SOROT 560

Bertahan di Tengah Gempuran

Swalayan
Sumber :
  • VivaNews/ Nurcholis Anhari Lubis

VIVA – Bayu Santoso menggandeng istrinya memasuki swalayan Hari Hari di wilayah Roxy, Jakarta Barat. Bersisian keduanya membawa troli dan memasukkan aneka kebutuhan rumah tangga dalam troli tersebut. 

Bayu, 31 tahun, mengaku sudah delapan tahun menjadi pelanggan setia swalayan tersebut. Meski Hari Hari tak sebesar dan seluas swalayan lain, tapi menurut Bayu dan istrinya, swalayan tersebut banyak promo menarik. Apalagi lokasinya tak jauh dari rumah mereka. 

"Di sini banyak promonya. Kayak midnight sale. Misalnya beli telur, beli dua set gratis satu set. Jadi saya beli dua set, bisa bawa pulang telur 30 butir," ujar Bayu kepada VIVA, Rabu, 3 Juli 2019.

Selain itu, dia melanjutkan, barang di pasar swalayan tersebut lebih lengkap dan banyak. Harga yang dibanderol pun lebih murah.  

"Bahkan saya pernah beli nata de coco, promonya beli satu dapat dua. Jadi saya bayar satu harga dapat tiga," tuturnya.

Lokasi swalayan Hari Hari yang berjarak tak sampai dua kilometer dari rumah Bayu juga menjadi penarik kedekatan. Sebab, Bayu tak perlu menghabiskan waktu di jalan hanya untuk membeli kebutuhan rumah tangga. 

Bayu juga mengaku setiap akhir pekan, serta tanggal gajian, maka antrean kasir di Hari Hari jadi sangat panjang. "Tiap Sabtu, Minggu, dan gajian, antreannya udah sampai buntut paling belakang. Selalu gitu," ujarnya. 

Swalayan

Swalayan

Situasi pembeli yang padat di akhir pekan dan tanggal gajian juga terjadi di swalayan Tip Top. Tiga gerai swalayan Tip Top di Rawamangun, Ciputat, dan Depok selalu padat pembeli. Swalayan yang sudah ada sejak awal 1990-an itu seolah tak pernah surut peminat. 

Antrean panjang akan terjadi di setiap kasir. Panjang antrean bisa mencapai 10 hingga 15 meter. 

Harga yang jauh lebih murah di Tip Top Depok bahkan membuat Fatimah, warga Perumahan Bumi Sentosa di Cibinong rela menempuh perjalanan 45 menit dari tempat tinggalnya. Ia memilih belanja bulanan untuk kebutuhan rumah tangga ke Tip Top. 

"Selisihnya lumayan. Kalau ditotal bisa selisih sampai 200 ribu-an dengan swalayan sejenis," ujarnya. 

Buat Fatimah, perjalanan yang agak jauh jadi tak masalah demi selisih belanja yang lumayan.

Fauziah, warga Utan Kayu, Jakarta Timur juga mengaku sudah belasan tahun jadi pelanggan setia Tip Top swalayan. Bahkan, sejak sebelum menikah, Fauziah sudah sering belanja di swalayan ini. Menurut perempuan berusia 31 tahun itu, sejak ia mulai mengenal Tip Top swalayan tersebut tak pernah sepi pembeli. 

Selalu ramai dan antre. Ia mengaku senang belanja di Tip Top bukan saja karena harganya yang murah dan nyaris sama dengan toko grosir, tapi juga kelengkapan dan lokasinya yang tak jauh dari tempat tinggal Fauziah. 

"Di sini semua ada. Harganya lumayan, apalagi kalau belanja bulanan. Selisihnya lumayan lah. Selain itu ada food court dan tempat permainan anak juga. Jadi memang lengkap," ujar Fauziah. 

Tak hanya Hari Hari dan Tip Top, swalayan lain dengan kelas yang lebih besar seperti Carrefour dan Hypermart juga masih menikmati jumlah pembeli. Dua swalayan besar yang masih berada dalam jejaring perusahaan nasional itu sama-sama mengakui terjadi perubahan pola belanja konsumen, namun mereka masih berusaha mengikutinya. 

