Kanker Sepakbola Indonesia

- ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay
Benar, yang dimaksud adalah mental dan sikap mantap di atas maupun luar lapangan.
"Teknik pemain tak akan keluar jika nantinya, mental mereka belum matang. Saat bermain, apa yang menentukan pertama kali? Mental, baru setelahnya teknik. Kualitas teknik bagus, tapi mental melempem, apa yang terjadi? Ya, kemampuan mereka tidak keluar," terang Supriyono.
Dalam pembinaan usia dini, menurut Metode Coerver yang dipakai di klub-klub besar Eropa, harus ada keseimbangan antara kualitas teknik, intelijensi, dan mental, dari setiap pemainnya.
Semua materi pengembangan usia dini di metode Coerver terbagi dalam sebuah piramida. Piramida tahapan yang bisa mengasah kualitas teknik, intelijensi, dan mental bertanding pemain secara bertahap. Di Indonesia, sudah ada Filanesia yang jadi kurikulum baku bagi pengembangan usia dini.
"Ada proses untuk pemain dalam mengembangkan kemampuan di olah bola, ball mastery. Lalu, mengembangkan kreasi dan improvisasi dalam permainan, latihan kecepatan, penyelesaian, hingga permainan tim. Di Eropa, bahkan dunia, materi seperti ini sudah sejak lama diterapkan. Makanya, mereka punya tim nasional tangguh karena bibitnya dibina dengan benar," ujar Supriyono.
Riedl berpendapat sama. Selama melatih Indonesia, Coach Alfred melihat pembinaan usia dini di Indonesia masih harus dikembangkan lebih lanjut. Pemilihan pelatih usia dini, juga jadi sorotan dia.
"Indonesia butuh pelatih dan manajer yang bagus. Klub juga berperan melatih pemain dalam urusan profesionalisme, gaya hidup, nutrisi, dan lainnya. Sepakbola usia dini harus lebih dikembangkan lagi," jelas Riedl.
Urusan pembinaan usia dini bukan cuma tugas PSSI Pusat. Tapi, Asprov, Askab, dan Askot, juga harus berperan. Sebab, mereka yang lebih mengerti dan bersentuhan langsung dengan sepakbola di teritorialnya.
Masyarakat umum juga punya peran dalam pengembangan usia dini, yang ujungnya adalah pembentukan tim nasional tangguh.
"Orangtua juga harus paham dengan anaknya yang mencoba berkembang lewat sepakbola. Praktik 'titipan', kita tak bisa tutup mata, masih banyak terjadi. Terutama, di SSB. Ini yang juga harus diatasi agar pengembangan sepakbola usia dini semakin baik. Artinya, peran masyarakat juga dibutuhkan," jelas Supriyono.
PSSI Butuh Bantuan
Jangan cuma teriak dan menggugat PSSI. Masyarakat juga harus bisa kasih solusi.
Bukan membela PSSI, namun masyarakat juga harus objektif dan kritis dalam melihat situasi. Apa yang Anda soroti dari PSSI? Rangkap jabatan Edy?
Memang, Edy merangkap jabatan sebagai Gubernur Sumatera Utara dan Ketua Umum PSSI. Namun, secara Undang-Undang, Edy sama sekali tak melanggarnya dengan jabatan ini.
Beberapa pejabat publik juga melakukan hal yang sama, rangkap jabatan. Wiranto contohnya. Menjabat sebagai Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan, Wiranto juga menjabat sebagai Ketua Umum PB PBSI.
"Tak ada yang dilanggar di UU SKN oleh Pak Edy. Tapi, soal kepatutan saja yang jadi persoalan. Ditambah, sepakbola ini punya kedudukan spesial di mata masyarakat. Jadi, wajar jika masyarakat bergejolak ketika Timnas terpuruk," ujar Sekretaris Menteri Pemuda dan Olahraga, Gatot S Dewa Broto, kepada VIVA.
"Mungkin, kalau kedudukan Pak Edy di Jakarta, ceritanya akan berbeda. Sebab, sesibuk-sibuknya, masih ada waktu yang bisa diluangkan untuk menghadiri rapat. Banyak juga kok, Menteri yang jadi pejabat PB," lanjutnya.
Sebenarnya, di era kepemimpinan Edy, banyak pula perkembangan yang ditunjukkan PSSI. Lihat saja, kompetisi usia dini mulai gencar dilakukan. Liga Elite Pro Academy yang mencakup kompetisi U-16 sudah digulirkan.
"PR-nya adalah bagaimana meningkatkan kualitas dari pemain muda. Kompetisi cuma sarana. Tapi, perlu ada kurikulum, dukungan infrastruktur juga penting. PSSI dan pemerintah punya tugas soal infrastruktur. Misal, lapangan yang memadai, lalu ketersediaan satu bola untuk satu pemain agar segala macam materi bisa diserap pemain dengan baik," terang Supriyono.
"Butuh waktu lama untuk membangun sepakbola. Mendapatkan Timnas yang baik, perlu juga ada kesabaran dan investasi besar. Spanyol, kesuksesannya tak instan. Perlu waktu. Pun ketika Barcelona membentuk Lionel Messi, Xavi Hernandez, dan Andres Iniesta, lewat La Masia," lanjutnya.