Mengembalikan Pamor Kopi Klasik

- VIVA/Purna Karyanto
“Di toko saya, ada 21 jenis kopi Jawa Barat. Jumlahnya bisa terus bertambah karena banyak varian yang memang enak rasanya,” ujar Suradi.
Namun, pasokan kopi Jawa Barat tak semuanya konsisten. Suradi menyatakan, ada kopi Jawa Barat yang timbul dan tenggelam.
“Masalahnya cuma itu. Padahal, fans kopi Jawa Barat banyak juga. Cara mereka dalam melepas produknya juga kadang ada yang tak cermat," katanya.
"Sekali lepas, habis, stoknya tak ada lagi. Maka dari itu ada yang muncul dan hilang dalam sekejap,” kata pria yang juga memiliki kebun kopi di Garut tersebut.
Rekonstruksi Kebanggaan
“A Cup of Java” julukan ini begitu lekat kala kopi Jawa Barat pertama kali beredar di kawasan Eropa. Para penikmat kopi dari Benua Biru di masa kolonial, begitu mengagumi kekayaan cita rasanya.
Jadi pionir dalam industri kopi di Indonesia, Jawa Barat justru menurun pamornya usai masa kemerdekaan. Pamor kopi mereka malah kalah dari Aceh Gayo, Mandheling, Sidikalang, Flores, dan Toraja.
Lima kopi tersebut sejatinya muncul setelah kopi Jawa Barat berkibar. Bahkan, bibitnya dikirim dari Jawa Barat. Tapi, malah kelimanya berhasil merebut hati publik internasional lebih dulu.
Kenapa? Cukup rumit alasannya, bagai mengurai benang kusut. Kondisi internal dan eksternal punya peran dalam jatuh bangunnya kopi Jawa Barat.
Mulai dari adanya kebijakan pemerintah yang tak konsisten, hingga keterbatasan pengetahuan petani dalam pengolahan lahan, demi pemenuhan kebutuhan ekonomi mereka secara pribadi.
“Pemerintah Provinsi Jawa Barat sedang berupaya mencoba meningkatkan kembali pamor kopi Jawa Barat. Dari mana? Mula-mula ya harus promosi," ujar Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil.