Cawapres Ulama Belum Jaminan, Sejarah Membuktikan

Ijtima Ulama dan Tokoh Nasional di Jakarta.
Sumber :
  • ANTARA/Rivan Awal Lingga

VIVA – Tak terbantahkan klaim Gerakan Nasional Pengawal Fatwa Ulama (GNPF-U) sebagai salah satu arus pendorong bagi koalisi partai politik non pemerintah. Kelompok yang populer dengan Aksi 212 itu selalu seirama dengan arah politik koalisi yang digawangi Partai Gerindra dan Partai Keadilan Sejahtera.

Wawancara dengan Al Jazeera, Prabowo: Generasi Muda Melihat Siapa yang Tulus dan Dibuat-dibuat

Terakhir kali, Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto bersama sejumlah partai politik non koalisi Jokowi, turut menghadiri acara ijtima ulama GNPF di Hotel Peninsula, Jakarta Barat, Jumat, 27 Juli 2018 lalu.

Pimpinan partai politik lain yang hadir, ada Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan, Ketua Majelis Syuro PKS Salim Segaf Aljufri dan Ketua Umum PBB Yusril Ihza Mahendra.

Gerindra Buka Peluang Revisi UU Kementerian Negara: Setiap Pemerintahan Punya Tantangan Berbeda

Acara yang dibuka melalui sambutan Imam Besar Front Pembela Islam (FPI), Habib Rizieq Shihab selaku Ketua Dewan Pembina GNPF Ulama, mengharapkan perkumpulan itu dapat memperkuat barisan umat menuju Indonesia berkah dengan menyatukan partai-partai politik yang berjuang bersama umat melawan tirani kezaliman.

GNPF Ulama menyambut dua partai baru yang mau bergabung dalam acara ijtima ulama, yakni Partai Berkarya maupun Partai Idaman. Serta berharap agar Partai Demokrat maupun partai-partai politik lainnya juga mau bergabung dalam perkumpulan tersebut.

Sekjen Gerindra Ungkap Potensi Pertemuan Prabowo dan Megawati

Dalam amanahnya, Habib Rizieq menyarankan kepada peserta ijtima ulama agar dapat mencalonkan presiden dan wakil presiden dari kalangan nasionalis dan agamis pada Pemilihan Umum 2019.

"Agar saling melengkapi dan saling menyempurnakan sehingga mengatakan limpahan tambah dari Allah seluruh wilayah tanah air tercinta Indonesia," ujar Habib Rizieq melalui jaringan komunikasi dari Mekkah, dalam Ijtima Ulama di Hotel Peninsula Jakarta, Jumat, 27 Juli 2018.

Melalui ijtima ulama ini, Habib Rizieq berharap akan memacu merekomendasikan calon presiden dan wakil presiden 2019 yang adil dan amanah, cerdas dan tegas yang cinta bangsa dan negara dan melindungi semua agama, yang menjunjung tinggi ayat suci, selalu mengawal konstitusi agar tidak bertentangan dengan ayat suci.

Gayung bersambut, peserta ijtima ulama GNPF langsung berembuk dan menjaring aspirasi peserta. Hasilnya, ijtima ulama merekomendasikan pasangan Prabowo Subianto-Habib Salim Segaf AlJufri atau Prabowo Subianto-Ustaz Abdul Somad Batubara, sebagai pasangan capres cawapres dari Koalisi Keummatan.

"Ini semua yang kita rekomendasikan dua pasang calon ini adalah aspirasi peserta yang dapat restu dari Rizieq Shihab," ujar Yusuf usai Ijtima Ulama di kawasan Slipi, Jakarta, Minggu 29 Juli 2018. [Baca Ustaz Abdul Somad menolak diusulkan jadi Cawapres di tautan ini]

Yusuf menambahkan hasil ijtima ulama ini langsung disampaikan kepada Prabowo Subianto, dan lima partai politik koalisi. GNPF Ulama yakin Prabowo akan mendengar hasil rekomendasi dan menerima usulan yang disampaikan oleh para ulama dan tokoh nasional yang hadir dalam forum ijtima ulama ini.

Menariknya, dalam rekomendasi ijtima ulama ini, tidak ada nama Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) untuk diusulkan sebagai cawapres Prabowo. Yusuf mengakui nama Komandan Satuan Tugas Bersama (Kosgama) Partai Demokrat itu memang tidak pernah dibicarakan selama forum ijtima ulama.

Menurut Yusuf, ada alasan yang menyebabkan AHY belum diusulkan masuk bursa Pilpres. Pertemuan Susilo Bambang Yudhonoyono dan Prabowo Subianto juga belum menunjukkan kata sepakat nama AHY diajukan menjadi calon wakil presiden. "Tak ada kewajiban bahwa Demokrat mengusung AHY," kata dia.

Dinamika Cawapres Prabowo

Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto menyambut baik rekomendasi ijtima ulama soal dua nama calon wakil presiden yaitu Ustaz Abdul Somad (UAS) dan Ketua Majelis Syuro PKS Salim Segaf Aljufri.  

Prabowo menerima rekomendasi ijtima ulama dan akan memepelajarinya serta berkonsultasi dengan semua partai koalisi. Karena keputusan ijtimak itu hingga hari ini belum diputuskan apakah akan diterima secara utuh atau tidak.

"Saya akan konsultasikan ke semua pihak. Kita tidak mengambil keputusan dengan ringan, kita hati-hati, saya katakan saya terima rekomendasi, tapi rekomendasi adalah rekomendasi. Marilah kita pelajari hasil dari Ijtima. Klausul demi klausul," kata Prabowo di DPP PKS Jakarta, Senin 30 Juli 2018.

Purnawirawan jenderal bintang tiga ini menambahkan masih ada banyak klausul yang masuk dan harus dipertimbangkan oleh koalisi. Termasuk dinamika politik yang ada.

"Mekanisme politik Indonesia dari Parpol. Itu sistem politik kita. Kita hargai pendapat, masukan, tapi mekanisme terakhir dari parpol. Keputusan dari parpol. Jadi ini masih ada proses, kita bicarakan," tegasnya.

Prabowo menjelaskan dinamika politik saat ini tengah berjalan cepat. Karenanya, rekomendasi ijtima ulama harus dibahas dan dipelajari. Prabowo menyebut rekomendasi ijtima ulama itu masih memungkinkan ruang untuk dimusyawarahkan.

Diantara ruang bagi Prabowo Subianto untuk membahas rekomendasi ijtima ulama itu melalui pertemuannya dengan Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono Senin pagi, 30 Juli 2018. Pertemuan itu sekaligus memantapkan koalisi Partai Gerindra-Partai Demokrat di Pilpres 2019.
 
Berlanjut, masih di hari yang sama, Prabowo langsung menemui Presiden PKS Sohibul Iman di kantor DPP PKS. Pertemuan itu sekaligus 'meng-update' hasil pertemuannya dengan SBY kepada PKS, selaku sekutu Partai Gerindra.

Presiden PKS, Sohibul Iman mengapresiasi bergabungnya Partai Demokrat dalam koalisi pengusung Prabowo Subianto sebagi calon presiden dalam Pemilu 2019 mendatang. Sebagaimana Gerindra, PKS juga akan menemui langsung SBY dan juga Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan.  

Sohibul mengatakan dalam pertemuan lintas partai ini, hasil rekomendasi ijtima ulama akan tetap dibahas. Termasuk dengan Partai Demokrat dan PAN. PKS akan menjajaki peluang dua nama cawapres Prabowo, dimana salah satunya adalah kader PKS, yakni Salim Asegaf Aljufri.

"Tentu kita juga mempertimbangkan beragam hasil survei. Saya kira kombinasi itu akan jadi keputusan kita. Yang jelas secara formal yang memberikan rekomendasi lewat mekanisme terbuka dan bisa  disaksikan masyarakat yaitu dari Ijtima ulama," ujar Sohibul.

Mantan anggota Komisi X DPR RI ini juga menyerahkan rekomendasi siapa yang nantinya dipilih menjadi cawapres Prabowo kepada Majelis Syuro PKS dan hasil kesepakatan partai koalisi, dalam hal ini Partai Gerindra, Partai Demokrat, PKS dan PAN.

"Karena kami menerima rekomendasi Ijtima yang isinya dua paket, jika paket bukan Ustaz Salim tentu kami terima. Tinggal nanti kami akan mengkomunikasikan ke majelis syuro. Nanti majelis syuro yang menentukan. Tentu kamu di sini yang melakukan komunikasi itu semua, tentu akan meyakinkan majelis Syuro tentang pilihan dari ulama dan tokoh nasional," paparnya.

Belum Jaminan

Fenomena munculnya nama-nama ulama dalam bursa cawapres tak hanya di kubu Prabowo. Di kubu seberang, nama-nama cawapres Jokowi dari kalangan ulama juga sempat mencuat. Sebut saja nama Gubernur NTB Tuan Guru Bajang Muhammad Zainul Majdi, Ketua Umum MUI KH Ma'ruf Amin dan mantan Ketum Muhammadiyah KH Din Syamsuddin.
 
Pengamat Politik dari Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta, Adi Prayitno, menganggap wajar rekomendasi ijtima ulama GNPF untuk cawapres Prabowo Subianto. Namun, dua nama yang diusulkan, yakni Ustaz Abdul Somad dan Salim Segaf Aljufri tidak realistis bagi Prabowo, karena elektabilitasnya rendah.

"Karena Pilres bukan hanya ideal, orang baik, kalangan ulama, ustaz dan seterusnya, tapi memang harus punya kalkulasi politik yang matang, yaitu mampu memberikan insentif elektoral yang menjamin kemenangan," kata Adi kepada VIVA, Senin, 30 Juli 2018.

Kondisi berbeda ketika Ustaz Abdul Somad atau Salim Segaf dipasangkan dengan Jokowi, menurutnya kombinasi ini justru akan menguntungkan bagi Jokowi. Karena bisa mematahkan kekuatan politik Prabowo, yang selama ini didukung kelompok Islam.

"Karena dua orang ini memang jam terbang track recordnya tak sekuat cawapres yang lain, seperti AHY," ujarnya.

Ia menilai rekomendasikan ijtima ulama ini merupakan upaya GNPF Ulama, yang ingin menunjukkan eksistensinya, menjadi wadah aspirasi umat Islam yang ingin terus dipertahankan. Itu kemudian yang direspons serius oleh Prabowo sebagai aspirasi kelompok yang selama ini terus berada di belakangnya.

"GNPF ini semacam koalisi bayangan di luar partai-partai resmi seperti PKS, Gerindra, PAN yang selama ini jadi 'teman mesranya', kelompok oposisi yang dimulai dari Pilkada Jakarta. Tentu Prabowo, PKS, Gerindra, PAN tak mau kehilangan momentum sokongan umat Islam," ungkapnya.

Namun, Adi mengingatkan cawapres dari kalangan ulama belum menjamin bisa mendongkrak elektoral. Sejarah menunjukkan pada Pemilu 2014, ada dua capres nasionalis yang berpasangan dengan kalangan ulama, Megawati-KH Hasyim Muzadi kemudian Wiranto-KH Salahuddin Wahid. Pasangan itu justru keok dari pasangan non ulama, SBY-JK.

"Pilpres 2009 juga gitu, ada JK-Wiranto yang menjual isu-isu Islam juga kalah. Jadi upaya kapitalisasi sentimen ulama dan umat dalam konteks Pilpres 2019 akan dihadapkan pada realitas politik pemilih kita  yang enggak Islam-Islam banget, enggak santri tapi Islam abangan," katanya.

Wakil Ketua Umum Partai Gerindra, Ferry Juliantono memastikan rekomendasi cawapres Prabowo dari ijtima ulama tersebut bukan harga mati. Salah satunya alasannya adalah pernyataan Ustaz Abdul Somad yang keberatan menjadi cawapres Prabowo.

Ustaz Somad lebih memilih untuk mendukung Salim Segaf Aljufri jadi pendamping Prabowo. Kendati demikian, munculnya nama Salim Segaf Aljufri juga tak bisa dipaksakan.

"Kita tidak bisa maksa, begitu juga Bapak Salim," ujar Ferry di Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Senin 30 Juli 2018.

Menurutnya, perlu ada konfirmasi lanjutan untuk menyikapi rekomendasi ijtima ulama itu. Salah satunya, terkait sikap resmi PKS yang menjadi koalisi pendukung Prabowo. Sebab, ada sembilan nama cawapres yang ditawarkan PK, Salim Segaf satu diantaranya. Bagaimana yang lain? (umi)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya