Kanker Sepakbola Indonesia

- ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay
"Kelelahan itu, tak bisa dibohongi. Satu langkah saja, bola padahal bisa diambil. Tapi, karena tubuh, ototnya, sudah lelah karena dikuras di kompetisi, saat turnamen akhirnya tak bisa mencapai kebugaran terbaiknya," jelas Matias.
Soal jadwal kompetisi yang berbenturan dengan Timnas, sebenarnya ada beberapa variabel yang membuat fenomena itu terjadi. Contohnya di musim ini.
Awal kompetisi mundur beberapa kali. Ada beberapa sebab yang membuat kick-off harus diundur. Salah satunya adalah masalah non-teknis seperti kewajiban operator kepada klub.
Perizinan juga beberapa kali jadi hambatan kompetisi untuk digulirkan tepat waktu.
"Kami merencanakan Liga 1 berlangsung Januari atau Februari 2018. Tapi, baru mulai April 2018. Terlebih, ada agenda seperti Piala Dunia, Asian Games, dan turnamen lain. Tak mudah juga buat tim nasional dan liga," kata Wakil Ketua Umum PSSI, Joko Driyono.
"Siklus AFF ini dua tahunan dan mirip dengan 2014. Ketika itu, Asian Games berlangsung, SEA Games juga, dan Timnas punya masalah yang tak mudah. Bukannya kami tak tahu ideal kompetisi yang selesai sebelum Piala AFF. Tapi, 2018 ini situasi sulit untuk dihindari," lanjutnya.
Benang Kusut yang Sulit Diurai
"Sepakbola itu sederhana. Tapi, memainkannya itu sulit," Johan Cruyff.
Arti di balik ucapan Cruyff merupakan jawaban dari apa masalah sebenarnya di sepakbola Indonesia. Pengaturan skor? Manajemen bobrok? Ayolah, itu yang cuma bisa kita terka, dengar, dan lihat, dari sudut pandang luarnya saja.
Pun, itu jadi urusan PSSI. Dan Sekretaris Jenderal PSSI, Ratu Tisha Destria, menyatakan sudah melakukan investigasi atas dugaan pengaturan skor yang berkembang dalam beberapa hari belakangan.
"Jauh sebelum ini merebak di publik, September 2017, PSSI sudah bekerja sama dengan Genius Sports. Mereka adalah salah satu partner FIFA untuk bisa identifkasi pertandingan yang anomali dan mengirimkan data ke kami," kata Tisha, Jumat 30 November 2018.
"Laporan mereka kirimkan secara langsung. Bila ada pertandingan yang perlu diinvestigasi lebih lanjut, itu PSSI tindak lanjuti. Proses ini bersifat rahasia, karena ini adalah investigasi, kalau terbuka nanti kita tidak bisa menangkap (pelaku)," ujarnya.
Tapi, masih ada masalah lebih kompleks yang harus dipecahkan. Rentetan masalah inilah yang paling penting dan harus segera diperbaiki.
Sebelumnya sudah disebut 'pengelolaan yang salah'. Artinya adalah bagaimana cara pemain tersebut ditangani sejak masih muda.
Tepat sekali, pembinaan usia dini. Ini adalah elemen terpenting dalam proses pembibitan pemain.
Banyak aspek yang harus diperhatikan dalam pembinaan usia dini. Bukan cuma soal aspek teknis, tapi ada sisi pelengkap yang bisa menyempurnakannya.
"Pemain itu ibarat bibit tanaman. Bisa subur, kalau pengelolaannya baik, ditangani pula oleh orang-orang dengan kemampuan mapan dan kapabel. Tanaman butuh pupuk, air, dan lainnya. Sama juga dengan pemain. Teknik bermain tak cukup. Sejak usia dini, pemain harus ditempa kecakapannya dalam urusan mental," ujar Supriyono yang kini melatih di Sekolah Sepakbola Bintang Primavera Bandung Matador.
Mental memang jadi masalah utama pemain Indonesia sejak lama. Bermula di 1975 ketika Coerver baru datang ke Indonesia. Bagus, katanya menyikapi kualitas pemain Indonesia.
Namun, Coerver menilai ada yang salah. Disebutnya, pemain Indonesia bermental 'kacung'. Kontroversial memang, dan Coerver pun menjadi sasaran kritik saat itu.
Belakangan, pelatih yang tutup usia pada 22 April 2011 menyatakan komentarnya adalah untuk menunjukkan bahwa sebenarnya pemain Indonesia tak memiliki kepribadian.