SOROT 324

Dalam Cengkeraman ISIS dan Ebola

ISIS rilis video baru pelatihan tentara anak.
Sumber :
  • YouTube
VIVAnews
- "Pagi tadi aku melihat putraku mengenakan seragam, tersenyum sebelum berangkat ke sekolah. Sekarang, dia ada dalam kantung mayat. Putraku, mimpiku. Mimpiku telah dibunuh. Tidak ada lagi yang dapat membuatku tetap semangat untuk hidup." Begitu ungkapan Tahir Ali.


Pekerjaan berat sebagai buruh dijalani Tahir Ali, dengan tekad dapat memberikan pendidikan yang layak bagi putranya, yang tewas di usia 14 tahun dalam pembantaian ratusan siswa oleh militan, pada 16 Desember lalu di Peshawar, Pakistan.


Kepedihan yang dialami Tahir, juga dirasakan ratusan ribu keluarga korban kekerasan kelompok-kelompok militan di berbagai negara. Di Irak, seorang perempuan Yazidi mengirim pesan singkat pada kakak laki-lakinya.


Dia disekap dan diperkosa oleh puluhan militan, yang mengklaim tengah berjuang untuk tujuan yang mulia. Ada ribuan perempuan sepertinya, bahkan yang masih anak-anak berusia di bawah 9 tahun, diculik untuk diperdagangkan sebagai budak seks.


Sementara para pria, termasuk anak-anak, dibunuh dengan cara digorok lehernya dan direkam untuk menjadi video propaganda. Para pemimpin ISIS menyerukan pada pendukungnya di banyak negara, untuk melakukan kekejaman serupa.


Berbagai laporan tentang aksi teror yang dilakukan tanpa belas kasihan, menyeruak di sepanjang 2014, melengkapi berbagai kisah sedih yang terjadi dalam beragam peristiwa lain, seperti ditembak jatuhnya pesawat dari maskapai yang sama, pada 17 Juli di Ukraina.


Sementara di Afrika, belasan ribu anak-anak kehilangan orangtua dan keluarganya, yang meninggal karena terinfeksi ebola. Virus mematikan itu menyebar dengan cepat, dengan rendahnya perhatian terhadap kawasan termiskin di dunia itu.


Awal Mula Ebola


Seorang anak pada sebuah desa di pelosok Guinea, Desember 2013. Kematian menjadi hal yang biasa terjadi di negara termiskin Afrika itu, tidak ada perhatian yang serius diberikan untuk Emile Ouamouno, yang meninggal di usia dua tahun.


Bahkan tetap tidak ada yang menarik bagi dunia, setelah beberapa hari kemudian ibu bocah itu meninggal, disusul kakak perempuannya Philomene, serta neneknya tepat pada perayaan Tahun Baru 2014. Satu keluarga di desa Meliandou itu, meninggal dengan gejala yang sama.


Tapi baru pada Maret dunia mendengar tentang ebola, saat Badan Kesehatan Dunia (WHO) meneruskan laporan Menteri Kesehatan Guinea, tentang virus mematikan yang mewabah di empat distrik, dan kemungkinan telah menyebar juga ke Liberia dan Sierra Leone.


Total 86 kasus, termasuk 59 kematian dilaporkan hingga 24 Maret. Pada akhir Mei, epidemi telah terjadi di Conakry yang merupakan ibukota Guinea, dengan dua juta penduduk. Pada 28 Mei, jumlah kasus mencapai 281 dan 186 jiwa meninggal.


Di Liberia, ebola dilaporkan sudah menyebar di empat kota, pada pertengahan April. Sementara di ibukota Liberia, Monrovia, ebola dilaporkan terjadi pertengahan Juni. Saat mencapai Sierra Leone, wabah menyebar lebih cepat.


Pada 17 Juli, jumlah kasus telah mencapai 442 penderita, melebihi Liberia dan Guinea yang menjadi tempat pertama terjangkitnya ebola. Masyarakat dunia dengan cepat dikejutkan, oleh berita tentang ebola yang mematikan.


Hingga 20 Desember, sudah ada lebih dari 19.340 kasus penularan ebola di seluruh dunia, hingga 20 Desember. Sebanyak 7.533 jiwa dilaporkan meninggal di enam negara, yaitu Liberia, Guinea, Sierra Leone, Nigeria, Mali dan Amerika Serikat (AS).


Ebola tidak tercatat sebagai virus mematikan yang baru ditemukan. Sudah 1.500 orang tercatat meninggal sejak ebola pertama kali ditemukan, pada 1976 di Zaire (kini Republik Kongo). Kenyataan itu memperlihatkan buruknya penyebaran Ebola saat ini.


Lebih dari 7.500 jiwa tewas kurang dari setahun, dibandingkan 1.500 orang dalam waktu 38 tahun. Ilmuwan yang pertama kali menemukan ebola, Profesor Peter Piot, mengatakan ebola menjadi epidemi karena lepas kendali.


Penanganan Ebola


Piot menegaskan bahwa penanganan ebola tidak bakal sesulit sekarang, jika ada tindakan yang lebih cepat. "Sesuatu yang mudah ditangani telah sepenuhnya lepas kendali," kata Piot, yang berhasil menghentikan penyebaran ebola, 28 tahun lalu, hanya dengan cara isolasi.


Tapi skala epidemi yang terjadi saat ini, kata dia, memperlihatkan bahwa isolasi dan perawatan yang telah berguna sebelumnya, kini tidak lagi dapat menghentikan penyebaran. Banyak pihak dinilai telah meremehkan ancaman ebola.


Terutama Badan Kesehatan Dunia (WHO), karena tidak bertindak cepat saat pertama kali Ebola terdeteksi di Guinea, yang segera diikuti dengan penyebaran cepat pada ratusan orang. Walau begitu, WHO menuding pihak lain.


Direktur Jenderal Badan Kesehatan Dunia (WHO) Margaret Chan, mengatakan, tidak ada vaksin ebola saat ini karena perusahaan-perusahaan farmasi memalingkan perhatian dari pasar yang tidak mampu membayar.


Sejak Piot dan timnya pertama kali menemukan ebola, tercatat telah terjadi sedikitnya 25 kali wabah, tapi tidak ada vaksin sampai saat ini karena epidemi hanya terjadi di negara-negara miskin Afrika Barat.


Selama beberapa dekade, ebola dan Afrika tidak dilihat sebagai pasar yang menarik bagi perusahaan-perusahaan farmasi dunia. "Industri pengejar keuntungan tidak menanamkan modal dalam bentuk produk bagi pasar yang tidak mampu membayar," kata Chan.


Pada seminar di Universitas Oxford, Oktober, Piot mengatakan secara teoritis ebola sangat mudah dikendalikan, tapi saat ini situasinya di luar jangkauan. "Ini bukan lagi sebuah epidemi, ini krisis kemanusiaan," katanya.


Pernyataan Piot menggambarkan keseluruhan masalah. Penyakit mudah menjadi epidemi di negara-negara Afrika yang miskin, dan tidak memiliki sistem kesehatan yang baik. Diperparah dengan kenyataan, mengenai pertimbangan keuntungan.


Tidak banyak perusahaan farmasi yang mau mempersiapkan obat, yang tidak akan menghasilkan banyak keuntungan bagi mereka. Sehingga yang terjadi adalah krisis rasa kemanusiaan.


ISIS


Satu kelompok militan radikal mengejutkan dunia, pada 29 Juni 2014, saat mereka mengumumkan berdirinya ISIS, sebuah kekhalifahan Islam di Irak dan Suriah, segera setelah mereka berhasil menguasai Mosul, kota terbesar kedua di Irak.


Banyak analis politik mengatakan ISIS muncul karena kebijakan intervensi AS. Dimulai dengan invasi ke Irak dan digulingkannya Saddam Hussein, pada 2003, yang menyebabkan kekosongan kekuasaan, dan konflik sektarian antara suni dan syiah.


Pada 2011, AS dan negara-negara Barat yang menjadi sekutunya kemudian bersikeras melakukan intervensi di Suriah, untuk menggulingkan kekuasaan Presiden Bashar al-Assad. Aksi protes dengan cepat berubah menjadi pemberontakan bersenjata.


Arab Saudi, Qatar dan Turki melihat Suriah sebagai kesempatan untuk memperlemah Iran dan Hizbullah, yang mereka anggap sebagai musuh selama ini, secara terbuka memasok dana dan senjata pada kelompok ekstrimis seperti ISIS serta Jabhat al-Nusra.


Dua kelompok radikal yang berafiliasi dengan Al-Qaeda itu, dengan cepat menjadi kelompok pemberontak paling kuat untuk melawan pasukan pemerintah Suriah. Selama delapan tahun di Irak, pasukan AS berusaha menghabisi Al-Qaeda yang kemudian terdesak keluar.


Tapi saat AS dan para sekutunya merusak stabilitas di Suriah, mereka menciptakan surga perlindungan bagi ISIS, yang kemudian berhasil menguasai banyak wilayah kunci di Suriah, termasuk kilang-kilang minyak yang menjadi sumber penghasilan besar.


Pada saat bersamaan, Presiden AS Barack Obama memutuskan untuk menarik seluruh pasukan AS dari Irak, meninggalkan persoalan keamanan pada pasukan pemerintah Irak yang baru dibentuk, dan belum memiliki kesiapan.


Krisis politik dengan ketegangan yang terjadi antara kubu suni dan syia di Irak, menjadi lengkap dengan krisis keamanan, sehingga ISIS yang telah membangun kekuatan selama perang di Suriah, dapat leluasa memasuki Irak dan menguasai banyak wilayah dalam waktu cepat.


Saat ISIS mulai memasuki Mosul, Juni, pasukan pemerintah Irak meletakkan senjata dan melepas seragam mereka, dan membiarkan kota itu jatuh ke tangan ISIS. Situasi itu menegaskan krisis mendalam yang terjadi di Irak.


Dikuasainya Mosul, membuat ISIS menjadi kelompok teroris paling kaya di dunia. Sedikitnya Rp 50 triliun berhasil dirampas ISIS dari bank di Mosul, termasuk emas-emas batangan, serta berbagai peralatan tempur modern seperti tank-tank buatan AS.


Dampak
ISIS


Kebijakan intervensi AS dan negara-negara sekutunya, telah menyebabkan krisis di Irak dan Suriah dengan munculnya ISIS. Persoalan yang menjadi perhatian kemudian, adalah dampaknya bagi banyak negara lain.


ISIS merekrut militan dari banyak negara, termasuk Indonesia, yang pada akhirnya dapat menjadi ancaman saat mereka kembali ke negaranya.  Ketua Umum GP Ansor Nusron Wahid mengatakan, ISIS secara potensi sangat membahayakan.


"Dilihat dari geneologi pemikiran model ISIS sudah banyak berkembang di kalangan anak muda, terutama muslim perkotaan di Indonesia," kata Nusron, 5 Agustus 2014. Cita-cita ISIS, sebutnya adalah menjadikan Islam sebagai sumber hukum formal negara.


Pemikiran seperti itu sudah sangat mengakar dan banyak di Indonesia. "Terutama di kalangan santri baru, yaitu anak muda kota yang baru belajar agama, tapi baru kulitnya belum substansi. Ini berbahaya," ujarnya.


Nusron memperingatkan, gagasan ISIS untuk memasukkan syari`at Islam menjadi hukum formal cukup kuat menyebar di Indonesia. Apalagi pemikiran radikal sudah ada di Indonesia jauh sebelum ISIS dan Al-Qaeda.


Beberapa serangan terorisme telah terjadi sejak 1981, dengan pembajakan pesawat Garuda Indonesia dalam penerbangan dari Palembang ke Medan, pada 28 Maret. Kemudian pengeboman Candi Borobudur pada 21 Januari 1985.


Pada 2000, ada banyak serangan bom terjadi di Jakarta. Diantaranya di depan rumah Duta Besar Filipina, 1 Agustus, disusul ledakan granat di Kedutaan besar Malaysia, 27 Agustus. Pada 13 September ledakan bom di Bursa Efek Jakarta.


Pada 24 Desember serangan bom malam Natal terjadi di beberapa kota sekaligus. Serangan bom ke gereja-gereja berlanjut pada 2001 dan 2002. Paling banyak menyebabkan korban jiwa, adalah bom Bali, pada 12 Oktober 2002, yang menewaskan 202 orang dan 300 terluka.


Masih ada puluhan lain daftar serangan terorisme di Indonesia. Lebih dari 60 warga negara Indonesia saat ini juga telah bergabung dengan ISIS di Irak dan Suriah, memperlihatkan besarnya potensi pengaruh ISIS di Indonesia.


MH17

Di 2014 dunia juga dikejutkan dengan jatuhnya pesawat Boeing 777-200 milik Malaysia Airlines. Tudingan segera diarahkan pada Rusia, saat pesawat bernomor penerbangan MH17 jatuh di Donetsk, wilayah Ukraina dekat perbatasan Rusia, pada 17 Juli. Belakangan beberapa fakta terungkap, dan memicu keraguan atas tudingan awal itu.


Saat ini, tragedi jatuhnya pesawat dengan nomor penerbangan MH-17 yang menewaskan 295 orang itu, juga seakan lenyap dari perhatian. Di hari nahas MH17, Washington dan Kiev seakan berlomba merilis apa yang mereka klaim sebagai bukti keterlibatan Rusia.


AS dan negara-negara sekutunya mengklaim bahwa MH17 ditembak oleh kelompok pemberontak Ukraina pro-Rusia, menggunakan rudal Buk M1 buatan Uni Soviet yang dipasok oleh Rusia. Namun faktanya, sistem Buk M1 dikuasai oleh Ukraina sejak runtuhnya Soviet.


Sementara Rusia mengoperasikan sistem rudal Buk M1-2 dan Buk M2 yang lebih modern. Citra satelit milik Rusia, memperlihatkan adanya sistem Buk M1 yang dioperasikan militer Ukraina di dekat Donetsk.


Foto satelit mengungkap sistem rudal Ukraina dipindahkan, beberapa saat setelah jatuhnya MH17. Radar dan citra satelit juga mengungkap adanya jet tempur Ukraina di dekat MH17, beberapa menit sebelum dan sesudah jatuhnya pesawat Malaysia itu.


Laman The Guardian, 19 Juli, mengutip pernyataan Menteri Transportasi Malaysia Datuk Seri Liow Tiong Lai, yang mengakui adanya perubahan dalam jalur penerbangan MH17 dari Amsterdam ke Kuala Lumpur.


Guardian menyebut Pusat Kendali Lalu Lintas Penerbangan (ATC) Ukraina memerintahkan MH17 untuk terbang pada ketinggian 33.000 kaki lebih rendah dari jadwal MH17 sebelumnya, pada 35.000 kaki.


Seorang warga negara Spanyol bernama Carlos, yang bekerja untuk ATC Ukraina, menyebut di Twitter bahwa sebuah jet tempur Ukraina terdeteksi pada radar berada dekat MH17 sebelum dan sesudah tragedi.


Laporan BBC pada 17 Juli, menyebut bahwa pasukan keamanan Ukraina menyita rekaman pembicaraan antara ATC Ukraina dan pilot MH17. Cuitan Carlos juga menghilang dari Twitter, beberapa jam kemudian.


Motif Politik


Ulson Gunnar, analis geopolitik AS pada artikelnya untuk Global Research, 30 November, menyebut penyelidikan atas jatuhnya MH17 banyak didasari motif politik. Terutama adalah membantu propaganda Barat untuk menyudutkan Rusia.


Dia memperingatkan bahwa pelaku sebenarnya, tidak akan terungkap dalam penyelidikan yang dipimpin oleh Belanda. "Seperti banyak peristiwa lain dalam sejarah manusia, yang terjadi di tengah ketegangan politik, tragedi MH17 akan jadi misteri," tulis Ulson.


"Misteri untuk menutupi fakta, yang dilakukan oleh NATO, Washington, London, dan Brussel," tambahnya. Akademisi Malaysia Chandra Muzaffar, yang dikutip The Malaysian Insider, menyebut penyelidikan MH17 jelas diarahkan untuk memojokkan Rusia.


"Sejak awal, Ukraina, AS, dan para sekutunya, hanya membangun cerita tentang bagaimana pemberontak pro-Rusia di Ukraina menembak jatuh MH17, dengan rudal yang dipasok Rusia," kata Muzzaffar.


Tapi hingga kini, kata dia, belum ada bukti-bukti yang disodorkan oleh Ukraina maupun AS, untuk mendukung tuduhan mereka terhadap Rusia. "Data komprehensif dari citra satelit, mungkin dapat meyakinkan banyak orang," ujar Muzaffar.


Legalisasi Ganja


Pada 2014, isu legalisasi ganja juga meluas di banyak negara. Kubu pendukung legalisasi ganja berpendapat, negara harus menghormati keinginan individu dan hak untuk menentukan nasib sendiri, termasuk tidak melarang orang-orang merusak dirinya sendiri.


Mereka membandingkannya dengan obesitas, yang menjadi persoalan dan menyebabkan banyak kematian, tapi pemerintah tidak punya hak untuk mengatur, berapa banyak warganya dapat makan.


Dilegalkannya ganja, juga dianggap dapat mematikan perdagangan gelap, karena turunnya harga yang membuat keuntungan berkurang. Mereka juga mengklaim bahwa tembakau lebih buruk daripada ganja, dalam hal menyebabkan kecanduan.


Sementara kubu yang menentang mengatakan, negara tidak dapat terlibat dengan peredaran sesuatu yang dianggap tidak bermoral oleh mayoritas publik, serta sesuatu yang dianggap tidak sehat karena negara harus melindungi kesehatan warganya.

Ekspansi Perusahaan Musik Terkemuka Asia Tenggara Diresmikan di Indonesia

Mudahnya mendapatkan ganja juga akan menambah konsumsi, dan sama sekali tidak mencegah munculnya konsumen baru. Ganja juga jauh lebih buruk dari tembakau, dalam mempengaruhi kemampuan berpikir penggunanya.
Penampilan Makin Sopan, Nikita Mirzani Ternyata Diawasi Rizky Irmansyah


Sidang Sengketa Pilpres di MK, Bawaslu Sebut Jokowi Bagi-bagi Bansos Tak Langgar Netralitas
Ganja menyebabkan hilangnya logika, sehingga pemakainya sulit membuat keputusan secara rasional. Sehingga mereka akan terus mengkonsumsi ganja, daripada berpikir untuk menghentikan penggunaannya.

Lebih lanjut, ganja termasuk dalam kategori obat bius yang berbahaya bagi orang lain. Penelitian juga memperlihatkan, bahwa penggunaan ganja mendorong penggunaan obat bius lain, yang mengarah pada tindakan kekerasan.

Menurut penelitian Pusat Kesehatan Otak di Universitas Texas, yang dirilis pada November lalu, disebutkan bahwa ganja memiliki dampak jangka panjang pada kerusakan otak. Penelitian dilakukan dengan membandingkan pengguna ganja, tembakau dan alkohol.

Hasilnya, tes kognitif memperlihatkan pengguna ganja memiliki IQ lebih rendah. Beberapa penelitian lain juga telah menyebutkan, bahwa ganja mempengaruhi perkembangan otak, terutama jika digunakan oleh orang-orang usia muda.

Ganja akan mengurangi kemampuan berpikir dan mengingat. Beberapa penelitian juga memperlihatkan, bahwa ganja memiliki dampak yang luas pada kesehatan mental.

Dekriminalisasi

Saat ini, ada beberapa negara yang mengijinkan kepemilikan, penjualan dan penanaman ganja, seperti Korea Utara, Uruguay dan Belanda. Pada tingkat federal AS melarang penggunaan ganja, namun dilegalkan pada beberapa negara bagian seperti Colorado, Washington, Oregon, dan Alaska.

Sementara 14 negara bagian lainnya ganja dilarang, namun tidak dianggap sebagai pelanggaran hukum. Dekriminalisasi bagi para pengguna juga dilakukan sejumlah negara lain seperti Argentina, Australia, Austria, Kamboja dan Kanada.

Beberapa negara lain adalah Kolombia, Kosta Rika, Kroasia, Denmark, Ekuador, Italia, Jamaika, Pakistan, Portugas, Spanyol, Swiss dan Ukraina. Beberapa studi mengklaim bahwa dekriminalisasi tidak menyebabkan peningkatan konsumsi.

Para pendukung dekriminalisasi ganja, mengklaim bahwa kerugian negara lebih besar dengan mengkriminalisasi para pengguna. Demikian disebut dalam analisa kebijakan obat bius, yang diterbitkan Federasi Ilmuwan AS.

Disebutkan bahwa diperlukan antara US$7,5-10 miliar setiap tahunnya, untuk menangkap dan menuntut kasus-kasus terkait ganja, dan hampir 90 persen dari penangkapan yang dilakukan adalah untuk kasus kepemilikan saja.

Menurut jajak pendapat, konsekuensi hukum dianggap tidak banyak berpengaruh pada keputusan seseorang, untuk menggunakan atau tidak menggunakan ganja. Menghukum para pengguna, juga dianggap bukan strategi yang tepat untuk mengurangi konsumsi. (adi)
Ilustrasi perkelahian dan pengeroyokan.

4 Pria Terkapar Babak Belur di Depan Polres Jakpus, 14 Anggota TNI Diperiksa

Para anggota TNI itu diduga tak terima Prada Lukman dikeroyok sejumlah preman di Pasar Cikini, Rabu, 27 Maret 2024. Prada bela ayah rekannya yang dipalak kawanan preman

img_title
VIVA.co.id
29 Maret 2024