SOROT 60

Drama Bail-out Century, Setahun Kemudian

VIVAnews - Kamis, 13 November 2008. Sektor finansial Jakarta dalam bahaya. Terjangan badai krisis finansial dunia mulai memakan korban. Bisul, sebuah bank sakit yang telah lama ditutup-tutupi akhirnya pecah. Pukul 8.00 WIB, Bank Century gagal ikut kliring, sebuah kabar sangat buruk di industri perbankan.

“Alarm” alat crisis management protocol (CMP)  Bank Indonesia  sontak “berbunyi keras”. Crisis management protocol adalah alat Dewan Gubernur BI merekam tanda bahaya situasi moneter & perbankan melalui laporan data dan informasi yang disajikan setiap hari. Alat ini mulai diaktifkan sejak 29 Oktober 2008 karena badai krisis finansial dunia kian mencekam.

Para petinggi bank sentral menggelar rapat mendadak pada Kamis pagi di gedung BI, Jl Thamrin, Jakarta. Mereka berdebat keras soal perubahan peraturan fasilitas pendanaan jangka pendek (FPJP) bagi bank umum. Sebab, satu korban sudah jatuh.  

Di luar gedung BI, di pasar uang antar bank, rumor tak sedap berhembus kencang, “Bank Century kalah kliring”. Century mengalami krisis likuiditas. Tak ada bank mau berbelas kasihan memberi pinjaman. Bahkan, BI tak jua menyetujui proposal FPJP yang diajukan Century sejak 30 Oktober 2008.

Padahal, nasabah terus menguras simpanan mereka di Century. Dalam tempo 3 bulan hingga akhir Oktober, data BI menyebutkan tak kurang dari Rp 3,6 triliun duit nasabah ditarik dari Century. Tak heran, Century dilanda kekeringan likuiditas.

Berhari-hari kantong bank cekak, Century akhirnya jebol juga. Awalnya, BI berusaha tutup mulut untuk menenangkan pasar. Namun, kabar gelap itu akhirnya terungkap. Apalagi, Wakil Direktur Utama Bank Century, Hamidi membenarkannya pada pukul 12.52 WIB. “Kami memang mismatch dalam transaksi kliring.”

Bak jilatan api, kabar yang sudah berhembus sejak pagi terus menjalar. Keresahan nasabah Century merebak. Antrean nasabah terlihat di kantor-kantor bank bekas milik Robert Tantular ini. Namun, sejumlah nasabah mengeluh tak bisa menarik simpanannya karena duit yang tersedia tidak cukup.

Yang lebih gawat, waktu itu di pasar juga berhembus kencang rumor sejumlah bank lain mengalami krisis likuiditas mirip Century. Mereka yang disebut adalah Bank Panin, Bukopin, Artha Graha dan Victoria. Rumor ini diteruskan oleh pegawai Bahana Securities, Erick Jazier Adriansyah pada pukul 16.59 WIB melalui email kepada klien Bahana. Belakangan, Erick ditangkap dengan tuduhan menyebarkan rumor.

Karena situasi sangat rawan, Kamis sore, Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) mendadak menggelar rapat di gedung bank sentral. Rapat dihadiri oleh Ketua KSSK Menkeu ad-interim Sofyan Djalil, Gubernur BI Boediono sebagai anggota KSSK, Sekretaris KSSK Raden Pardede bersama jajaran BI. Mereka membahas situasi terkini dan solusi bagi Century.

Sofyan Djalil saat itu menggantikan posisi Menteri Keuangan Sri Mulyani yang tengah mengikuti konferensi G-20 di Sao Paulo, Brazil. Menkeu akan mendampingi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam pertemuan pimpinan puncak G-20 di Washington AS pada 13-15 November 2008. Pada saat itu, SBY tengah singgah ke Jepang. Sedangkan, Boediono dijadwalkan menyusul pada Kamis itu juga.

Usai rapat KSSK, BI menahan gejolak masyarakat lewat pernyataan pers. Boediono membenarkan Century terlambat setorkan dana pre-fund sehingga gagal ikut kliring. Namun dia membantah ada sejumlah bank lain krisis likuiditas dan rush bank besar-besaran. Dia minta masyarakat tak percaya rumor.

“Desas-desus itu tidak benar. Perbankan Indonesia mantap dan paling solid di Asia,” kata Boediono, Kamis sore.

Pastor Keuskupan Ruteng Menghilang Usai Ketahuan Berduaan dengan Istri Orang

Sesungguhnya, menurut data BI, saat itu adalah 18 bank yang sangat rentan mengalami kesulitan likuiditas. Bahkan, ada lima bank lagi yang punya karakter seperti Century. Namun, informasi itu baru dibuka ke publik setelah kasus Century menghebohkan para petinggi negeri.

Boediono menjamin nasabah Century bisa menarik simpanannya. Apalagi, BI sudah mengaktifkan FPJP -- setelah peraturan diubah -- untuk menunjang kebutuhan likuiditas bank, sehingga bank seperti Century bisa beroperasi normal. Century juga sudah diizinkan kembali ikut kliring.

Di muka publik, Gubernur BI yang trauma dengan pengalaman krisis 1997-1998 ini mencoba menenangkan pasar dan masyarakat. Namun, di balik layar, dia bersama jajaran BI dan KSSK tengah berjibaku melawan terjangan badai krisis. Bahkan, Boediono batal pergi ke Washington menyusul SBY dan menemui Bos The Fed, Ben Bernanke.

Ini Alasan Nathan Tjoe-A-On tak Ambil Penalti saat Timnas Indonesia Tekuk Korea Selatan

“Saya batal ke AS. Kasihan teman-teman kalau saya tinggal,” ujar Boediono ketika itu seperti dikutip VIVAnews.

Rapat marathon tak berhenti. Pada pukul 21.00 waktu Tokyo Jepang atau pukul 19.00 WIB waktu Indonesia, Presiden SBY menggelar teleconference bersama Wakil Presiden Jusuf Kalla, Gubernur BI dan Menkeu. Meskipun dipisahkan jarak ribuan kilometer, rapat tetap digelar malam itu juga. SBY di Tokyo, Sri Mulyani di Sao Paulo, sedangkan JK dan Boediono di Jakarta.

“Di Sao Paulo, kami terima fax tiga halaman dari BI soal Century,” ujar sumber yang dekat Sri Mulyani. Saat itu, Menkeu mengaku tidak tahu, siapa pemilik dan nasabah besar Century. Menkeu mengingatkan teleconference kasus Century digelar di tengah situasi ekonomi dunia yang genting. Bahkan, pemimpin G-20 bertemu di Washington, AS juga untuk menentukan langkah-langkah penanganan krisis global.

Setelah teleconference, dari Tokyo, Presiden SBY menyampaikan bahwa rumor rush bank tidak beralasan. Pesan itu disampaikan melalui Mensesneg Hatta Rajasa kepada wartawan yang ikut rombongan SBY ke KTT G-20. Presiden juga minta Wapres dan Gubernur BI menjelaskan ke publik bahwa perbankan dalam keadaan aman.

Esok paginya, Jumat, 14 November 2008, Gubernur BI menggelar jumpa pers untuk menjelaskan kasus Century, sekaligus meyakinkan kembali kondisi perbankan Indonesia aman. Usai Jumatan, giliran Wapres yang meminta masyarakat tidak khawatir atas kondisi perbankan.

Pada hari yang sama, Century mulai mendapatkan kucuran dana segar FPJP dari BI. Sejenak situasi meredah, nasabah sudah bisa menarik duitnya yang disimpan di Century. Penarikan dana nasabah tak berhenti pada Jumat, namun berlanjut pada hari-hari berikutnya. Tak pelak, BI terpaksa terus mengguyur Century pada 14, 17 dan 18 November 2008. Totalnya Rp 689,4 miliar.

Ketika itu, kepercayaan pada perbankan memang sudah luntur. Jika dirunut kembali, saat itu media massa ramai memberitakan peralihan dana dari bank kecil ke bank besar, bank saling curiga dan cari aman sendiri, suku bunga antar bank melonjak tajam, serta perpindahan dana ke luar negeri.

Seorang bankir senior bank BUMN bercerita saat itu situasinya mengerikan. Banyak nasabah sudah dan akan memindahkan duitnya ke bank-bank di luar negeri karena simpanan di sana dijamin penuh. Itu dilakukan oleh Singapura, Malaysia, Thailand, Hong Kong dan lainnya. Sedangkan, di Indonesia yang dijamin cuma Rp 2 miliar.

Tak pelak, miliaran dolar AS dana kabur ke luar negeri karena di sana lebih aman. Cadangan devisa BI tergerus US$ 6,6 miliar menjadi US$ 50,5 miliar per 31 Oktober. Kurs rupiah anjlok tajam dari 9.000-an pada September jadi 12.000-an per US$ pada November 2008. Indeks saham hancur lebur hingga tinggal separoh.

“Mandiri, bank terbesar saja takut, apalagi bank kecil sekelas Century,” ujar bankir kawakan itu kepada VIVAnews, Jumat, 5 Desember 2009. Dia teringat pada krisis 1997 yang diawali oleh kejatuhan sejumlah bank sehingga merembet ke bank-bank lain. Akibatnya, Indonesia pun rugi lebih dari Rp 630 triliun.

Situasi gawat itu juga diakui oleh Rosniati Solihin, Presiden Direktur Bank Panin, salah satu bank yang dihembuskan kalah kliring. Untungnya, Panin punya modal kuat sehingga tahan serangan rumor. “Saat itu, likuiditas ketat dan tak ada jaminan sehingga berdampak luas, terutama bagi bank kecil.”



Kamis, 20 November 2008. Setelah berjalan sepekan, situasi Century bukan membaik, tetapi makin runyam. Ratusan miliar suntikan BI ludes, namun Century masih sulit bertahan karena terus di-rush nasabah. Giro wajib minimum (GWM) Rupiah Century di BI masih Rp 134 miliar, tetapi masih punya kewajiban kliring Rp 401 miliar. Century juga punya kewajiban jatuh tempo pada 20 November sebesar Rp 458 miliar.

Gara-gara kondisi Century kian memburuk, rapat marathon kembali digelar. Rapat kali ini bukan cuma semalam suntuk, tetapi berlanjut hingga esok hari. Mereka berkejaran dengan waktu, mungkin berharap putusan sudah ada Jumat, saat Mentari kembali bersinar dan aktivitas bank mulai dibuka.

Hari itu, pukul 19.44 – 22.00 WIB, BI menggelar rapat Dewan Gubernur. Dalam rapat itu dihadiri oleh Gubernur BI Boediono, Deputi Gubernur Senior Miranda Goeltom, enam deputi yakni Hartadi Sarwono, Siti Fadjrijah, Budi Mulya, Ardhayadi, Budi Rochadi dan Mulyaman Hadad, serta para wakil satuan kerja BI.

Saat itu, Fadjrijah yang membawahi pengawasan bank mengusulkan agar Century ditetapkan sebagai bank gagal karena upaya BI menangani Century tidak berhasil sampai Rapat Dewan Gubernur digelar. Usulan itu disampaikan, juga karena Century tidak mampu penuhi persyaratan kliring dan RTGS untuk esok hari, Jumat, 21 November 2008.

Perdebatan mengarah pada soal sistemik tidaknya Century, serta perlunya data terkini dari Century karena data yang diperoleh dari bank hingga 19 November, baru data per 31 Oktober 2008. “Dalam suasana sangat rawan akan rumor dimungkinkan setiap bank berdampak sistemik, apalagi pasar valas tertekan dan ada masalah segmentasi pasar antar bank,” kata Boediono dalam audit BPK setebal lebih dari 500 halaman.  

Kemudian, Direktur BI Halim Alamsyah presentasi soal analisa dampak sistemik Century bagi perbankan nasional yang dipersiapkan dalam sepekan. Analisis itu mengacu MoU Uni Eropa yang meliputi 4 aspek, yaitu institusi keuangan, pasar uang, sistem pembayaran dan sektor riil. Sehari sebelum Rapat Dewan Gubernur, BI menambahkan aspek psikologi pasar. Alasannya, ciri khas publik Indonesia gampang terpengaruh rumor.

Rapat Dewan Gubernur akhirnya menetapkan Century sebagai bank gagal yang ditengarai berdampak sistemik. Gubernur BI kemudian mengirimkan surat kepada Menkeu selaku Ketua KSSK melalui surat No. 10/232/GBI/Rahasia tanggal 20 November 2008.

Isinya tentang  penetapan status bank gagal terhadap Bank Century dan penetapan tidak selanjutnya. Surat itu juga menyebutkan untuk menaikkan rasio modal (CAR) Century dari posisi 31 Oktober 2008, negatif 3,53 persen menjadi 8 persen butuh tambahan modal Rp 632 miliar, namun akan terus bertambah seiring pemburukan kondisi Century selama November 2008. Kebutuhan likuiditas hingga tiga bulan ke depan Rp 4,79 triliun. Sedangkan, kantong Century sudah cekak.

Setelah menerima surat Gubernur BI, karena berpacu dengan waktu, giliran KSSK langsung menggelar rapat konsultasi. Rapat berlangsung saat kebanyakan orang tidur lelap, pada Jumat dini hari, 21 November 2008, pukul 00.11-05.00 WIB di kantor Departemen Keuangan, Jakarta.

Gaji di Timnas Miliaran, Pelatih Shin Tae-yong Mudah Beli Hyundai Palisade tiap Bulan

Rapat konsultasi itu didahului dengan presentasi BI yang menguraikan Century sebagai bank gagal dan analisis dampak sistemik. Namun, menurut BPK, berdasarkan notulen rapat konsultasi KSSK, selain BI, peserta rapat lainnya, yakni LPS, Depkeu dan Bank Mandiri pada umumnya mempertanyakan dan tidak setuju dengan argumentasi BI soal dampak sistemik.

Menanggapi pertanyaan itu, BI menyatakan sulit untuk mengukur sistemik dari awal secara pasti karena merupakan dampak berantai. Yang bisa diukur adalah perkiraan biaya yang timbul jika diselamatkan. Namun, karena situasi tidak menentu, lebih baik mengambil pendekatan kehati-hatian lewat penyelamatan dengan meminimalisir cost. Menurut hitungan BI, jika bank ini ditutup butuh biaya Rp 5,5 triliun.

Yang memusingkan peserta rapat, BI menyatakan keputusan ini harus diambil segera dan tidak dapat ditunda sampai Jumat sore seperti saran LPS karena Century tidak memiliki cukup dana untuk pre-fund kliring dan memenuhi kliring sepanjang hari itu.

“Bayangkan, saat itu uang kas Century cuma tinggal Rp 40 juta,” ujar sumber yang dekat LPS. Esoknya jika tak diselamatkan, Century dipastikan gagal ikut kliring lagi sehingga kembali dikhawatirkan menimbulkan kepanikan di pasar dan masyarakat.  

Sumber VIVAnews yang terlibat di rapat mengungkapkan saat itu pengawas BI dimarahi karena Century adalah bank rusak sejak lama. Bahkan, Mandiri enggan membantu karena sudah tahu catatan buruk sepak terjang Robert Tantular. “Namun, karena alasan sistemik dan kondisi rawan, mau tak mau bank busuk ini terpaksa diselamatkan,” kata sumber itu.

Karena Jumat pagi saat bank buka kian dekat, usai rapat konsultasi KSSK, kemudian digelar rapat tertutup KSSK pada 21 November, pukul 4.25 – 6.00 WIB. Rapat itu dihadiri oleh Menkeu selaku Ketua, Gubernur BI sebagai anggota dan Sekretaris KSSK. Rapat ini akhirnya memutuskan Century sebagai bank gagal berdampak sistemik dan Century diserahkan kepada LPS. Ini mengacu pada keputusan Perpu tentang Jaring Pengaman Sistem Keuangan.

Setelah diserahkan ke LPS, pada Pukul 5.30 – selesai, dilanjutkan rapat Komite Koordinasi yang melibatkan Menkeu selaku Ketua, Gubernur BI dan Ketua Dewan Komisioner Rudjito. Dalam tempo singkat, LPS memberhentikan manajemen Century dan diganti oleh Maryono, bankir andalan dari Bank Mandiri. Jumat pagi, bail-out Century diumumkan di BI.



Senin, 23 November 2009
Setahun sudah Bank Century diselamatkan oleh LPS. Dalam perjalanannya, modal yang disuntikkan ke Bank Century terus bertambah menjadi Rp 6,7 triliun hingga Juli 2009.

Namun, kebijakan bail-out ini berbuntut panjang. Bahkan, kasus ini menjadi bola panas yang menghantam pengambil kebijakan menyusul penyerahan hasil audit investigasi BPK atas kasus Century kepada DPR pada 23 November 2009.

Pengusung Hak Angket kasus Century disebut-sebut menggunakan audit investigasi BPK ini untuk membidik Boediono dan Sri Mulyani. Indikasinya, sejumlah politisi Senayan mendesak agar kedua petinggi ekonomi negeri ini bertanggung jawab. Bahkan, tokoh nasional Amien Rais mendesak agar keduanya nonaktif.

Alasannya, sejumlah poin audit BPK jelas-jelas menempatkan Boediono dan Sri Mulyani sebagai titik sentral. Poin-poin audit itu adalah pertama, BI dan KSSK tidak memiliki kriteria terukur dalam menetapkan dampak sistemik Bank Century. BI juga tak konsisten menggunakan MoU Uni Eropa karena menambahkan aspek psikologi pasar.

Kedua, indikator kuantitatif hanya dipakai untuk aspek institusi keuangan. Assesment aspek lain lebih banyak didasarkan pada judgement dan mengandung sejumlah kelemahan dalam penentuan indikator. Apalagi, pembuatan analisis sistemik dilakukan terburu-buru, bahkan metode baru hanya dibuat dalam dua hari.

Ketiga, KSSK tidak punya kriteria terukur dan kondisi data yang lengkap dan mutakhir menetapkan dampak sistemik Century, tetapi lebih mendasarkan pada judgement. KSSK lebih memperhatikan aspek psikologi pasar yang dapat menurunkan kepercayaan masyarakat pada perbankan.

Usai mempelajari laporan audit BPK itu, seorang bankir kawakan menilai auditor BPK tidak punya kemampuan untuk menilai psikologi pasar. Apalagi, mereka tidak berpengalaman menghadapi situasi darurat krisis seperti yang dialami BI dan Depkeu. “Aneh, argumentasi sistemik BPK cuma andalkan aspek kuantitatif, padahal kami yang bank saat itu justru sangat khawatir aspek psikologi pasar,”  katanya.

Bankir itu juga heran dengan ulah para politikus yang memojokkan Boediono dan Sri Mulyani. Padahal, menurut dia, keduanya adalah tokoh yang disegani negara lain karena mampu menyelamatkan perekonomian Indonesia dari guncangan krisis. Bahkan Indonesia menjadi satu dari 3 negara dengan pertumbuhan positif di dunia pada 2009.

Tetapi, di negeri ini penyelamat ekonomi yang seharusnya mendapatkan bintang malah dihujat habis-habisan. Menurut dia, DPR Amerika juga mempertanyakan kebijakan bail-out 100 bank, namun mereka tidak sampai membentuk Hak Angket segala. “Sedangkan, di Indonesia kok begitu ya.”  heri.susanto@vivanews.com

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya