- VIVA.co.id/Putri Firdaus
VIVA – Menikmati pemandangan kota dari ketinggian memang menyenangkan. Itulah yang disajikan Rumah Makan Klapa Manis, Cirebon.
Rumah makan ini tampaknya harus jadi persinggahan wajib saat berkunjung ke Kota Udang, Cirebon. Menikmati pemandangan sambil menyantap nasi liwet memberikan sensasi yang aduhai.
Bagaimana tidak, di lantai teratas tidak ada dinding pembatas atau jendela yang menghalangi pemandangan Anda. Hanya angin sepoi-sepoi yang akan menyapa.
Nasi liwet adalah menu andalan di rumah makan ini. Biasanya disajikan dalam nampan besar untuk porsi empat orang.
Nono Warsono, general manager Rumah Makan Klapa Manis mengungkapkan, alasan nasi liwet jadi andalan di sini.
"Di Cirebon ada banyak pesantren. Di sana makan satu tempat bareng-bareng ada kebersamaan, kekeluargaan. Makannya pakai tampah, ini enggak didapet di rumah," kata Nono saat ditemui di RM Klapa Manis, Jumat, 22 Desember 2017.
Dalam nasi liwet terdapat beberapa lauk, mulai dari tahu dan tempe goreng, petai goreng, ayam ungkep bakar, ikan peda, dan lalapan. Ada tujuan tersirat di balik menu ikan peda yang dijadikan lauk nasi liwet. Nono ingin makanan tersebut dinikmati oleh kalangan atas.
"Zaman dahulu, ikan peda identik dengan makanan orang miskin karena enggak kuat beli ayam," kata dia.
Rumah makan ini memang kental budaya lokal, mulai dari suasana hingga suguhan hiburan yang ditawarkan. Anda bisa meminta pihak rumah makan untuk menghadirkan tarian tradisional, yang biasanya akan dibawakan oleh anak-anak.
"Sengaja kami pilih anak-anak agar mereka termotivasi karena ada panggung buat mereka menyalurkan bakat," ujar dia.
Berkunjung ke rumah makan lebih seru jika datang bersama rombongan, entah teman atau keluarga. Anda bisa memilih sendiri lantai berapa yang akan Anda tempati. Ya, rumah makan ini terdiri dari empat tingkat dengan nuansa berbeda, loh.
Harga makanan di rumah makan ini dibanderol cukup murah, mulai Rp35 ribu hingga Rp175 ribu. Yuk mampir! (art)
Viral Puluhan Pedagang Liwetan dekat Pos Penyekatan PPKM Tasikmalaya
Pedagang di Tasikmalaya yang ikut mengatakan mereka melakukannya secara spontan dan tak ada kaitan dengan PPKM. Benarkah demikian?
