Banjir Jakarta Hanya Semata Perkara Teknis?

Banjir di jalan antara Monas dan Istana Negara
Sumber :
  • Antara/ Fanny Octavianus

VIVAnews - Gubernur Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta, Joko Widodo, akan mengevaluasi sistem keamanan dan keselamatan gedung-gedung di Jakarta menyusul munculnya korban jiwa dalam peristiwa banjir di Gedung UOB di Jalan Tosari, Jakarta.

Cara Taspen Perkuat Srikandi Jadi Penggerak Finansial

Evaluasi, kata Jokowi, akan dilakukan usai tanggap darurat dilakukan. ??Jokowi, panggilan akrab Joko Widodo, mengatakan, untuk saat ini, pihaknya belum bisa memastikan apakah sistem drainase di Plaza UOB buruk atau tidak.

"Semuanya nanti kami akan atur dan bicarakan lagi setelah banjir rampung," kata dia usai memantau proses pengeringan dan evakuasi korban di lokasi kejadian, Minggu 20 Januari 2013.

Mengenal Tradisi Hantaran di Indonesia, Simbol Rasa Syukur dan Kasih Sayang

Jokowi sendiri belajar dari kasus UOB ini bahwa ada masalah dalam sistem koordinasi. Ke depan, Jokowi meminta seluruh jajaran Pemerintah Provinsi DKI sigap melaporkan perkembangan banjir Jakarta.

“Kalau ada kesulitan di lapangan, segera sampaikan. Jangan sampai tidak telepon karena takut dengan saya,” ujar Jokowi saat memberikan pengarahan kepada Wali Kota, Camat, serta Kepala Dinas terkait tentang pengendalian banjir Jakarta di Balai Kota Jakarta, Minggu 20 Januari 2013.

Seperti diketahui, banjir di Gedung UOB terjadi akibat jebolnya tanggul di Banjir Kanal Barat di jalan Latuharhary sepanjang 50 meter.  Menurut Priskah Susilowati, Asisten Building Manager Pengelola Gedung UOB, pihaknya telah mengantisipasi terjadi banjir melihat permbangan cuaca pada hari Rabu dan Kamis pekan lalu dengan membuat tanggul berisi pasir yang diletakkan di pintu akses masuk dan keluar untuk mencegah air masuk ke dalam gedung.

Wakil Ketua KPK Dilaporkan ke Dewas Terkait Pelanggaran Etik

Namun, dia tidak menduga akan mendapat banjir kiriman akibat tanggul Kanal Banjir Barat di Jalan Latuharhary yang jebol. "Itu benar-benar di luar dugaan kami semua," katanya.

Akibat banjir yang menerobos masuk ke basement Gedung UOB ini, dua orang ditemukan tewas yakni Abdul Arif Agus, pria pekerja cleaning service yang ditemukan tewas di basement 1, Sabtu, 19 Januari 2013, pukul 06.30 WIB dan Hardianto Eko alias Eris, pria pekerja cleaning service yang ditemukan tewas di basement 1, Sabtu, 19 Januari 2013, pukul 16.00 WIB.

Hingga Minggu 20 Januari 2013, air yang menggenangi basement Plaza UOB masih terus disedot. Petugas pemadam kebakaran dan kepolisian pun masih berjaga di lokasi.

Mengapa Jebol?

Jebolnya Tanggul Banjir Kanal Barat di Jalan Latuharhary, selain mengakibatkan banjir di Gedung UOB juga mengkibatkan jalan protokol dan Bundaran Hotel Indonesia terendam air. Bahkan, untuk pertama kalinya sejak bertahun-tahun silam, Istana Negara dilanda banjir.

Jokowi mengakui manajemen kontrol yang lemah menyebabkan tanggul Banjir Kanal Barat di Jalan Latuharhary, Jakarta Pusat, jebol. "Namanya ada tanggul harus dikontrol, ada yang digerus oleh air. Ini harus dicek dan di kontrol terus, manajemen kontrolnya menurut saya yang kurang," ujarnya di Masjid Cut Mutia, Jakarta Pusat, Jumat 18 Januari 2013.

