini adalah komponen yang berbahaya. Justru menimbulkan dampak kesehatan yang muncul dalam komponen baru yang ada di rokok elektronik.

"Adiksi sudah jelas. Nitrosamin ini penyebab karsinogenik, meskipun tidak ada Tar tetapi ada nitrosaminnya. Glycol dan gliserol ini sebabkan iritasi saluran napas dan paru. Aldehydem formaldehyde ini karsinogenik. Acrolein, otoluidine ini karsinogen juga, logam berat ini karsinogen. Partikel halus yang keluar dari asap ini juga karsinogen," bebernya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya