Pemilu 2019, Efek Ekor Jas dan Kuburan Parpol

Ilustrasi
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Yusuf Nugroho

VIVA – Pemilu 2019 akan menjadi catatan sejarah. Untuk kali pertama, pemilihan legislatif (pileg) dan Pemilihan Presiden atau pilpres digelar serentak. Menjadi perhatian di pileg, 16 partai politik lama dan baru akan berebut kursi di parlemen.

AROPI: Dibanding Musim Pemilu 2019, Tingkat Kepercayaan Terhadap Lembaga Survei Naik 7,6%

Namun, bukan perkara mudah berebut jatah 575 kursi di DPR RI. Selain parliamentary threshold atau ambang batas lolos parlemen minimal 4 persen, kekuatan parpol lama mesti bersaing dengan parpol baru.

Selain itu, perhelatan serentak menuntut parpol mesti berbagi strategi antara pileg dan pilpres. Hal ini berlaku terutama untuk parpol lama dalam memainkan strategi saat kampanye. Pileg 2019 akan menjadi pertaruhan kiprah parpol.

Paguyuban Marga Tionghoa Dorong Gunakan Hak Pilih 14 Februari untuk Lahirkan Pemimpin Berkualitas

Bila gagal lolos tembus angka 4 persen maka tak ada suara parpol di DPR RI. Maka, setiap parpol terutama yang lama akan mati-matian mempertahankan eksistensinya di parlemen.

Direktur Eksekutif Lembaga Survei Nasional (Median), Rico Marbun menganalis Pemilu 2019 yang digelar serentak menjadi keuntungan bagi parpol yang mengusung tokohnya sebagai capres. Di Pilpres 2019, ada dua calon presiden yang akan bersaing berebut kursi takhta RI-1.

Prabowo Kaget Ada Pemuda Ngaku Siap Mati untuknya di Pilpres 2019: Saya Suruh Pulang!

"Karena serentaknya Pemilu 2019, partai yang tak punya tokoh maju di pilpres akan mengalami kerugian," kata Rico kepada VIVA, Selasa, 20 November 2018.

Capres nomor urut 1 Joko Widodo dan Capres nomor urut 2 Prabowo Subianto.Capres nomor urut 01 Jokowi dan capres nomor urut 02 Prabowo Subianto

Baca: Demokrat: Cuma Kami yang Jujur Potensi Almarhum di Pileg 2019

Pengamat politik Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Adi Prayitno mengatakan merujuk lembaga survei, teori efek ekor jas atau coattail effect hanya dimiliki parpol yang punya kader menjadi capres. Artinya, mengacu hal ini, maka PDIP dan Gerindra diuntungkan.

Jokowi selaku capres petahana nomor urut 01 merupakan kader PDIP. Adapun capres nomor urut 02, Prabowo Subianto adalah Ketua Umum sekaligus Ketua Dewan Pembina Gerindra Prabowo Subianto. Begitupun cawapres nomor urut 02, Sandiaga Uno yang melekat dengan Gerindra. Meski eks Wakil Gubernur DKI itu diklaim sudah mundur dari Gerindra.

"Coattail effect hanya dimonopoli partai yang bisa usung capres atau cawapres sendiri. Itu hukum alam politik. Terbukti, temuan sejumlah survei mengkonfirmasi hanya PDIP dan Gerindra yang suaranya melambung jauh di awan," jelas Adi kepada VIVA, Selasa, 20 November 2018.

Baca: PDIP Vs Gerindra Diramal Bersaing Ketat di Pileg 2019

Mesin parpol selama kampanye menjadi salah satu kunci parpol untuk menarik suara pemilih. Menurut Adi, berbeda dengan parpol yang sudah punya mesin partai dan pemilih loyal seperti Golkar. Partai berlogo Pohon Beringin ini diprediksi tetap lolos meski tanpa kecipratan coattail effect dari Jokowi.

"Golkar itu karena mesin politik dan pemilih tradisionalnya sangat solid, bukan karena berkah efek ekor jas," tutur Adi.

Kuburan Parpol

Ilustrasi pencoblosan saat pemilu.Ilustrasi pemilih saat pencoblosan

Ambang batas kelolosan parlemen dengan 4 persen cukup berat. Angka ini lebih tinggi dibandingkan Pemilu 2014 yang hanya 3,5 persen. Angka kelolosan yang cukup berat ini diprediksi akan menjadi kuburan bagi parpol yang tak solid. Hal ini juga berlaku bagi parpol lama yang ikut mengusung capres-cawapres.

"Memang cukup berat dan berpotensi jadi kuburan bagi partai lama yang tak solid. Ditambah lagi sistem pemilu serentak membuat partai lama khawatir bisa lolos Senayan atau tidak," kata Adi.

Adi melihat Pemilu 2019 harus menjadi pilihan bagi parpol yang tak punya tokoh sebagai capres atau cawapres. Bila fokus bantu koalisi parpol di pilpres maka suara di pileg bisa anjlok.

Baca: Berkat Prabowo, Gerindra Diprediksi Tendang Golkar di Pileg 2019

Parpol lama harus bisa memainkan strategi agar tak latah maksimal di pilpres. Untuk partai seperti Demokrat, PKB, Nasdem, PKS, dan PAN diprediksi bisa lolos. Namun, angkanya diprediksi tak signifikan dari angka 4 persen.

"Partai lama seperti Hanura, PPP potensial ambruk di pileg di tengah keruwetan sistem kompetisi yang sangat terbuka. Belum lagi konflik internal mereka akan mempengaruhi soliditas suara," jelas Adi.

Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (kedua kanan) didampingi Ny Ani Yudhoyono (kanan), Sekjen Partai Demokrat Hinca Panjaitan (ketiga kanan) dan sejumlah kader Partai Demokrat menghadiri pembukaan pembekalan calon legislatif DPR RI Partai Ilustrasi SBY dan elite Partai Demokrat.

Elite partai pun bersuara. Ketua DPP Demokrat Jansen Sitindaon menekankan syarat ambang batas lolos 4 persen dengan sistem pemilu serentak menjadi ujian setiap parpol. Ujian ini berlaku bagi parpol yang tak punya figur capres atau cawapres.

Bagi dia, bila Demokrat lebih fokus di pileg dibanding pilpres menjadi kewajaran. Karena bila maksimal di pilpres namun kendor di pileg akan berujung negatif bagi Demokrat.

"Baru kali ini berbarengan. Kalau partai fokus di pileg termasuk Demokrat lebih fokus di pileg, ya itu wajar karena enggak mau almarhum di 2019 nanti," ujar Jansen.

Baca: PSI dan Perindo Tak Masuk Daftar Partai Pengusung Jokowi-Ma'ruf

Ketua DPP Gerindra Sodik Mujahid tak menampik coattail effect memberikan keuntungan partainya. Namun, dalam politik ada koalisi yang mesti jadi prioritas. Menurut dia, Gerindra selalu siap kerjasama membantu ikut promosikan partai koalisi dalam kampanye demi target lolos ke parlemen.

"Kelolosan koalisi pendukung Prabowo jadi prioritas kami. Bila menang, perjuangan di parlemen bisa dilanjutkan kembali bersama kan untuk kelancaran program-program," jelas Sodik.

Nasib Parpol Baru

Ketua Umum Partai Perindo Hary Tanoesoedibjo (kedua kiri) melambaikan tangan saat mendaftarkan partainya ke KPU Pusat di JakartaHary Tanoe dan lite Partai Perindo

Empat partai baru di Pemilu 2019 diprediksi sulit bersaing untuk lolos ke parlemen. Empat partai yaitu Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Partai Berkarya, Partai Persatuan Indonesia (Perindo), dan Partai Garuda.

Direktur Eksekutif Median, Rico Marbun menilai parpol baru sulit bersaing dengan sistem pemilu serentak. Sejak era Reformasi dengan pemilu belum serentak, parpol baru sudah sulit bersaing.

"Ini apalagi pemilu serentak. Memang jadi tantangan. tapi mengalahkan dan merebut suara parpol lama perlu perjuangan ekstra," ujar Rico.

Baca: Survei Y-Publica Prediksi Perindo dan PSI Lolos ke Parlemen

Sekretaris Jenderal Partai Berkarya, Priyo Budi Santoso mengatakan pihaknya punya kalkulasi dan hitungan sendiri. Ia menekankan Berkarya tak bergantung dari coattail effect Prabowo Subianto. Fokus di pileg menjadi alasan rasional Berkarya.

"Kami lebih andalkan pada kekuatan mesin partai dan jaringan relawan yang kami bangun sampai bawah. Benar Berkarya fokus pemenangan pileg dan memviralkan #2019gantiDPR," tutur Priyo kepada VIVA, Selasa, 20 November 2018.

Bahkan, Priyo menegaskan Berkarya berani menargetkan bukan hanya sekadar lolos parlemen. Namun, mengincar posisi lima besar di pileg. "Kami berikhtiar untuk bisa masuk menjadi 5 besar di parlemen," ujar eks politikus Golkar itu.

Baca: Golkar: Kami Kuat di Jaringan, Bukan di Survei

Ketua Dewan Pembina Partai Berkarya Hutomo Mandala Putra atau Tommy Soeharto (ketiga kiri)Ketum Berkarya Tommy Soeharto dan petinggi Berkarya.

Optimisme juga disuarakan elite Perindo. Partai besutan Hary Tanoesoedibjo merupakan partai baru yang gencar dalam promosi di media massa.

Sekjen Perindo Ahmad Rofiq menegaskan kader partai sudah paham tentang tantangan pemilu serentak. Maka, sejak awal, Perindo intensif melakukan konsolidasi politik di semua tingkatan dan mendorong para caleg bekerja secara intensif dan masif.

Tak hanya itu, Perindo secara kepartaian juga sudah melakukan program secara khusus untuk mengeruk suara pemilih. Menurut dia, Pemilu 2019 akan menjadi rujukan sejauh  mana kemampuan parpol baru.

"Bagi Perindo 4 persen bukan tujuan tapi merebut kemenangan itu bagian dari upaya kerja partai yang harus bisa diwujudkan di Pemilu 2019," tutur Rofiq.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya