Premium Lenyap di Jalan, Ulah Siapa?

Premium Habis di SPBU Depok
Sumber :
  • VIVAnews/Zahrul Darmawan (Depok)

VIVA – Akhir Februari 2018 ,PT Pertamina tanpa pemberitahuan menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) non penugasan pemerintah. Kenaikan tersebut sangat disayangkan masyarakat lantaran terbatasnya BBM jenis Premium di jalanan.

Legislator PKS Soroti 'Kencing' Solar yang Ditengarai Biang Kelangkaan

Adapun 24 Februari 2018, harga BBM jenis Pertamax untuk wilayah DKI Jakarta menjadi Rp8.900 per liter atau naik dari sebelumnya Rp8.600 per liter. Sementara, Pertamax Turbo menjadi Rp10.100 dari sebelumnya Rp9.600.

Lalu, untuk BBM jenis Pertamina Dex menjadi Rp10 ribu dari sebelumnya Rp9.250 per liter. Sedangkan untuk Dexlite naik dari sebelumnya RP7.500 per liter menjadi Rp8.100 per liter.

Inggris Bantah Negaranya Krisis BBM

Kenaikan harga BBM Pertamax CS ini pun kemudian menjadi gunjingan masyarakat lantaran Premium juga sulit dicari di sejumlah SPBU. Atas kondisi itu masyarakat menuding negara sedang sengaja mengurangi pasokan BBM penugasan.

Premium Habis

PKS Tolak Wacana Penghapusan Bensin Premium

Sejumlah SPBU yang kehabisan pasokan BBM jenis Premium.

Namun, isu yang berhembus tersebut langsung ditanggapi Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas). Di mana sebenarnya kuota penyaluran BBM jenis Premium tetap diberikan sesuai kuota.

Data BPH Migas mencatat pada tahun lalu kuota penyaluran Premium ditetapkan sebesar 12,5 juta kilo liter di luar Jawa Madura dan Bali (Jamali), namun justru realisasi hanya sebesar 5 juta KL.

Untuk itu, pada tahun ini BPH Migas hanya menetapkan kuota Jenis BBM Khusus Penugasan (JKBP) sebesar 7,5 juta KL atau sedikit di atas realisasi 2017. Sementara, di wilayah Jamali tak diberi kuota atau tergantung badan usaha.

Anggota Komite BPH Migas, Hendry Achmad mengatakan, diturunkannya kuota yang diberikan justru karena pihaknya menilai bahwa sebagian pengguna Premium sudah beralih ke BBM dengan Research Octane Number (RON) yang lebih tinggi.

"Sebagian dari (pengguna) Premium sudah lebih sadar, performa mesin di 2.000 ke atas itu sudah menuntut untuk optimalisasi performa mesinnya, dan memang terasa kalau menggunakan premium. Sehingga masyarakat sadar untuk migrasi ke Pertalite dan Pertamax," kata dia, di kantornya, Rabu 7 Maret 2018.

SPBU Nakal
 
Sementara itu, terkait dengan sulitnya Premium yang dirasakan masyarakat di beberapa daerah, BPH Migas justru mensinyalir adalah permainan nakal dari para oknum pemilik SPBU di beberapa daerah.

Bahkan, BPH Migas menemukan bukti kecurangan pada SPBU yang tak mematuhi prosedur penjualan Premium di wilayah Lampung dan Riau. Akibat kenakalan ini bahkan terjadi demo dari masyarakat.

Hendry mengungkapkan atas temuan itu pihaknya juga telah menyampaikan kepada Pertamina untuk mengevaluasi penyaluran Premium di Pekanbaru dan Lampung. Ia pun mengkritik kebijakan Pertamina Pusat dan daerah yang belum sejalan.

"Banyak terjadi kelangkaan (Premium) di daerah, seharusnya apa yang dilaksanakan oleh operasional PT Pertamina di pusat maupun daerah haruslah sejalan," tegasnya.

Ilustrasi SPBU yang disegel polisi

SPBU disegel polisi karena melakukan kecurangan.