Kondisi ini berbeda dengan apa yang terjadi dengan Giant Supermarket. Peritel yang berada di bawah naungan PT Hero Supermarket Tbk tersebut pada pertengahan Juni lalu mengumumkan penutupan enam gerai mereka. Sebelumnya awal tahun ini mereka juga sudah mengumumkan menutup 26 gerai. Total sudah 32 gerai Giant Supermarket ditutup. 

Tetap Kuat dan Bertahan

Bergugurannya gerai Giant diakui oleh Direktur PT Hero Supermarket Tbk, Hadrianus Wahyu Trikusumo, sebagai strategi perusahaan untuk terus merespons perubahan pola perilaku konsumen yang sangat cepat. Menurut Hadrianus, perubahan yang sangat cepat membuat perusahaannya juga harus bergegas menyesuaikan secara efektif. 

"Ritel makanan di Indonesia mengalami peningkatan persaingan dalam beberapa tahun terakhir karena perubahan pola belanja konsumen. Giant merupakan brand yang kuat, namun kami harus terus beradaptasi untuk bersaing secara efektif dengan menerapkan program multiyear transformation untuk memberikan peningkatan jangka panjang," ujar Hadrianus melalui pesan elektronik kepada VIVA

Giant Ekstra Cibubur

Viral TikToker Istri Polisi Bentak Siswi Magang di Swalayan: Kamu Itu Babu!

Giant

Menurut Hadrianus, saat ini pelanggan mengubah cara mereka berbelanja, jadi tantangan yang terjadi pada bisnis makanan bukan hanya terjadi pada Hero, tetapi juga dihadapi oleh pelaku usaha ritel lainnya. Meski telah menutup sejumlah swalayan Hero pada 2018, dan akhirnya Giant pada tahun ini, Hero Supermarket akan tetap membangun bisnis yang lebih baik dan berkelanjutan dari waktu ke waktu. 

Viral Istri Polisi Probolinggo Ngamuk ke Siswi Magang, Kini Video Dihapus dan Sudah Minta Maaf

"Untuk tetap kompetitif dan memenuhi perubahan pola belanja pelanggan, kami mengembangkan strategi jangka panjang dan mengimplementasikan program multiyear transformation dan tentu saja, mengatasi tantangan ini jelas membutuhkan waktu," tuturnya.

Jika Hadrianus menunjuk pada pola belanja konsumen, faktanya Carrefour dan Hypermart masih tetap mampu bersaing. Dua raksasa jaringan ritel tersebut masih eksis dan belum terdengar rencana penutupan gerai. 

Viral Rekaman CCTV Aksi Ibu-ibu Curi Susu di Swalayan

Head of Public Affairs PT Matahari Putra Prima Tbk, sebagai pengelola Hypermart, Fernando Repi. mengaku pihaknya terus menyikapi dan berusaha melakukan perubahan-perubahan dalam model bisnis yang dijalankan. Fernando mengakui, salah satu hal yang tak bisa dipungkiri adalah pengaruh online, dan pihaknya harus mengubah pola-pola termasuk menyusun strategi khusus. 

Misalnya seperti mengevaluasi gerai-gerai yang mulai kurang produktif, sehingga space penjualan akan dikurangi. Hypermart juga mempertimbangkan 'store meter,' yaitu alat ukur untuk memastikan sehat atau tidaknya sebuah gerai. 

"Kalau kami menganalisa bahwa produktivitas sebuah gerai itu store meter-nya sudah semakin berkurang, ya kita kurangi juga space penjualannya. Bahkan kalaupun memang harus tutup, berarti sudah ada pertimbangan bisnis sebelumnya," tutur Fernando. 

"Ini bukan sebuah hal yang tabu ya bahwa ternyata space penjualan harus dikurangi atau bahkan gerainya harus tutup, kita tidak menafikan. Ya kalau memang harus tutup, tutup aja," dia menegaskan. 

Meski belum merasakan dampak e-commerce secara langsung, Hypermart sudah melakukan ancang-ancang. Sebab, menurut Fernando, bisnis tak hanya bicara hari ini. 

Targetkan Rp 14 triliun pada 2013, Hypermart Tambah 20 Gerai

Hypermart

Hypermart sudah mulai juga memikirkan bagaimana tren perubahan customer dan pola-pola belanjanya, lalu menganalisis bagaimana ke depannya termasuk membincang strategi dan kebijakan yang akan diambil. Fernando mengatakan, bisa jadi implementasinya bukan hari ini. Tapi disesuaikan dengan waktu yang tepat.

Selain itu, Hypermart membuat konsep baru yang mereka beri nama Hyfresh. "Itu untuk menjawab bahwa kemungkinan ke depannya kita sudah akan mulai mengurangi pembukaan tokonya," ujarnya. 

Dia menjelaskan, Hyfresh yang mereka buat sudah dengan memvisualisasikan bahwa ke depannya, toko baru yang dibuka bukan lagi toko dengan format area yang luas. "Luasnya sudah tidak perlu 4.000 meter persegi lagi tapi mungkin sudah cukup dengan 1.000 meter persegi atau bahkan 1.500 meter persegi," ujarnya. 

Segendang sepenarian dengan Hypermart. Jaringan ritel milik Transmart Corp, Carrefour juga sudah mulai melakukan ancang-ancang. Satria Hamid, vice president corporate communications Transmart Carrefour mengakui ketatnya persaingan saat ini dalam bisnis ritel. Bahkan, sudah sejak lima tahun belakangan Carrefour sudah mengantisipasi fenomena ini. 

"Kita mempersiapkan konsep-konsep baru yang segar untuk memperbaharui toko dan juga memperkenalkan konsep-konsep terbaru untuk toko-toko baru kita," tutur Satria kepada VIVA

Jadi, di tengah perusahaan lain mengerem pembukaan toko baru, Carrefour justru terus bertahan membuka toko. Bahkan dalam tiga tahun, Carrefour sudah membangun 20 toko. 

Satria menjelaskan, saat ini strategi yang dikembangkan oleh Carrefour adalah menggunakan konsep 4 in 1. Konsep ini adalah memadukan kepentingan untuk berbelanja dengan unsur lainnya. 

"Jadi kita kembangkan konsep hypermarket hybrid dengan department store, lalu mengembangkan konsep bersantap. Kemudian ketiga, dan ini yang sangat penting, adalah konsep bermain. Dan yang terakhir adalah menonton," ujar Satria. 

Dengan konsep itu, kini setiap gerai Carrefour, maka di dalamnya juga ada unsur kuliner dan pengembangan konsep mini trans studio, juga bioskop. Satria memastikan, dengan konsep one stop shopping seperti itu, segala kebutuhan konsumen sudah terpenuhi. Belanja, makan, dan hiburan sudah bisa dilakukan sekaligus dalam satu area. 

Online vs Offline

Fenomena ritel online yang sekarang marak tak membuat Carrefour surut. Satria malah mengajak melihat maraknya penjualan online sebagai sebuah tantangan. 

Ini, ujar Satria, adalah kesempatan untuk menumbuhkembangkan unsur kreativitas sebuah supermarket besar. "Kita harus kembangkan inisiatif kreatif dan entrepreneur agar bisa tetap bersaing dalam bisnis ritel," dia menegaskan. 

Satria yakin bisnis ritel tak akan padam. Ritel akan terus berkembang sejauh bisa membaca pasar dan mengetahui keinginan konsumen. Dan kemampuan itu lah yang akan membuat bisnis ritel terus menggeliat dan pelakunya harus terus melakukan inovasi. 

Meski kini head to head dengan bisnis ritel yang mulai merambah online, Carrefour memilih berinovasi agar konsumen tetap loyal dan setia mendatangi gerai mereka. Salah satu hal yang dilakukan adalah memberikan promo menarik di setiap akhir pekan. 

Selain itu, menciptakan produk eksklusif atau produk tertentu yang hanya bisa diperoleh di toko mereka, hingga mengadakan berbagai kegiatan yang melibatkan pemangku kepentingan alias stakeholder dan masyarakat di sekitar lokasi toko.

Tak hanya itu, Carrefour melibatkan PT Bank Mega Tbk sebagai bagian kerja sama. Ada diskon khusus yang diberikan bagi nasabah bank yang masih berada dalam jaringan Trans Corporation. 

Sementara itu, bagi Hypermart, kencangnya bisnis online yang makin meluas sebenarnya belum memberikan dampak langsung. Hingga saat ini, menurut Fernando, penjualan offline masih memberikan pengaruh besar. Bahkan dampaknya masih 99 persen. 

Meski tren ritel online belum kuat, tapi Hypermart tetap mengantisipasi. Sejumlah cara dan strategi mulai dilakukan. 

Misalnya dengan pengurangan wilayah atau luas gerai. Pengurangan wilayah dan luas gerai dilakukan dengan harapan bisa mengurangi aspek biaya operasionalnya. Terutama biaya sewa tempat. 

"Selain itu strategi berikutnya kita juga sudah mulai membuka jalur-jalur penjualan online, juga melalui social media, yang juga kita sudah mulai buka ke arah sana, salah satunya dengan mengaktifkan shop.hypermart.co.id," ujar Fernando. 

Kampanye Matahari Mall di April Mop

Iklan Matahari Mall.com

Fernando juga fokus untuk mengembangkan big data dan costumer experience. Sebab, menurutnya, dalam beberapa tahun ke depan strategi itu sudah mutlak diimplementasikan. Namun, di balik itu semua, Hypermart tetap berpegang pada data bahwa penetrasi peritel modern di Indonesia masih sangat rendah, hanya sekitar 21-23 persen. 

"Jauh lebih penting untuk kami meningkatkan penetrasi ritel modern yang masih rendah, dan terus meningkatkan penjualan. Itu sebabnya sejak 2013, Hypermart sudah masuk ke kota-kota kecil, kota-kota kedua atau kota kabupaten yang punya potensi," ujarnya. 

Meski persaingan bisnis online dan offline belum dianggap besar oleh Hypermart dan Carrefour, tapi Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Shinta Widjaja Kamdani justru mengakui persaingan itu nyata, dan memang bukan satu-satunya faktor yang membuat bisnis ritel jadi megap-megap. 

"Industri ritel ini memang sekarang sedang sulit ya, jadi memang kita harus akui bahwa ada kompetisi antara offline dan online yang sekarang ini harus kita jaga. Saya rasa masalah industri ritel saat ini bukan hanya dirasakan di Indonesia saja, tapi secara global memang demikian," kata Shinta ketika ditemui VIVA di Hotel Borobudur, Jakarta, pada Rabu, 3 Juli 2019.

Karena, Shinta melanjutkan, saat ini banyak faktor yang menyebabkan kondisi itu. Bukan hanya online, tapi outlet-outlet sekarang ini kondisinya tidak bisa seperti dulu. "Karena faktor e-commerce memegang peranan," ujar dia.

Peneliti ekonomi Indef, Berly Martawardaya, mengakui bisnis online mulai menjadi tantangan bagi industri ritel. Tapi, menurutnya, industri ritel harus memperkuat segmennya, apakah akan bermain di area low cost atau high value

Industri ritel, menurut Berly, harus update dengan kemauan konsumen yang cepat berubah. Mereka harus paham apa yang menjadi kebutuhan konsumennya. 

"Meski jadi tantangan, tapi segmentasi dia harus kuat. Dalam bisnis marketing kan yang penting itu segmentasi positioning. Jadi harus jelas segmen yang mau dikejar, mau yang low cost atau yang high value. Dan itu strateginya beda, enggak sama," ujarnya.

Kegagalan Giant, ujar Berly, adalah salah satu bukti. Giant dan Hero tak kuat dalam menjejakkan posisi. Mereka tak lebih murah dari Hari Hari, tapi juga tak selengkap ritel yang lain. 

"Ketika positioning tak cukup kuat maka bisnis ritel tak akan bisa bertahan," ujarnya. (art)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya