- Vivanews
VIVA – Selamat datang 2020. Tahun tikus yang diselimuti kekhawatiran memburuknya situasi ekonomi global ke arah resesi. Hal ini sudah diprediksi sejumlah ekonom dan lembaga keuangan internasional. Pemerintah RI juga mengamini prediksi tersebut.
Pada akhir tahun lalu, Dana Moneter Internasional atau IMF kembali memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi global, termasuk Indonesia. Yang jadi sorotan perang tarif atau perang perdagangan antara Amerika Serikat dan China terus membebani perekonomian global serta memperlambat perdagangan dunia.
"Kami memperkirakan bahwa ketegangan perdagangan AS-China akan secara kumulatif mengurangi tingkat PDB global sebesar 0,8 persen pada tahun 2020," kata Kepala Ekonom IMF, Gita Gopinath, Rabu, 16 Oktober 2019.
Dia menjelaskan, pengenaan tarif yang terus tinggi dalam perang perdagangan tersebut, serta berkepanjangannya ketidakpastian kebijakan untuk menyelesaikan persoalan itu, telah merusak iklim investasi dan lesunya permintaan barang modal. Akibatnya, kinerja industri manufaktur dan perdagangan global jatuh melemah.
Di samping itu, lanjut dia, di tengah kondisi tersebut, industri otomotif sedang mengalami kontraksi karena berbagai faktor, seperti adanya gangguan yang disebabkan pengenaan standar emisi baru di kawasan Eropa dan China. Akibatnya, pertumbuhan volume perdagangan pada paruh pertama 2019 telah jatuh ke angka satu persen, level terlemah sejak 2012.
"Ketegangan perdagangan dan geopolitik semakin tinggi, termasuk risiko terkait Brexit, dapat lebih lanjut mengganggu aktivitas ekonomi, dan menggagalkan pemulihan ekonomi yang rapuh di negara-negara emerging market dan kawasan Eropa," tuturnya.
Karena itu IMF memprediksi, pada 2020 pertumbuhan ekonomi global masih akan mengalami pelemahan di posisi 3,4 persen dari proyeksi sebelumnya 3,6 persen. Adapun untuk Indonesia, pada 2020 diperkirakan pertumbuhan ekonominya hanya bisa menyentuh 5,1 persen.
Kekhawatiran tersebut juga dirasakan otoritas moneter Indonesia, bahwa ketidakpastian ekonomi global masih akan berlanjut hingga tahun ini. Itu menyebabkan pertumbuhan ekonomi global secara keseluruhan diperkirakan terus mengalami perlambatan.
Deputi Gubernur Bank Indonesia, Dody Budi Waluoy pada November 2019 mengatakan, faktor ketidakpastian global memang masih didominasi oleh kisruh perang dagang antara Amerika Serikat-China. Ada pula tensi geopolitik di berbagai belahan dunia yang terus bermunculan.
"Memang, melihatnya bahwa pertumbuhan ekonomi global semua negara synchronize secara bersamaan mengarah ke bawah. Karena, memang melihat dari sisi ketidakpastian itu relatif masih ada, bahkan berlanjut sampai 2020," kata dia.
Meski memiliki pandangan yang sama, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memastikan, pertumbuhan ekonomi Indonesia masih bisa stabil tahun ini. RI diproyeksi akan tumbuh di atas lima persen pada 2020, meski tidak terlalu kuat dibanding tahun-tahunnya.
Dampak dari ancaman resesi ekonomi ke Indonesia pun dipastikan Sri Mulyani, lebih baik ketimbang pertumbuhan negara-negara maju maupun emerging market lainnya. Pemerintah akan meningkatkan kewaspadaanya menyikapi dinamika ekonomi global tahun ini.
"Indonesia masih stabil di atas 5 persen, Singapura sempat negatif growth dan terakhir diperkirakan 0,1 persen. Vietnam masih cukup tinggi, Eropa, Inggris, Jepang, India bahkan merosot di kisaran 5 persen. Thailand, Filipina terpengaruh juga. Jadi itu perlu kita waspadai," ujarnya.
Lampu Kuning
Aura kekhawatiran para pemimpin global akan ekonomi 2020 sangat terasa dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Ke-35 ASEAN di Bangkok November 2019. Hal itu dirasakan oleh Menteri Luar Negeri Retno Marsudi yang hadir dalam kesempatan itu.