Hendry menjelaskan, banyaknya permainan di SPBU terhadap BBM Premium di daerah lantaran margin (keuntungan) Premium yang lebih kecil dibanding dengan Pertamax CS. Di mana Premium Rp280 per liter, sedang Pertalite Rp400 per liter.

"Jadi karena margin ini, sebagian penyalur di lokasi tertentu melihat animo masyarakat dialihkan ke Pertalite, dia akhirnya enggak menebus Premium, dia minta saja Pertalite," katanya.

Hal ini menurutnya akan ditindaklanjuti, sebab Premium di luar Jamali harus disediakan oleh Pertamina. Begitu pun penjualan Pertalite dengan harga yang lebih tinggi akan disikapi oleh BPH Migas.

Sedangkan untuk wilayah Jamali, meski tak ada aturan tegas bagi SPBU bisa menjual jenis BBM Premium, BPH Migas tetap meminta Pertamina untuk sediakan Premium khususnya jalur-jalur angkutan kota (angkot).

"Sah-sah saja jika ada SPBU yang tidak menjual Premium di Jawa Madura dan Bali. Hanya saja, untuk jalur-jalur angkot BPH Migas mengimbau Pertamina menyediakan Premium," jelasnya.

Adapun penyaluran Premium tersebut, tambahnya juga merupakan kewajiban bagi SPBU yang memiliki kontrak awal dengan PT Pertamina dalam penyalurannya. Begitu pun halnya dengan SPBU di luar Jamali.

Tetapkan Kuota Minimum

Maraknya kelangkaan Premium di lapangan juga turut menjadi perhatian sejumlah pengamat energi. Salah Satunya adalah Direktur Eksektutif Institute for Essential Services Reform (IESR), Fabby Tumiwa.

Ia mengatakan, kelangkaan Premium yang terjadi memang karena sejumlah pemilik SPBU yang lebih mementingkan menjual Pertalite ketimbang Premium. Hal itu juga didukung oleh margin yang lebih tinggi bila menjual Pertamax Cs.

Untuk itu, walau sekarang SPBU sudah tak diatur harus menyediakan Premium, tapi Pertamina masih punya keleluasaan menentukan pasokan. Dan BPH Migas harus menetapkan kuota minimal yang harus tersalurkan.

"Pertamina harusnya bisa punya keleluasaan menentukan pasokan ke SPBU ke depan dan BPH Migas menentapkan kuota minimal agar Premium dan Solar tidak terjadi kelangkaan," tegasnya kepada VIVA.

Gedung Pertamina Lapangan Banteng.

Tampak depan kantor pusat PT Pertamina (persero)

Sedangkan, VP Corporate Communication Pertamina, Adiatma Sardjito mengatakan langkanya Premium di jalan saat ini tentunya berdasarkan kewenangan Pertamina berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 191 tahun 2014.

Di mana dalam aturan tersebut dijelaskan, bahwa penyediaan dan distribusi atas volume kebutuhan tahunan jenis BBM tertentu dan jenis BBM Khusus dilaksanakan oleh badan usaha melalui penugasan oleh badan pengatur.

Selain itu, Pertamina juga mengikuti aturan dari Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Permen KLHK) nomor 20 tahun 2017 tentang penyediaan bahan bakar ramah lingkungan atau Euro 4.

Adiatma mengungkapkan, berkurangnya pasokan Premium di masyarakat saat ini juga di dorong oleh hasil survei perusahaan yang menyatakan bahwa pola konsumsi masyarakat mulai bergeser.

"Jadi di lapangan itu juga telah terjadi pola pergeseran, bahwa sekarang itu konsumen itu sudah mulai senang menggunakan RON-nya tinggi sesuai dengan kapasitas dari kendaraan masing-masing," ujarnya.

Sementara yang terakhir, lanjut Adiatma, langkanya Premium juga adalah upaya perseroan menjaga kuota BBM penugasan tetap terjaga di masyarakat, sehingga Pertamina sangat berhati-hati dalam menyalurkannya.

"BBM Premium itu penugasan pemerintah dibayarkan oleh negara, jadi Pertamina hati-hati mengambil posisi untuk menggunakan uang itu. Dan patokan kami tiga hal tersebut," tegasnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya