Cacing dalam Sarden, Bahaya atau Tidak

ilustrasi sarden
Sumber :

VIVA – Produk ikan makarel dalam kaleng (sarden) impor mengandung cacing. Pada Kamis, 22 Maret 2018, Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) Provinsi Riau membenarkannya.

Ribuan Ikan Sarden Mati Terdampar di Pantai Jepang, Ada Apa?

"Berdasarkan uji laboratorium, ternyata positif ada cacing jenis gilig dalam ikan kaleng merek Farmer Jack," kata M. Kashuri, Kepala BBPOM setempat pada wartawan di Pekanbaru, Riau.

Pengujian pihak BBPOM tersebut berawal dari keluhan warga di Kabupaten Indragiri Hilir dan Kabupaten Kepulauan Meranti, Riau, yang melaporkan adanya cacing pada produk sarden yang mereka beli. Selain itu, juga beredar video yang viral di media sosial tentang adanya cemaran cacing pita pada sarden.

Geger 12 Orang Keracunan Ikan Sarden, 1 Orang Dilaporkan Tewas

Produk impor ikan makerel (sarden) kaleng yang terbukti mengandung cacing

M Kashuri mengklarifikasi bahwa cacing pada sarden itu bukan cacing pita, melainkan cacing Anisakis sp. "Artinya, terkonfirmasi memang benar ada sejenis cacing, tapi bukan cacing pita seperti yang viral di media sosial. Jadi ada cacing Anisakis species," kata Kashuri.

Ini Penyebab Ikan Kaleng Makerel Mengandung Cacing

Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI di Jakarta juga telah memberikan pernyataan resmi bahwa cacing Anisakis sp yang ditemukan dalam kaleng sarden tersebut dalam keadaan mati.

"Hasil pemeriksaan dan pengujian BPOM RI menemukan adanya cacing dengan kondisi mati pada produk ikan makarel dalam saus tomat dalam kaleng ukuran 425 gram," demikian dikutip dari rilis BPOM yang diterima VIVA, 22 Maret 2018. Selain merek Farmer Jack, BPOM juga menyebut dua merek sarden lainnya yang tercemar cacing, yaitu IO dan HOKI.

Cacing Mati Vs Cacing Hidup
Berbicara tentang spesies cacing Anisakis sp., penelusuran VIVA menemukan penelitian yang berjudul 'Anisakis sp. dan Alergi yang Diakibatkannya'. Penelitian itu dipublikasi di laman Researchgate.net pada Desember 2017.

Secara epidemiologis, cacing Anisakis sp. merupakan parasit yang banyak menginfeksi mamalia laut, seperti singa laut, paus, dan lumba-lumba, serta berbagai jenis ikan, terutama yang berasal dari laut dalam, yang juga sering dikonsumsi manusia.

Disebutkan dalam penelitian tersebut, infeksi larva hidup Anisakis sp. dapat menyebabkan beragam gangguan pada manusia, terutama pada saluran cerna. Gejala yang sering ditimbulkan ketika terinfeksi parasit ini, yaitu bisa berupa keluhan ringan seperti nyeri, mual, muntah, maupun penyakit serius seperti obstruksi usus halus yang memerlukan intervensi bedah.

Ikan Salmon

Sementara itu, pakar gizi dari Institut Pertanian Bogor (IPB) Prof. Dr. Ir. H. Hardinsyah, MS ketika dimintai keterangan terkait ditemukannya Anisakis sp. pada produk makanan kaleng, menyatakan bahwa ia belum tahu persis efek yang mungkin ditimbulkan jenis cacing tersebut apabila sampai termakan.

Namun, ia menyatakan jika cacing ditemukan dalam keadaan mati, berarti sudah tidak dapat menyebabkan infeksi. Apalagi makanan tersebut telah melalui prosedur pengolahan yang memanfaatkan suhu tinggi.

"Saya belum tahu persis efek dari cacing Anisakis sp. itu. Tapi itu bisa saja (ada dalam kaleng) apakah ada dalam skala besar, ada yang tidak merata kena panas, harusnya sih kalau kena panas sudah baik, apalagi dengan pressure cooker. Kalau mati berarti sudah tidak menyebabkan infeksi, ya," kata Prof. Hardinsyah pada VIVA.

Ilustrasi masak yang sehat.

Meski cacing telah lumpuh dan tidak mampu menimbulkan infeksi, dikatakan Prof. Hardinsyah bahwa jika sampai ditemukan parasit dalam makanan, artinya proses pengolahannya tidak layak. "Berarti hanya masalah jijik saja. Secara persyaratan enggak memenuhi syarat. Tapi kalau cacing kalau sudah mati apalagi dengan suhu panas, sama saja kita kayak makan ulat yang bisa dimakan, hanya jijik saja dan tidak memenuhi standar mutu," ujar Prof. Hardinsyah yang juga menjabat sebagai Ketua Umum PERGIZI PANGAN Indonesia.

Adanya kemungkinan bahwa makanan yang berasal dari laut berpotensi tercemar Anisakis sp. juga dibenarkan Prof. Hardinsyah. Namun, perlu jeli melihat di mana cacing tersebut ditemukan. "Tergantung ditemukannya di mana, kalau di kuah 'kan berarti dari luar tubuh ikan. Kalau di tubuh ikan, ulat (cacing) yang ada di perut ikan (berada di) tubuh ikan."

Tercemarnya makanan oleh cacing juga dapat diakibatkan oleh lemahnya higienitas dalam proses pengolahan. Terutama saat mencuci. “Itu dari tidak bersih waktu nyuci ikannya terus dimasak. Ya, karena misal dia katakan telur. Kalau dia dari telur, waktu dipanaskan akan mati atau kalau ada bagian pojok daging yang tidak merata panasnya itu bisa jadi. Tapi umumnya ikan itu merata panasnya, apalagi melalui pressure cooker.”

Ingat KLIK

Menindaklanjuti temuan cacing Anisakis sp., BBPOM Riau bersama dinas terkait setempat melakukan inspeksi ke sejumlah pasar. Di antaranya Pasar Agus Salim, Pasar Buah, dan Swalayan Lucky.

"Sebelumnya BBPOM telah menyurati agen-agen agar menarik produk yang terkandung cacing di dalamnya supaya masyarakat tidak mengonsumsinya lagi. Agen diberikan waktu satu bulan untuk menarik produk merek Farmer Jack, IO, dan Sarden kaleng Hoki," kata El Syabrina, Asisten II Bidang Ekonomi dan Pembangunan Kota Pekanbaru.

Hal senada juga disampaikan BPOM RI dalam rilis bahwa pihaknya telah memerintahkan kepada importir FARMERJACK, IO, dan HOKI agar menarik produk mereka dari peredaran dan melakukan pemusnahan. Produk yang mengandung cacing tidak layak dikonsumsi dan pada konsumen tertentu dapat menyebabkan reaksi alergi (hipersensitivitas) pada orang yang sensitif.

Ilustrasi belanja di minimarket.

BPOM RI juga terus memantau pelaksanaan penarikan dan pemusnahan serta meningkatkan sampling dan pengujian terhadap peredaran bets produk lainnya dan semua produk ikan dalam kaleng, baik produk dalam maupun luar negeri.

Lantas, sebagai konsumen bagaimana cara kita mendeteksi produk makanan dalam kaleng aman dan memastikan tidak mengandung cacing? BPOM RI menganjurkan agar kita lebih cermat dan hati-hati dalam membeli produk pangan. Selalu ingat cek rumus KLIK (Kemasan, Label, Izin Edar, dan Kedaluwarsa) sebelum membeli atau mengonsumsi produk pangan. Pastikan kemasannya dalam kondisi utuh, baca informasi pada label, pastikan memiliki izin edar dari BPOM RI, dan tidak melebihi masa kedaluwarsa.

Masyarakat yang menemukan produk bermasalah dapat menghubungi Contact Center HALO BPOM di nomor telepon 1-500-533 (pulsa lokal), SMS 0812-1-9999-533, e-mail: halobpom@pom.go.id, atau Unit Layanan Pengaduan Konsumen (ULPK) Balai Besar/Balai POM di seluruh Indonesia. (one)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya