SOROT 340

Retno Listyarti, Guru Pejuang Pendidikan

Retno Listyarti
Sumber :
  • www.facebook.com/retno.listyarti

VIVA.co.id - Gedung Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) itu tampak ramai. Berlokasi di Jalan Diponegoro, Jakarta Pusat, sejumlah orang tampak berkerumun di salah satu ruangan.

Mereka duduk berderet di kursi. Tidak sedikit yang berdiri sambil memanggul kamera. Sebagian lainnya sibuk dengan alat tulis dan gadgetnya.

Puluhan orang ini adalah para pekerja media. Siang itu, mereka mengikuti konferensi pers yang digelar Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI). Temanya tentang bocornya soal Ujian Nasional (UN) tahun ini.

Suara perempuan terdengar keras dari depan kerumunan. Ia sedang menjelaskan perihal bocornya soal UN di sejumlah wilayah. Sesekali, perempuan berjilbab ini berdiri sambil tangannya menunjuk dinding ruangan yang disulap menjadi layar proyektor.

Nama perempuan ini adalah Retno Listyarti. Guru kelahiran Jakarta, 24 Mei 1970 ini merupakan Sekretaris Jenderal FSGI, sebuah organisasi guru. Siang itu, ia sedang membeberkan sejumlah kecurangan dalam UN tahun ini. Suaranya terdengar keras dan tegas, memecah kesunyian gedung YLBHI.

“Kami mendirikan posko pengaduan UN dan mendapat banyak laporan terkait kecurangan UN,” ujarnya, Rabu, 15 April 2015.

Retno mengatakan, organisasi yang ia pimpin sangat peduli dengan UN. Sebab, meski tidak menjadi penentu kelulusan, UN masih menjadi pertimbangan masuk Perguruan Tinggi Negeri (PTN). Akibatnya, siswa menganggap UN menjadi segala-galanya.

“Atas nama nilai, prestise sekolah dan daerah, terjadilah penghalalan segala cara,” ujarnya kepada VIVA.co.id.

Menurut dia, hal itu akan membuat siswa "belajar" tidak jujur. “Kalau dibiarkan, hal ini akan membahayakan masa depan bangsa. Karena, generasi muda tak memiliki karakter jujur,” ujar Kepala SMA Negeri 3 Jakarta Selatan ini.

Menteri Puan: Perempuan Garda Terdepan dalam Revolusi Mental



Aktivis Pendidikan
Jagad pendidikan di Tanah Air sudah tak asing dengan nama Retno Listyarti. Penerima penghargaan Internasional Toray Foundation, Jepang, dalam bidang sains ini dikenal sebagai guru yang kritis. Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI), Uji Kompetensi Guru (UKG), dan Ujian Nasional (UN) merupakan sejumlah kebijakan pemerintah yang ia kritisi.

Selain kritis, Retno merupakan guru yang rajin menulis. Sejak menekuni profesinya sebagai guru, ia sudah menghasilkan banyak tulisan.

Sejumlah buku pernah lahir dari tangannya, di antaranya Buku Perjalanan KIR Jakarta Utara (2001), Buku  PKn kelas X–XII SMA KBK Penerbit Esis (2005), Buku PKn kelas X–XII SMA KTSP 2006 Penerbit Esis (2007), dan Buku PKn kelas X–XII SMK KTSP 2006 Penerbit Erlangga (2008).

Artikelnya juga banyak dimuat di media massa seperti Harian Kompas, Majalah Sindo Weekly, Republika, Koran Tempo, Jurnal Perempuan, Jurnal Syafei Maarif, Jurnal Hak Asasi Manusia Elsam, dan sejumlah media lain.

Aktivitas dan sikap kritisnya terhadap berbagai kebijakan terkait pendidikan yang dianggap merugikan, Retno diganjar banyak penghargaan. Sederet penghargaan pernah diterima perempuan yang pernah digugat Akbar Tanjung karena bukunya ini.

Sejumlah penghargaan yang pernah ia raih adalah menjadi Mahasiswa Berprestasi IKIP Jakarta dan Nasional (1993), penerima award internasional Toray Foundation Jepang dalam bidang sains (3R) (2004), dan penerima award sebagai Tokoh Pendidikan dari PKS (2007).

Selain itu, dia menjadi pemenang lomba Menulis Esai Pendidikan dari PDIP (2010), penerima award sebagai pejuang anti korupsi dari ICW (2011), penerima award Pendidik Islam Terbaik tingkat Nasional dari UNJ (2013), dan penerima LBH Award sebagai Pejuang HAM dari LBH Jakarta (2013).

Pemerhati pendidikan, Doni Koesoema mengatakan, Retno merupakan guru yang menguasai persoalan pendidikan mulai dari sisi legal maupun proses pengajaran. Selain itu, Doni menilai, Retno memiliki komitmen yang kuat untuk memperjuangkan nilai-nilai penting pendidikan.

“Ia merupakan inspirasi yang luar biasa bagi para pendidik yang sungguh ingin menghayati profesinya sebagai pendidik profesional,” ujar anggota Dewan Pertimbangan FSGI ini kepada VIVA.co.id, Rabu, 15 April 2015.

Hal senada disampaikan Febri Hendri. Koordinator Divisi Pelayanan Publik Indonesia Corruption Watch (ICW) ini mengatakan, Retno merupakan sosok guru yang kritis. Menurut dia, selain kritis, Retno merupakan pendidik yang berani dan mau mengambil risiko.

Rayakan Hari Kartini, Menteri Agama Ikut Lomba Masak

Febri mengatakan, ICW sering bekerja sama dengan FSGI, organisasi yang dipimpin Retno. Menurut dia, mereka kerap bahu membahu mengkritisi berbagai kebijakan yang dinilai buruk dan berpotensi korup. “Retno bagus kinerjanya,” ujarnya kepada VIVA.co.id, Kamis, 16 April 2015.

Retno Listyarti

Camat Perempuan Ini Jadikan Truk Sebagai Mobil Dinas

Aktivitas dan sikap kritisnya terhadap berbagai kebijakan terkait pendidikan yang dianggap merugikan, Retno diganjar banyak penghargaan. FOTO: Dokumentasi Pribadi Retno Listyarti

Mendirikan FSGI
Selain mengajar, Retno aktif di FSGI. Ia merupakan pendiri sekaligus orang nomor satu di organisasi ini. Sebelum aktif di FSGI, ia pernah menjadi anggota di Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI).

Namun, selama menjadi anggota PGRI ia merasa tak pernah terlibat atau dilibatkan dalam kegiatan apa pun, kecuali dimintai iuran. Akhirnya, Retno memutuskan keluar dari PGRI pada 2005.

Pemicunya, saat ia digugat oleh Akbar Tanjung karena tulisan di salah satu bukunya, PGRI cuek dan sama sekali tak memberikan bantuan hukum.

Namun, Retno membantah ia mendirikan FSGI karena kasus gugatan Akbar Tanjung. Ia mengatakan, FSGI dibentuk karena kerinduan para guru terhadap organisasi guru yang independen.

Selain itu, mereka ingin mendirikan organisasi yang dapat melindungi kepentingan para guru dan siswa yang berani bersuara serta memperjuangkan pendidikan yang berkualitas dan berkeadilan. Sebab, ia menilai organisasi guru selama ini cenderung menjadi legitimasi atas berbagai kebijakan pemerintah di bidang pendidikan.

FSGI berdiri pada 25 Januari 2011. Ada 8 organisasi guru daerah yang menjadi cikal bakal berdirinya organisasi yang berbentuk federasi ini. Anggota FSGI secara nasional adalah organisasi guru di daerah.

Saat ini, ada 25 organisasi guru di daerah yang menjadi anggota FSGI. Sudah ada 3.000 guru yang tergabung di FSGI. Meski tak sebesar PGRI, anggota FSGI ada di sejumlah wilayah, di antaranya Sumatera Utara, Jawa Tengah, Jawa Barat, Nusa Tenggara Barat, DKI Jakarta, Jambi, Bengkulu, dan Banten.

“Misi utama organisasi ini adalah memberi perlindungan hukum bagi guru, melakukan advokasi, membangun profesionalitas guru dan ikut serta membangun,” ujar Retno.

Retno mengatakan, tak mudah untuk mendirikan dan mengelola organisasi guru di luar PGRI. Menurut dia, hal ini karena rendahnya pemahaman para birokrat pendidikan dan daerah terhadap kebebasan guru untuk mendirikan dan aktif dalam organisasi profesi guru selain PGRI.

“Organisasi guru selain PGRI dianggap LSM atau bahkan yang lebih parah dianggap ilegal,” ujarnya.

Akibatnya, banyak guru yang takut bergabung dengan organisasi guru di daerah jaringan FSGI. Menurut Retno, mereka khawatir akan mendapat tekanan dari para birokrat atau atasannya.

Anggota Dewan Pertimbangan FSGI, Doni Koesoema, mengatakan, FSGI adalah organisasi profesi guru yang seluruh pengurus dan anggotanya adalah guru. Menurut dia, mereka yang tidak menjadi guru tidak memiliki hak untuk menjadi anggota dan memimpin organisasi ini.

Upaya ini sesuai dengan UU Sisdiknas yang menyatakan, organisasi profesi guru harus dipimpin oleh seorang guru. “Ini berbeda dengan PGRI yang pengurusnya kebanyakan adalah orang struktural dan birokrat pemerintahan,” dia menjelaskan.

Menurut dia, selama ini PGRI lebih banyak bergerak di bidang yang lebih dekat ke komunikasi dengan birokrasi. Sementara itu, FSGI bergerak untuk membela dan mengembangkan anggota-anggotanya.

“Sehingga kami memiliki perangkat-perangkat penting dan jalur kerja sama dalam rangka advokasi anggota yang bermasalah,” ujarnya.

Doni menuturkan, selama ini PGRI memperjuangkan hak-hak guru hanya melalui wacana, berita, dan komunikasi internal di antara pengurus PGRI dengan pihak birokrasi. “Dan sejauh ini, dari banyak kisah di lapangan, kami mendengar bahwa PGRI jarang sekali membela kepentingan guru, selain menarik iurannya saja,” katanya.

Ia mengatakan, di FSGI, Retno sangat berkontribusi dalam melahirkan jaringan guru-guru independen di seluruh Indonesia. Menurut dia, hal itu akan meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia, terutama di daerah.

Namun, Retno bukan dewa tanpa cela. Sikapnya yang cenderung "jalan sendirian" membuat ia seolah menjadi "single fighter". Febri Hendri dari ICW mengatakan, "gaya" Retno tersebut membuat FSGI terancam krisis generasi.

Menurut dia, seharusnya Retno memberi ruang kepada pengurus atau aktivis FSGI yang lain untuk tampil dan "berbicara" kepada publik. Selain itu, ia menilai, Retno tak mampu meningkatkan jumlah anggota FSGI secara signifikan. Padahal, jumlah anggota menjadi kekuatan bagi organisasi profesi semacam FSGI.

Perihal regenerasi juga diakui Doni. Menurut dia, salah satu kendala yang dihadapi FSGI adalah proses regenerasi kepemimpinan. Sebagai sebuah organisasi, FSGI perlu menyiapkan calon-calon pemimpin yang kelak menggantikan Retno.

“Sampai saat ini, kondisinya adalah FSGI adalah Retno, dan Retno adalah FSGI,” ujar anggota Dewan Pertimbangan FSGI ini. Menurut dia, regenerasi kepemimpinan adalah tantangan sekaligus bisa menjadi kendala perkembangan FSGI.

Meski demikian, ia berharap, Retno terus berjuang untuk tercapainya sistem pendidikan yang tidak hanya mencerdaskan, namun juga bisa dinikmati oleh semua kalangan dan lapisan masyarakat, termasuk perempuan. Seperti cita-cita Raden Ajeng Kartini.

“Saya harap Retno tetap menjadi pribadi yang konsisten, berani, dan jujur dalam membela dan mengembangkan dunia pendidikan di Indonesia.” (art)

Aktivis Perempuan Tolak Korupsi

Mereka Perempuan Hebat Selain RA Kartini

Indonesia banyak memiliki sosok perempuan tangguh dan penginspirasi.

img_title
VIVA.co.id
22 April 2015