Menurut Jokowi, aliran air akibat tanggul jebol harus segera dihentikan. Supaya air yang menggenang di kawasan elit Menteng dan Jalan MH Thamrin tidak semakin tinggi.

Untuk mengatasi banjir Jakarta, Jokowi memaparkan beberapa usulan di depan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono saat meninjau pengungsi banjir di GOR Otista, Jakarta Timur. 

Pertama, normalisasi Sungai Ciliwung. Pemprov DKI Jakarta sudah menyiapkan anggaran Rp250 milliar untuk program ini, sedangkan untuk pembebasan tanah di Pesanggrahan, Angke, dan Sunter, sudah disiapkan Rp400 miliar.

Kedua, pembangunan Waduk Ciawi dan Waduk Cimanggis untuk membantu mengurangi banjir di Jakarta. Untuk itu, ia berharap pemerintah pusat dapat mendukung dan program ini bisa dikerjakan pada tahun ini.

Ketiga
, pembangunan sistem pompa air di Jakarta Utara, di antaranya di Muara Baru dan Ancol. "Ini agar dipercepat. Tahun ini, pengerukan sungai kecil," ujarnya.

Keempat
, pembangunan sumur resapan dengan kedalaman 4 sampai 200 meter. "Ini kurangi banyak sekali risiko banjir," tambahnya.

Namun, berdasarkan kalkulasi anggaran yang tersedia dan skala prioritas, Presiden akhirnya menyetujui usulan Kementerian Pekerjaan Umum untuk membangun sodetan atau terusan menghubungkan Kali Ciliwung ke Kanal Banjir Timur. Presiden memastikan, proyek raksasa ini selesai pertengahan 2014 nanti.

"Untuk tahun ini yang mendesak adalah membuat terusan atau sodetan Kali Ciliwung ke arah Kanal Banjir Timur," kata Presiden dalam jumpa pers usai rapat penanggulangan banjir Jakarta di Jakarta, Minggu 20 Januari 2013.

Presiden menyatakan, data banjir tahun ini memperlihatkan, ketika Kali Ciliwung meluap, debit air Kanal Banjir Timur masih normal. "Relatif tidak terisi," kata Presiden. "Ini tentu tidak menguntungkan."

Karena itu, Presiden setuju, sodetan Kali Ciliwung menjadi  prioritas tahun ini. Anggaran Rp500 miliar disiapkan. "Ini akan selesai medio 2014, bisa kita mulai segera tahun ini," katanya.

Menanggapi rencana pemerintah mengatasi banjir tersebut, Pengamat Tata Kota Universitas Trisakti, Nirwono Yoga, berpendapat bahwa mengatasi masalah banjir sesungguhnya tidak selalu soal teknis.

Secara keseluruhan, permasalah utama banjir adalah faktor pemeliharaan. Karena sebagian besar tanggul yang ada adalah peninggalan zaman Belanda. Dan itu tidak terperlihara dengan baik.

"Sejak kemerdekaan hingga sekarang, tidak dilakukan perbaikan tanggul dan tidak ada penambahan tanggul baru," kata Nirwono Yoga kepad VIVAnews, Minggu, 20 Januari 2013.

Selain pendekatan teknis, pengendalian banjir harus sudah dilakukan dengan rekayasa sosial. Sudah 40 tahun terakhir pembangunan pengendalian banjir selalu fokus pada rekayasa teknis belaka.

Padahal, kondisi geografis di Jakarta sesungguhnya tidak sama dengan Belanda. Konsep pengelolaan air juga harus dibedakan karena alam di Indonesia, khususnya di Jakarta, berbeda dengan Belanda. "Saluran air, tanggul dan waduk diperbaiki, tapi tidak dilakukan rekayasa sosial," katanya.

Rekayasa sosisal dengan memberikan pendidikan kepada warga tentang cara pandang terhadap hujan dan air sudah seharusnya dilakukan. Masyarakat sudah harus diberi kesadaran agar tidak membuang sampah ke sungai dan saluran air. "Ini yang harus dilakukan sekarang."

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya