Mengembalikan Pamor Kopi Klasik

- VIVA/Purna Karyanto
Karyawan menakar biji kopi pilihan berkualitas pesanan pengunjung asal Rusia di kios Dunia Kopi Pasar Santa, Jakarta. (VIVA/Dhana Kencana)
"Tak menyangka, karena tokonya di pasar. Tapi, kopi mancanegara hanya variasi. Tetap, andalannya kopi Indonesia. Kenapa? Ini kebanggaan Indonesia, milik kita,” tegas Suradi.
Sebagai pelaku, Uu juga merasakan hal yang sama. Banyak permintaan yang datang dari luar negeri terhadap Kopi Leuweung Gunung Sangar.
Namun, permasalahannya adalah belum adanya fasilitas pengiriman mumpuni yang mampu mengakomodasi kebutuhan dari negara lain.
“Formal, kami belum melakukan ekspor. Tapi, kalau kirim secara non formal ada juga. Pernah, kopi kami dikirim ke Belanda, dan lainnya. Ongkos kirim justru lebih mahal ketimbang harga kopinya, hahahahaha,” ujar Uu.
Kopi terlaris, menurut Suradi, saat ini bersifat relatif. Meninjau tren yang ada, kopi Jawa Barat sedang jadi buruan utama.
“Gayo, Mandheling, Sidikalang, yang dari Sumatera, banyak dicari. Tapi, Jawa Barat juga. Proporsinya sebenarnya sama," kata Suradi.
Misalnya, dia melanjutkan, dari total penjualan 200 kilogram per hari, 25 persen kopi Sumatera yang terjual. "Kopi Jawa Barat juga jumlah penjualannya sama,” tuturnya.
Rasa yang kaya dan unik menjadi alasan utama mengapa kopi Jawa Barat banyak dicari. Pun, kopi Jawa Barat merupakan klasik dan pionir di Indonesia.
Beberapa kopi Jawa Barat yang jadi andalan dan sering dicari, dijelaskan Suradi, adalah Gunung Puntang, Gunung Halu, Papandayan, Garut, dan lainnya.
Rasanya beragam pula. Seperti kopi Gunung Halu, yang memiliki aroma macam pisang. Belum lagi, kopi Gunung Puntang yang punya keunikan tersendiri dalam rasa buah dan tingkat pahitnya yang cukup kuat, disertai keasaman menengah.