Ibu Milenial Lebih Percaya Instagram Dibanding Dokter

Ilustrasi wanita bekerja di kantor.
Sumber :
  • Pixabay

VIVA – Seorang ibu mengalami banyak perubahan dalam kehidupannya, mulai dari sebelum menikah, belum memiliki anak, hingga hamil dan melahirkan. Dalam melewati perjalanan itu, tentunya ada support system atau sistem dukungan yang mendampingi mereka.

Milenial dan Gen Z Diajak Menerapkan Gaya Hidup Ini

Sistem dukungan itu bisa dari orangtua, pasangan, atau sahabat. Tapi, seiring perjalanan waktu dan perkembangan zaman peran sistem dukungan ini semakin berubah.

Sebuah riset yang dilakukan oleh Kantor TNS mengungkap bahwa kebanyakan wanita merasa sendiri ketika sudah menjadi ibu atau sudah melahirkan. Di masa-masa awal menjadi ibu, mereka merasa seperti terisolasi atau tidak bisa bertemu teman.

Nikita Mirzani Nilai Kelakuan Lolly Semakin Memperburuk Keadaan

"Mereka merasa tidak bisa lagi melakukan apa yang mereka bisa lakukan sebelumnya. Sehingga mereka membutuhkan support system yang membantu, partnership atau teman," kata Marketing & Communication Manager Mothercare Abi Shihab saat konferensi pers di XXI Djakarta Theater, Jakarta, Selasa 12 Februari 2019.

Riset yang dilakukan pada ibu-ibu di perkotaan Pulau Jawa itu mengungkap, sistem dukungan yang menjadi validator utama bagi pada ibu ketika hamil adalah teman. Artinya, para ibu milenial lebih mempercayai teman dibandingkan mendengarkan saran ibu atau mertua. Kemudian mereka menjadikan Instagram sebagai validator berikutnya.

Lolly Ngaku Bakal Berkarier di Indonesia, Ingin Buat Nikita Mirzani Bangga

"Para suami kini hanya sebagai emotional financial supporter saja," kata Abi.

Sementara, dokter dijadikan sebagai profesional advisor. Namun, peran profesional advisor ini juga sudah terwakili oleh internet maupun media sosial. Berkonsultasi dengan dokter kini menjadi opsi terakhir bagi ibu-ibu milenial.

Ketika sudah melahirkan menjadi ibu, Instagram lah yang menjadi validator utama mereka, sebelum akhirnya mendiskusikannya dengan teman. Dan suami, masih menjadi emotional financial supporter bagi mereka.

Sedangkan orangtua atau mertua dan baby sitter dijadikan sebagai emotional supporter bagi mereka.

Namun, hal sebaliknya terjadi pada para ibu di luar Pulau Jawa, di mana budaya masih kental dalam kehidupan mereka. Mereka masih mendengarkan dan patuh terhadap saran dari ibu maupun mertua. Ibu dan mertua pun masih berperan dalam pengambilan keputusan mereka.

Begitu pun peran suami yang tak hanya sebagai pendukung keuangan saja, tapi juga sebagai pembuat keputusan.

Dari data di atas, dapat disimpulkan bahwa, teman atau sahabat di dunia parenting menjadi sistem dukungan yang berharga bagi ibu dalam proses menjadi ibu maupun proses parenting. (tsy)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya